Menik Murwani (43), bergegas berangkat dari rumahnya, di Jalan Kebon Jaya Nomor 9 RT 06 RW 25, Desa Kebonbatur, Kecamatan Mranggen, Demak. Setiap pagi, setelah membereskan pekerjaan di dapur, perempuan penyandang disabilitas daksa itu diantar suaminya, Lalu Muhammad Irawan, menuju Rumah Belajar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ‘’Anak Pintar’’ yang terletak di Jalan Pucang Santoso Barat III Nomor 22, di Perumnas Pucanggading, Kecamatan Mranggen, Demak. Jarak Kebonbatur-Pucanggading hanya 3,7 km, dan menempuh 11 menit perjalanan dengan sepeda motor.
- Ada 15 Menu Program MBG Dalam Sebulan Yang Memenuhi Kebutuhan Gizi
- Pemkot Bantu Vaksin Pekerja di Solo Ber-KTP Luar Daerah
- Pasien Hemodialisa Meningkat, Karanganyar Akan Siapkan Tambahan 11 Unit Layanan Cuci Darah
Baca Juga
Tiba di tempat tujuan. Menik yang menyandang difabel polio daksa itu, harus dibopong sang suami masuk ke ruang kelas. Suaminya dengan cekatan melipat kursi roda - yang menemani keseharian aktivitasnya – dan diletakkan di sudut ruang kelas. Sebagai pengganti kursi roda, tersedia papan dengan empat roda kecil, yang diduduki Menik, untuk bergeser kesana-kemari.
‘’Tanggal 1 Agustus 2022, kami pindah ke sini. Tadinya, dua tahun di Jalan Batursari Raya Nomor 154 depan Perumahan Ivory Park,’’ ujar Menik, dengan ramah, kepada RMOL Jateng, Sabtu (3/12/2022)
Di Rumah Pintar, Menik mengajar 21 ABK kelas besar dan kelas kecil. Kelas besar terdiri atas anak di rentang usia 10-32 tahun, sedangkan kelas kecil umur balita dan seusia TK. Dibantu dua relawan, Aprili Putri Bestari dan Nunik Martati, Menik mengajar keterampilan, belajar membaca, menulis dan berhitung (calistung). Anak-anak juga diajari membaca alquran.
Selain di Rumah Pintar, Menik juga mengajar di Roemah Difabel di Jalan MT Haryono Nomor 266 Semarang. Sebagai pengajar, Menik berstatus relawan. Dia tak menerima gaji tetap per bulan. Hanya ada pengganti transport yang berasal dari iuran yang dibayarkan para orang tua anak berkebutuhan khusus yang belajar di sana.
Dengan uang pengganti transport sebesar Rp200 ribu per bulan, Menik mengaku setia menyisihkan Rp36.800 untuk iuran BPJS Ketenagakerjaan atau BPJamsostek. Sudah setahun lebih, ibu seorang putra bernama Reza Habibi Irawan ini, bergabung sebagai peserta Bukan Penerima Upah (BPU) BPJS Ketenagakerjaan.
Di Rumah Pintar, selain Menik, ada dua ABK yang juga terdaftar sebagai peserta BPU, yakni Syana Wahyu Damansa (25 tahun, penyandang disabilitas intelektual) dan Yumna Nabila Asoka (21 tahun, disabilitas autis non-verbal).
‘’Namanya musibah bisa datang kapan saja. Dengan menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, kami dapat terjamin, sebagai jaga-jaga, kalau tertimpa musibah,’’ ujar Menik, yang sudah 5 tahun ini menjadi relawan pengajar ABK.
Sama seperti Menik, Ketua Komunitas Sahabat Difabel (KSD) Semarang, Anna Oktavia Ekasari (43), juga tercatat sebagai peserta BPU BPJS Ketenagakerjaan. Perempuan kelahiran Kulonprogo 18 Oktober 1979 itu, menyandang cerebral palsy sejak umur 2 tahun. Anak pertama dari 3 bersaudara itu, mengatakan, di Roemah Difabel yang juga dikenal dengan nama Roemah’D, para penyandang disabilitas dapat mengisi keseharian dengan produktif dan mengembangkan aneka kreativitas.
Anna Oktavia Ekasari (kiri), penyandang disabilitas cerebral palsy bersama Irfan Bagus (disabilitas netra) saat menjadi MC acara ulang tahun.
Saat ini, kegiatan di Roemah Difabel diantaranya ada Bending Triplek, Menjahit dan Menyulam, Kelas Calistung, Kelas Etika, Kelas Kerohanian, Kelas Komputer, Aikido, Olahraga, Public Speaking, Hidroponik, Angklung, Paduan Suara dan Kelas Fotografi.
Anna menuturkan, KSD didirikan oleh Bunda Noviana Dibyantari dan Bunda Lani Setyadi. Bangunan Roemah Difabel yang terletak di Jalan MT. Haryono Nomor 266 Semarang, disediakan oleh keluarga besar Prof. Dr. dr. J. Hardhono Susanto PAK(K), seorang pengusaha toko buku Merbabu dan Klub Merby. Bangunan tersebut mulai difungsikan sejak tanggal 18 Maret 2017.
‘’Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, tahun 2022 ini, Roemah Difabel membuka dua cabang di Semarang, yakni di Jalan Puspowarno II Nomor 2 di rumah Pak Hendro salah satu orang tua dari siswa di Roemah Difabel. Kemudian, di Jalan Untung Suropati Nomor 56,’’ papar Anna.
KSD, kata Anna, tidak memiliki donatur tetap. Untuk operasional sehari-hari, para difabel mengadakan berbagai kegiatan, seperti mengikuti bazaar yang digelar instansi pemerintah maupun swasta, serta penjualan produk hasil karya para difabel melalui media sosial Instagram @rdshopsmg.
‘’Kami juga sering mendapat undangan untuk tampil di beberapa tempat. Dari sinilah, kami mendapatkan pemasukan untuk memenuhi biaya operasional Roemah Difabel,’’ imbuhnya.
Dulu anggota KSD, kata Anna, tidak mencapai 30 orang, sekarang sudah 100 orang lebih. Namun yang masih aktif mengikuti kegiatan di RD sekitar 50 peserta didik saja, karena beberapa anggota difabel sudah dapat mandiri dan bekerja di beberapa perusahaan.
‘’Ada yang bekerja di BUMN, perusahaan garment, perusahaan kosmetik, ada yang wirausaha di rumah, ada yang jadi penulis artikel dan cerpen di berbagai media, dan ada pula yang menjadi konten kreator,’’ jelas Anna.
Untuk para pengajar, semuanya berasal dari Kota Semarang, yang dengan sukarela mengajar di RD dan tidak mendapat honor.
‘’Mereka hanya kami berikan pengganti uang transportasi dari SPP anak-anak yang mengikuti pelatihan di RD,’’ kata Anna, yang bergabung di Komunitas Sahabat Difabel sejak akhir tahun 2016, dan berkegiatan di Roemah Difabel mulai bulan Maret 2017.
Berapa orang peserta difabel yang telah ikut sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan? ‘’Yang sudah mendaftar ada sekitar 20 orang, ada sudah beberapa bulan dan ada yang baru satu bulan mendaftar,’’ jelasnya.
Para penyandang disabilitas di Roemah Difabel, kata Anna, melakukan berbagai aktivitas, yang terbilang produktif. Mereka belajar bahasa Inggris dan etika. Belajar carlistung dan penulisan kreatif, public speaking, hingga senam dan mengaji. Setiap hari Sabtu, mereka membuat aneka kerajinan tangan seperti sulam, batik dan kerajinan tangan. Hasil kerajinan tangan itu dijual online dan pameran.
Jaminan Hari Tua
Anna mengaku, sebagai difabel dan pekerja informal, dirinya membutuhkan jaminan hidup, khususnya di masa depan. Dengan menjadi peserta BPU BPJS Ketenagakerjaan, dia merasa terlindungi.
‘’Yang pasti merasa terlindungi didalam bekerja, dan ada jaminan di hari tua,’’ kata Anna.
Sejak bergabung dengan Komunitas Sahabat Difabel, Anna mengaku, mendapatkan banyak pengalaman yang tidak pernah didapatkan sebelumnya. Terutama sejak mengikuti Pelatihan Penulisan Kreatif bersama Miss Swietta Amalia, yang sehari-hari dosen Universitas Dian Nuswantoro (Udinus), Kelas Fotografi bersama Pak Agus Budi Santoso dan Pak Suwito, dan Kelas Public Speaking bersama Kak Odi penyiar Radio Imelda FM.
‘’Saya bisa menemukan bakat yang sesuai dengan kemampuan yang saya miliki. Seperti berpartisipasi dalam 10 buku antologi kisah inspirasi, serta menjadi Content Creator Team Roemah Difabel. Saya juga membantu editing di sebuah toko online shop. Saya jadi lebih percaya diri saat tampil di depan publik, impian menjadi MC dan Moderator pun dapat tercapai. Saya bersama teman-teman juga belajar bagaimana cara mengkoordinir sebuah event, hingga belajar membuat press release, membuat rundown acara, hingga skrip untuk MC,’’ paparnya.
Bagi Kustiana (37), penyandang disabilitas tuli sejak lahir, menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan adalah tabungan untuk masa tua.
Perempuan kelahiran Salatiga, 17 Oktober 1985, ini mengaku, sejak bergabung dengan Roemah Difabel pada 2017, dia memiliki kreativitas dan mendapat penghasilan dari penjualan online hasil karyanya.
Kustiana (berhijab) saat pelatihan bending triplek.
‘’Sejak bergabung di sini, saya jadi punya banyak teman, lebih mandiri, dan mengasah skill yang terpendam, berkat mengikuti kegiatan fotografi, kelas menjahit, dan kelas bending triplek,’’ kata anak bungsu dari 3 bersaudara ini.
Hidayah Ratna Febriani, penyandang disabilitas daksa, mengaku menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan dapat membuat dirinya lebih aman dan terjamin di masa depan, utamanya di masa tua.
‘’Sebagai penyandang difabel, saya berharap di masa tua kelak, dapat memiliki jaminan dan bekal untuk menikmati sisa hidup,’’ ungkap perempuan kelahiran Semarang 2 Februari 1975, penyandang disabilitas sejak usia 3 tahun ini.
Hidayah Ratna (pakai tongkat) saat pelatihan menjahit.
Sejak bergabung di Roemah Difabel, Hidayah mengaku sangat berkesan. ‘’Saya ingin berbagi Ilmu menjahit yang saya miliki. Alhamdulillah, saya mengikuti prosesnya sampai sekarang. Rezeki tak akan ke mana. Lewat RD dan Bunda Noviana, saya sekarang lebih dikenal di sejumlah instansi pemerintahan, orderan juga kian bertambah, semua karena Allah memberi rezeki yang tak terduga-duga,’’ ujar anak ke-2 dari 5 bersaudara ini.
Manfaat Beasiswa Sampai Kuliah
Ria Ristanti (36), merasakan manfaat dari kepesertaaan BPJS Ketenagakerjaan. Perempuan warga Sambiroto, Kedungmundu, Kota Semarang ini, kini menjadi orang tua tunggal bagi ketiga anaknya yang masih kecil. Suaminya tercinta meninggal dunia pada 2020 lalu.
‘’Saya bersyukur, bukan saja dana Jaminan Kematian cair, saya juga dapat beasiswa pendidikan untuk dua anak saya,’’ ungkap Ria.
Selain Jaminan Kematian Rp42 juta, Ria mengatakan, dua anaknya yang berumur 10 tahun dan 9 tahun yang duduk di kelas 4 dan 3 SD dapat beasiswa hingga usia 23 tahun.
‘’Setiap anak dapat beasiswa Rp1,4 juta per tahun,’’ ujarnya. Beasiswa itu menjadi hak kedua anaknya, kecuali jika dirinya menikah lagi.
‘’Saya jadi peserta BPJS Ketenagakerjaan pada 2013 sampai resign dari pekerjaan pada 2019. Proses klaim JHT terbilang cepat, tak sampai 4 hari cair. Untuk dana Jaminan Kematian pun terbilang cepat. Tak sampai sebulan sudah cair. Sempat terhambat sebentar, karena KTP saya hilang. Saat KTP baru jadi, klaim langsung cair,’’ ujarnya.
Untuk membiayai kebutuhan sehari-hari, sejak awal 2021, Ria berjualan strap masker hijab dan asesoris hijab lainnya. Dia memasarkan produknya secara daring melalui WA Grup hingga melayani permintaan luar kota.
‘’Rata-rata 70 pieces produksi per bulan. Paling banyak 100 pieces. Melayani permintaan teman-teman sampai ke luar kota. Bandung, Cilacap, Jakarta,’’ ujarnya. Dia juga menjajakan produk kerajinan tangan itu di depan Kantor Pos Johar, saat hari Minggu.
Agustin Handayani (46), pun senasib dengan Ria Ristanti, ditinggal sang suami untuk selama-lamanya. Yani, panggilan akrabnya mengaku, baru tiga bulan menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, sang suami secara mendadak menghadap Sang Pencipta.
Dia dan sang suami menjadi peserta pada Maret 2021, dengan iuran Rp17 ribu. Pada Juli 2021, suami meninggal dunia. Di bulan September 2021, dana Jaminan Kematian cair sebesar Rp42 juta. Yani, sehari-hari berjualan aneka ikan asin di Blok C5 relokasi eks Pasar Johar di MAJT Kota Semarang. Bersama 9 anggota komunitas pedagang di Blok C5 relokasi eks Pasar Johar di MAJT, dia mendaftar menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan pada Maret 2021.
''Dana Jaminan Kematian dari BPJS Ketenagakerjaan itu sangat membantu sekali bagi kami para pedagang kecil. Saya beruntung dulu langsung memutuskan ikut daftar, karena untuk berjaga-jaga dari musibah yang sewaktu-waktu datang. Nyatanya terbukti,’’ papar Yani.
Dia berdagang ikan asin sejak 2013, meneruskan usaha ibunya. Saat pandemi Covid-19, bersama para peserta lainnya di relokasi eks Pasar Johar, Yani juga menerima BSU (Bantuan Subsidi Upah) sebesar Rp1 juta sebagai pedagang terdampak PPKM.
Rina Rosiana (53), pengurus Gerai KOPIMI (Gerakan Masyarakat Terintegrasi Koperasi dan Usaha Mikro) di Kelurahan Pudakpayung, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang mengatakan, sebanyak 5 orang anggota Gerai KOPIMI di wilayahnya sudah menikmati manfaat menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, melalui pembayaran klaim Jaminan Kematian.
‘’Anggota kami 250 orang pedagang. Yang sudah ikut jadi peserta sebanyak 175 orang, dengan iuran Rp36.800 per bulan. Dari jumlah itu, 100 orang langsung membayar iuran melalui saya yang juga PPOB (payment point online banking),’’ ujar Rina, yang berdagang kebab dan burger sejak 2016 ini.
Klaim Jaminan Kematian
Rasa haru bercampur bahagia juga dirasakan oleh Menik Novita Shanty, saat mengetahui mendapat beasiswa berkat kepesertaan suaminya, Imam Rahmayadi, yang meninggal dunia pada 19 November 2022 lalu.
Hanya 10 hari berselang kematian suami tercinta, klaim JKM (Jaminan Kematian) sudah cair pada 29 November 2022.
Yudi Yulianto, Perisai BPJS Ketenagakerjaan (kiri), yang menjadi mitra resmi BPJS Ketenagakerjaaan Kantor Cabang Semarang Pemuda, saat mengantarkan klaim JKM ke rumah almarhum Imam Rahmayadi di Kampung Gabahan, Kecamatan Semarang Tengah, Selasa (29/11).
‘’Karena putra sulung almarhum Pak Imam sudah diatas 23 tahun, maka tak lagi mendapat beasiswa. Yang berhak atas beasiswa hingga tamat perguruan tinggi, adalah anak kedua dan ketiga almarhum,’’ ungkap Yudi Yulianto, Perisai BPJS Ketenagakerjaan, yang menjadi mitra resmi BPJS Ketenagakerjaaan Kantor Cabang Semarang Pemuda, saat mengantarkan klaim JKM ke rumah almarhum Imam Rahmayadi di Kampung Gabahan, Kecamatan Semarang Tengah.
Almarhum Imam Rahmayadi, adalah wartawan yang tergabung dalam Forum Wartawan DPRD dan Pemrov Jawa Tengah (FWPJT). FWPJT tercatat sebagai paguyuban pekerja sektor informal BPJS Ketenagakerjaan, yang bergabung sejak awal 2019 silam.
Dua anak almarhum, yakni Rafasha Alvira Pramudita (kuliah semester 5 di Universitas Negeri Semarang) dan Bagaskara Manajer Kawuryan (yang masih duduk di bangku kelas 3 SD), berhak atas beasiswa total Rp174 juta, hingga menamatkan pendidikan hingga perguruan tinggi.
‘’Beasiswa diberikan berdasarkan jenjang pendidikannya. Untuk anak yang kuliah, beasiswa per tahun Rp12 juta, sedangkan anak yang SD beasiswa Rp1,5 juta per tahun,’’ jelas Yudi.
Agen Perisai bertugas untuk mengedukasi, mensosialisasi, serta memberikan pemahaman program BPJS Ketenagakerjaan kepada masyarakat pekerja. kepada masyarakat di desa. Perisai diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya Jaminan Sosial, tak peduli apapun profesi yang sedang dijalani.
Bagaimana proses pencairan beasiswa itu? Yudi menjelaskan, pengajuannya setiap tahun dan melampirkan surat keterangan dari pihak sekolah dan kampus. Jika si anak menikah atau bekerja sebelum usia 23 tahun, maka beasiswa akan berhenti.
‘’Untuk klaim awal, jika berkas lengkap dan sukses verifikasi paling lama 14 hari kerja, dananya cair. Untuk lanjutan beasiswa, biasanya tidak sampai 7 hari dana sudah cair,’’ papar Yudi.
Program perlindungan bagi pekerja sektor informal atau Bukan Penerima Upah (BPU) dari BPJS Ketenagakerjaan, merupakan angin segar bagi para penyandang disabilitas, serta anggota paguyuban pekerja sektor informal, untuk menatap masa depan dengan lebih baik. Klaim Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), serta Jaminan Hari Tua (JHT) menjadi perlindungan yang amat berharga di kala usia renta dan di masa saat harus kehilangan orang tercinta secara tiba-tiba...
- Tinggal 95 Kantong untuk Jaminan 3 Hari Kedepan, Stok Darah di PMI Salatiga Menipis
- Usai Vaksin Booster Alami KIPI, Hakam: Itu Wajar dan Tidak Perlu Takut
- Wihaji Sambut Baik Keputusan Presiden untuk Bebas Masker