Watimpres Soroti Kasus Dugaan Mafia Tanah Blora yang Libatkan Wakil Rakyat

Anggota Dewan Pertimbangan Presiden atau Watimpres Irjen Pol (Purn) Sidarto Danusubroto. Dok
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden atau Watimpres Irjen Pol (Purn) Sidarto Danusubroto. Dok

Kasus dugaan mafia tanah di Kabupaten Blora menjerat anggota DPRD, AA dan Notaris EE, sampai di telinga Anggota Dewan Pertimbangan Presiden atau Watimpres Irjen Pol (Purn) Sidarto Danusubroto.


Mantan Ketua MPR RI itu menyoroti banyaknya kasus mafia tanah, termasuk di Kabupaten Blora dengan korban seorang ASN bernama Sri Budiyono.

"Jadi, yang namanya mafia tanah itu tidak hanya terjadi di (Blora), Jawa Tengah. Namun, sudah ada di banyak wilayah Indonesia," kata Opa sapaan akrab Sidarto Danusubroto, Kamis (14/9), dalam siaran rilisnya. 

Ia menyampaikan, hal itu usai meresmikan kantor Federasi Pekerja Pelayanan Publik Indonesia (FPPPI) di kawasan Sawah Besar, Jakarta Pusat.

Opa meminta aparat penegak hukum menindak tegas para mafia tanah. Sebab, praktik mafia tanah itu meresahkan dan merugikan masyarakat.

Pihak kepolisian, dalam hal ini, Polda Jateng, erta aparat penegak hukum lainnya harus memproses setiap orang yang terindikasi terlibat dalam praktik mafia tanah.

"Harus tindak secara tegas siapapun orangnya yang terlibat. Tidak pandang bulu siapapun yang terlibat harus ditindak sesuai hukum yang berlaku," tegas politisi PDI Perjuangan itu.

Ia mengakui memberantas mafia tanah ini tidak mudah. Tapi butuh kerja seluruh stakeholder untuk bersama-sama memberantasnya. Namun hal itu menjadi tugas pokok Kementerian ATR/BPN.

Mantan Kapolda Jawa Barat itu menambahkan, saat ini ATR/BPN tengah bekerja keras untuk memberantas mafia tanah.

Di sisi lain, Kasus dugaan mafia tanah di Kabupaten Blora mendapat perhatian dari Indonesia Police Watch (IPW). Lamanya penanganan kasus itu menjadi sorotan Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso.

Sri Budiyono yang menjadi korban dugaan mafia tanah melaporkan hal ke SPKT Polda Jawa Tengah pada tahun 2021 silam. Laporan tersebut diterima dengan tanda bukti laporan Nomor : STTLP/237/XII/2021/JATENG/SPKT tanggal 7 Desember 2021.

Namun hingga saat ini berkas dari penyidik Polda Jateng belum juga rampung. Padahal pihak Polda Jateng sudah menetapkan dua tersangka yaitu oknum anggota DPRD Blora, AA dan Notaris, EE.

"Polda Jateng harus menjelaskan hambatannya mengapa tidak kunjung P21. Apakah berkas tersebut belum lengkap atau sengaja tidak dilengkapi?" katanya saat dihubungi, belum lama ini. 

Ia mencontohkan, ada modus penyidik membuat penanganan perkara tak kunjung selesai. Satu di antaranya adalah tidak kunjung melengkapi berkas.

Lalu, lintas hambatan dalam kelengkapan berkas bisa dari pihak Kepolisian ataupun Kejaksaan. Untuk tahu hal itu, Pihak Polda Jateng harus transparan tentang penanganan perkara.

"Korban bisa lapor ke Wasidik, atau Kapolda agar memberi atensi khusus pada perkara ini," sarannya.

Kasus itu  menimpa seorang PNS asal Desa Purwosari, Kabupaten Blora, Jawa Tengah bernama Sri Budiyono.

Kasus berawal saat dirinya meminta tolong agar dicarikan pinjaman dana ke oknum anggota DPRD Blora berinisial AA sekitar Rp 150 juta. Jaminan saat itu adalah sertifikat hak milik tanah miliknya dengan luas 1.310 meter persegi yang berlokasi di Desa Sukorejo, Kecamatan Tunjungan, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.

Setelah tiga bulan berlalu, tepatnya pada akhir Januari 2021, Sri Budiyono mendapat kabar gembok kunci pagar rumah yang berdiri di atas tanah tersebut, dirusak dan diganti dengan gembok kunci yang baru.

Tak hanya itu, ia juga kaget karena mendapati sertifikat Hak Milik Tanah (SHM) atas nama Sri Budiyono telah dibalik nama menjadi atas nama AA.