Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Kepala (BKKBN) mengingatkan kembali waktu yang ideal untuk menikah dan hamil pada usia 21 hingga 35 tahun.
- PKS Kota Semarang Gelar Donor Darah
- Ditemukan! 655 Kasus PMK Terjadi di Blora, Warga Diminta Aktif Lapor
- BKKBN Jateng Sampaikan ABCDEF, 6 Cara Upaya Cegah Stunting
Baca Juga
''Umur tersebut ideal bagi pasangan usia subur (PUS) yang ingin menikah atau pun hamil, karena semua ahli kedokteran menyarankan umur 21 sampai 35 itu (waktu yang baik) untuk melahirkan secara sehat,'' papar Kepala Biro Umum dan Hubungan Masyarakat BKKBN Pusat, Putut Riyatno dalam Kegiatan Sosialisasi Advokasi dan KIE Program Bangga Kencana Bersama Mitra di Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Rabu (8/12).
Pihaknya lebih lanjut menuturkan, pada usia tersebut pasangan dapat dikatakan telah siap secara fisik maupun mental. Namun, untuk dapat lebih menjaga kesehatan ibu dan melahirkan bayi yang sehat, semua pasangan harus mengetahui pentingnya menikah di usia yang tepat dan melahirkan di waktu yang tepat pula.
''Menikah di bawah usia 20 tahun, memiliki berbagai risiko yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan nyawa seorang anak perempuan. Hal itu disebabkan karena secara fisik, tulang panggul dan rahim masih memasuki masa pertumbuhan," tambahnya.
Apabila seorang anak perempuan menikah terlalu muda, kata dia, dapat berisiko mengalami pendarahan saat melahirkan, anak dapat lahir catat atau lahir dengan berat badan yang rendah.
"Begitu pula rentan terkena kanker serviks dan mengalami kematian bila melahirkan di usia yang terlalu muda atau terlalu sering melahirkan,'' jelasnya.
Putut menambahkan, untuk calon ibu diusahakan memiliki berat badan yang ideal yakni tidak terlalu kurus atau terlalu gemuk.
Pihaknya juga menyarankan agar semua pasangan usia subur menjauhi 4 Terlalu (4T) dalam kehamilan supaya dapat menghindari risiko-risiko yang dapat membahayakan keselamatan jiwa ibu dan bayi.
''Kita ada slogan 4 terlalu. Yakni, jangan hamil terlalu muda, jangan hamil terlalu tua, jangan hamil terlalu banyak dan jangan hamil terlalu sering,'' katanya.
Sementara itu, Perwakilan BKKBN Jawa Tengah, Agoes Pujianto, mengatakan stunting bisa disebabkan kekurangan gizi kronis atau juga salah dalam pola asuh.
''Misalnya dalam menyikapi ibu hamil, harus diperhatikan gizinya sebaik-baiknya. Seorang ibu hamil itu memberikan asupan bayi yang dikandungnya juga oleh ibu itu sendiri. Sehingga makanan ibu hamil harus banyak mengandung gizi yang baik dan harus diutamakan,'' jelasnya.
Pihaknya juga mengingatkan pentingnya IMD atau inisiasi menyusu dini.
''Untuk ibu yang baru melahirkan, perlu diperhatikan adalah air susu yang keluar pertama kali, inisiasi menyusu dini sangat berguna bagi bayi. Ini yang disebut colostrum mempunyai zat kekebalan tubuh bagi bayi,'' paparnya.
Setelah itu, diteruskan dengan pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan tanpa ditambahi makanan lain.
''Setelah bayi berusia 2 tahun boleh diberikan makanan pendamping ASI. Dan tentunya harus diperhatikan asupan gizi dan nutrisinya,'' imbuhnya.
Sedangkan Anggota DPRD Kabupaten Semarang, Riska Dwi Prasetyo bertekat untuk mendukung Kabupaten Semarang nol stunting pada tahun 2030.
Pihaknya mengungkapkan untuk masalah stunting adalah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bersama-sama. Bergerak dan berkolaborasi, baik pemerintah, Dewan, akademisi, swasta dan masyarakat harus terlibat bersama-sama.
"Bahwa generasi muda besok harus dipersiapkan betul, secara fisik dan mental. Mulai dari usia nikah, mengandung, menyusui sampai merawat bayi tentunya harus paham. Oleh sebab itu edukasi dan sosialisasi Bangga Kencana oleh BKKBN seperti inilah yang kami butuhkan. Kami anggota dewan mengapresiasi, agar masyarakat bisa paham dan mengetahui bagaimana program KB dan mencegah stunting,'' pungkasnya.
- BKKBN Jateng Siapkan Rencana KB Secara Jangka Panjang
- Vaksinasi Lansia Di Sejumlah Kota Capai 60 Persen, Dinkes Jateng Masih Prioritaskan Lansia Dan Pra Lansia
- Jadi Tuan Rumah Lokakarya GERMAS, Hendi Tegaskan Komitmen di Sektor Kesehatan