Doa Pagi Awal Bulan Juni: Soliloqui untuk Ganjar Pranowo

Hari terakhir Bulan Mei Lonceng waktu mengetuk semburat cakrawala iringi bulan berganti. Ya, 1 Juni. Inilah momentum sejarah Pancasila pusaka bangsa hadir


Aku teringat Sang Begawan Sastra Sapardi Joko Damono berkisah hujan bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni, dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu 

Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni, dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu 

Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni, dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu. 

Ah, ambo betapa indahnya

Saya bayangkan juga hari ini nun di Blitar sana

Beribu generasi berkhidmat juga

Memilin doa untuk Putra Sang Fajar  di bulan ini

Tidak saja redup, sayup syukur menggema

Lewat hujan dan awan, doa-doa ini berarak 

Mereka menuju muara Lazuardi abadi Indonesia Raya 

Wahai Presidenku, aku ingin kami menjadi kita untuk Indonesia Raya

Dialektika biarlah menjadi hukum

Tapi aku ingin bersaksi kau telah unjuk kerja dan berkarya 

Ya, manusia memang tak sempurna

Aku ingin kau tetaplah menjadi  pribadi sederhana

Ingat suatu waktu bersama Hadi Rudyatmo, susuri jalanan dari Solo ke Jakarta bersepatu ket Jokowi - Rudy naik mobil Esemka......

Sungguh duet yang padu 

Ahh,  kini dua pribadi itu masihkah bertautkan batinnya, seperti Munkar dan Nakir Atau Rokib Atit, bukan angkara murka dan Ratu Adil 

Jokowi-Rudy, adalah kisah hujan bulan Jun

Kisah Loji Gandrung, Pucangsawit, blusukan ke mana-mana,

Aku ikut mencium baunya 

Apakah pesan itu kau sampaikan juga pada Gibran Rakabuming Raka, anak muda yang cerdas? Tapi dia bukan kau, Jokowi

Tidak tahu, mengapa putramu sepertinya masih berjarak dengan rakyatnya, tidak seperti kau, jadi perlu lebih mengendap, ya membuat bening pikir dan langkah terduh.

Aku ingat pesan Puan Maharani, betapa kini pemimpin-pemimpin begitu memesona

Anggun, tampan dan ramah, sayang mereka mereka itu tak doyan kritik dan bisa jadi tak demokratis 

Di sini secara khusus ingin juga bertanya pada Ganjar Pranowo, adakah ruang indah di hatimu, seperti cerita lesehan di kos kosan Seroja dulu? 

Aaah,  pasti kau sudah lupa, masih adakah di hatimu sahabat- sahabat dekat, atau sosok yang tulus mendampingi mungkin juga membantumu

Dengan kata maaf, aku ingin tanyakan sekali lagi, masih adakah waktu untuk berbagi kabar dengan Agus Widyanto, wartawan senior berambut perak seperti dirimu, yang juga sahabat lama. 

Ada pepatah old friend never die, wahai Ganjar masih itu kau simpang di lubuk hati mu?

Atau pernahkah pagi-pagi menyapa lewat WA, pada seniormu Bapak Heru Soedjatmoko yang pernah menjadi pendamping sebagai Wakil Gubernur

Atau masih adakah di benakmu, nama Prof Ir Sri Puryono, MT, mantan Sekretaris Daerah Jawa Tengah? 

Adakah kenangan-kenangan menjadi catatan emas di hatimu, atau telah terlupakan…

Lewat sajak ini aku ingin titipkan pesan: Jadilah Ganjar Pranowo seperti yang dulu

Seorang gubernur yang bersahaja 

Aku ingin kau gagah di menara air yang menyejukkan, bukan menara gading yang menyilaukan

Aku ingin kau rendah hati sebagai anak desa

Ya pribadi yang madesan, ingat madesan bukan ndeso

Karena madesan adalah pribadi agung tanggung dan bersahaja

Berbudi bawa leksono

Bukan kampungan

Silakan tebar pesona tapi jangan jumawa

Nyinyir mendengar sentilan Mas Bambang Pacul dan  Mbak Puan padamu.

Ya, mereka bisa saja alpa, tapi pastilah tidak ada petir jika tidak mendung,  jadi kritik itu meski kau jadikan koreksi Jangan sampai berlarut dan Ibu Mega ikut terantuk hatinya

Wahai Ganjar takzim dan kembalilah pada mereka, Mbak Puan, Ibu Mega, Sri Puryono juga Heru Soedjatmoko

Ingat Ganjar, mereka adalah orang tuamu, restu mereka adalah ridlo Tuhan

Aku rela kau jadi Presiden jika pesan ini sudah ditunaikan

Hujan bulan Juni, bawalah asa dan harapanku pada sang calon Presiden.

Salam!

Jayanto Arus Adi, Pemimpin Umum RMOL Jateng, penggiat Kominitas Satu Pena Indonesia, Ketua Bidang Kerjasama JMSI - Jaringan Media Siber Indonesia.  

Tulisan ini adalah pendapat pribadi.