- Pertemuan Tanpa Orgasme (Antiklimaks) Mega-Prabowo (1)
- Assalamu’alaikum Kang Dedi Mulyadi
- Mengapa Anda Jahat Pada Rakyat?
Baca Juga
Duet kepemimpinan Ahmad Luthfi – Taj Yasin hadir dengan segudang harapan. Sejumlah pekerjaan rumah yang ditinggalkan Ganjar Pranowo menjadi tantangan tersendiri. Jawa Tengah harus diakui menjadi provinsi paling miskin di Jawa. Kontroversi ini pernah menggema riauh tatkala mantan calon Presiden usungan PDI Perjuangan menjabat sebagai Gubernur. Karenanya berupa-rupa kritik datang bertubi yang dialamatkan ke Ganjar Pranowo.
Kontroversi yang menguat ketika itu, antara lain, ketertinggalan sektor infrastruktur. Puan Maharani, Ketua DPP Partai Moncong Putih bahkan sempat menghardik sang gubernur (Ganjar Pranowo) “Ke mana saja? Dua periode memimpin Jateng, namun kekeringan di depan mata dibiarkan saja.” Kritik itu disampaikan ketika meresmikan pembangunan instalasi air di daerah terpencil di Wonogiri.
Selain infrastruktur yang senjang, handicap lain yang menjadi stigma Jateng adalah sektor olah raga. Di era Ganjar memimpin Jawa Tengah prestasi olah raga berada di titik nadir. Tolok ukurnya prestasi di PON XX Tahun 2020, dan PON XXI di Aceh – Sumut. Di dua ajang multievent olah raga itu Jawa Tengah terlempar ke luar dari cluster hegemonik, yakni lima besar nasional. Jangankan memperbaiki posisi bersaing dengan Jatim dan Jabar, tragis prestasi Jateng disodok provinsi lain.
Sektor Pariwisata
Sektor Pariwisata mengalami nasib tak kurang sama. Potensi-potensi yang notabene merupakan destinasi superprioritas, seperti Borobudur yang notabene ada di perut Jawa Tengah tersendiri, namun lebih banyak DI Yogyakarta yang mendapatkan manfaatnya. Wisatawan yang datang, baik domestik, maupun mancanegara menjadikan Borobudur tak lebih menjadi sekadar transit. “Karena mereka datang, menginap, dan belanja di Yogyakarta, ke Borobudur itu hanya seperi mampir saja,’’ ujar Benk Mintosih, tokoh dan penggiat pariwisata.
Fenomena itu, tambahnya, adalah nestapa ganjil yang bagaimana pun menuntut stakeholder dan pemangku kebijakan di Jateng untuk turun tangan, dan menjadikan prioritas. Namun, sejauh Ganjar Pranowo menjadi Gubernur Jawa Tengah terobosan itu nyaris tidak ada. Yang ada adalah sang gubernur memilih mantan Direktur BPD Yogya menjadi Dirut Bank Jateng oleh sejumlah penggiat lembaga swadaya masyarakat banyak disesalkan.
Ronny Maryanto, Sekretaris KP2KKN Jateng, termasuk yang keras mengkritik kebijakan Supriyatno mensponsori kegiatan pentas musik internasional di kawasan Candi Borobudur ketika itu.
Notifikasi di atas adalah realitas yang perlu menjadi program prioritas Ahmad Luthfi-Taj Yasin. Menilik anatomi duet sang gubernur (Ahmad Luthfi) semestinya dapat lebih trengginas alias ‘Sat Set’. Sang Wakil Taj Yasin adalah sekondan Ganjar karena dia notabene adalah Wakil Gubernur ketika Ganjar memimpin Jateng periode kedua.
Raperda SOTK (Struktur Organisasi Dan Tata Kerja)
Karenanya, ke depan akselerasi dan koordinasi SDM dengan evaluasi OPD menjadi prioritas tersendiri dengan mengedepankan kompetensi serta profesionalitas. Langkah Gubernur menuntaskan konsolidasi Bank Jawa Tengah menjadi torehan positif. Karena sebagai pilar penyangga ekonomi di Provinsi Kepodang keberadaan Bank Jateng cukup sentral. Dengan begitu langkah Ahmad Luthfi oleh beberapa kalangan seperti Prof Dr Nugroho SBM dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Undip, dinilai cukup strategis.
Akademisi dan pengamat politik dari Fisip Undip Yuwanto PhD menumpukan harapan serupa. Dia mendorong Ahmad Luthfi-Taj Yasin tidak perlu berlama-lama mengkonsolidasi penataan OPD. Tarik menarik Raperda SOTK yang kini sedang bergulir di Gedung Berlian perlu melibatkan stakeholder dari Koalisi Masyarakat Sipil, dan juga akademisi. Bahwa sebagai produk politik untuk menjadi Perda legislatif mempunyai peran sentral, tetapi akses publik perlu diberi ruang seluas-luasanya.
Yuwanto mengingatkan konsolidasi di sektor ini perlu mengedepankan prinsip-prinsip meritokrasi birokrasi. Artinya campur tangan secara berlebihan dengan memberi ruang untuk membawa legacy kepentingan politik harus dilakukan secara proporsional. Sebab jika berlebihan akan menjadi boomerang bagi pengejawantahan di lapangan. Bukan itu saja Yuwanto mengingatkan, pembahasan Raperda SOTK jika tidak memberi ruang pada prinsip-prinsip meritokrasi atau merit system birokrasi justru akan menjadi bom waktu.
Posisi Sekretaris Daerah
Pengalaman periode Ganjar dua periode lalu perlu menjadi pelajaran berharga. Posisi Sekretaris Daerah (Sekda) yang secara fungsional menjadi pengendali birokrasi adalah garda terdepan agar akselerasi manajemen birokrasi dapat berjalan. Ganjar gagal melakukan konsolidasi birokrasi. Hal itu tampak melalui indikator riil yang dapat dibaca publik yakni relasi yang tidak sepenuhnya tune in dengan Sekretaris Daerah (Sekda).
Pergantian Prof Dr Ir Sri Puryono diakui atau tidak menyisakan residu psikologis. Apalagi pasca Sri Puryono, sang gubernur yakni Ganjar Pranowo beberapa kali melakukan bongkar pasang di posisi ini (Sekda). Kondisi ini melahirkan distorsi dalam implementasi kebijakan strategis. Aspek ini meski menjadi otoritas gubernur sebagai user, namun pada wajah yang lain publik akan melihat secaa lebh utuh Jawa Tengah ketika itu memang tidak baik-baik saja.
Dr Rukma Setiabudi, mantan Ketua DPRD Jawa Tengah yang kini banyak berhikmat di dunia sosial menyampaikan pesan serupa. Apalagi menurut tokoh senior dari Partai Banteng ini ke depan tantangan Jawa Tengah cukup berat. Persoalan ekonomi secara global dan juga nasional saat ini perlu penanganan secara tepat. Langkah atau kebijakan politik yang keliru rawan melahirkan implikasi secara sosial dan politik hang makin pelik. (bersambung) [R]
Jayanto Arus Adi adalah Wartawan Senior, Ahli Pers Dewan Pers. Aktif di Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) - Konstituen Dewan Pers, dan duduk sebagai Ketua Bidang Pendidikan dan Pelatihan. Memimpin MOJO (Mobile Jurnalis Indonesia), organisasi yang menaungi penggiat media berbasis Android. Mengelola RMOL Jateng, Media Online yang sangat berpengaruh di Jawa Tengah sebagai Pemimpin Umum dan Redaksi. Aktif juga di Satu Pena, Organisasi Penulis yang didirikan Deny JA. Mengajar Jurnalistik di beberapa Perguruan Tinggi. Di antara aktivitas tersebut aktif menjadi konsultan politik dan media.
- Bank Jateng Komitmen Dukung Program 3 Juta Rumah Untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah Dan Pekerja Informal
- Selain Embung Glebeg, Tim Polda Jateng Sidik 8 Proyek Jalan Di Rembang Yang Putus Kontrak
- Bupati Etik Adakan Pengajian Baitul Hikmah Dan Laporkan Penyaluran Zakat BAZNAS Sukoharjo