Catatan Jelang HUT ke-3 JMSI – Jaringan Media Siber Indonesia: Asa dan Oase Berkhidmat untuk Martabat Pers Indonesia

Era disrupsi menghadirkan peluang baru yang sebelumnya nyaris tertutup. Dunia siber adalah keniscayaan yang tidak bisa ditolak. Sandyakala media cetak yang riweh, berbiaya tinggi dan lamban sehingga tak kompetitif mampu digajul. Betapa tidak media online hadir dengan speed tinggi, fleksibel, dan mampu menerabas ruang dan waktu. Dia bahkan hadir hanya meninggalkan platform cetak, lantaran melalui teknologi streaming, media online sangat didgaya radio juga televisi dirangkum sekaligus.


Karena kedigdayaanya itu tak heran, media online menjadi jagal maut media konvensional, bukan hanya media cetak, televisi dan radio pun tak luput dibuat kelimpungan. Kisah ini seperti keajaiban yang dicapai Cina, Negeri Tirai Bambu itu membuat langkah ‘skakmat’, seperti bidak catur, Eropa dan Amerika tak luput dihajarnya. Singkat cerita dunia dikepung media online. Momentum digital telah menjadikan dunia benar benar berubah.

Indikator nyata data Dewan Pers, tentang jumlah media online fenomena yang terjadi, seperti jamur di musim penghujan pertumbuhan begitu drastis, yakni mencapai angkat 50 ribu lebih. Luar biasa. Angka itu jelas membawa konsekuensi, juga implikasi begitu jamak di jagad nyata. Persis seperti nasib transportasi konvensional akhirnya kukut digempur Gojek, atau perhotelan digebug Traveloka. Ya itulah fakta yang terjadi. Dunia berubah, disrupsi menghadirkan kejutan memicu gegar budaya di khalayak ramai.

Sandyakala lain, simak juga pernahkan terbayang Kantor Pos berdarah darah dibuatnya. Atau kita patut cermati, bagaimana Tokopedia, Shopee, dan Start up- start up lain begitu piawai menyisir lorong lorong kebuntuan. Orang tidak lagi perlu menunggu loper datang mengantarkan koran, karena lewat gadget berita berita aktual langsung tersaji, terkabarkan real time. Inilah yang membuat media konvensional di berbagai belahan dunia tumbang, sekarat, dan mati. 

Dalam situasi seperti itu,  JMSI lahir dan hadir. Momentum Hari Pers Nasional tahun 2020 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan menjadi tonggak sejarah. Rahiman Dani, dan Mahmud Marhaba bersama 21 perwakilan JMSI dari seluruh Indonesia mendeklarasikan wadah baru bagi jurnalis siber. Teguh Santosa Ketua Umum JMSI melegasikan spirit Banjarmasin agar selalu digelorakan. 

 JMSI didirikan untuk membantu terciptanya ekosistem pers yang sehat di Tanah Air. Saat ini merujuk data Dewan Pers 50 ribu lebih media massa berbasis internet, dan jumlahnya mungkin akan terus bertambah.

Karenanya peran JMSI sebagai rumah sekaligus oase bagi entitas media online harus diakui tidaklah ringan. Hetrogenitas SDM media siber dengan beragam strata dan kasta menjadi agenda strategis yang mesti ditunaikan. Kondisi riil di lapangan yang perlu menjadi concern stakeholder Pers Indonesia adalah dari sekitar 50 ribu lebih media online tersebut, belum seluruhnya terverifikasi, baik administrasi apalagi faktual.  

Itulah Pekerjaan Rumah -PR besar JMSI, meski di ranah ini ada asosiasi lain, yakni AMSI-Aliansi Media Siber Indonesia dan SMSI-Serika Media Siber Indonesia.  Sedikit menarasikan portofolio masing masing AMSI berkhikmat pada aspek penguatan profesionalisme wartawan dan kemerdekan Pers, SMSI menitikberatkan peningkatan kapasitas SDM-nya, dan JMSI mendedikasikan pada upaya membangun positioning secara corporatenya. 

Deskripsi di atas dapat dipahami JMSI memiliki peran cukup penting. Jagad media online di tanah air masih seperti belantara perawan. Pers sebagai manifestasi civil society belum lepas dari persoalan dirinya sendiri, baca urusan perut. Bagaimana mengajak prajurit teguh berperang ketika perutnya lapar. Aspek aspek fundamental inilah JMSI dituntut mampu membangun terobosan agar distorsi atas peran luhur sebagai agent of change, sosial control, dan pilar demokrasi tidak rentan tergadaikan, atau rapuh oleh berbagai jebakan kepentingan.

Peran Negara

Pers adalah pilar demokrasi. Negara yang kehidupan Pers-nya sehat, maka akan berelasi kuat pada proses demokrasi di negara yang bersangkutan. Melegasikan pada konteks ini negara mestinya memiliki obligasi dan andil pada kemerdekaan pers juga profesionalisme wartawan.  Sepanjang sejarah Indonesia negara belum mengambil peran signifikan pada peningkatan SDM Pers Indonesia.

Era Orde Baru media dikooptasi untuk kepentingan rezim. Peningkatan kapasitas jurnalis terkebiri secara ideal karena semata menjadi corong. 

Pasca reformasi kemedekaan Pers tumbuh. Hadirnya UU No 40 Tahun 1999 adalah manifestasi riil dan memiliki makna strategis. Namun sayang implementasi UU tersebut secara filosofis tidak menjangkau utuh pada peningkatan kapasitas wartawan. Capacity building yang mestinya negara hadir untuk menempa wartawan wartawan yang andal, terasah dan memiliki networking tangguh masih jauh api dari panggang.

Dewan Pers yang hadir memenuhi amanat konstitusi juga belum mampu menjawab tantangan fundamental. Dewan Pers mestinya dapat memposisikan diri seperti Komisi Pemberantasan Korupsi - KPK, artinya merepresentasikan Lembaga Superbody. Ketua Dewan Pers perlu memiliki legacy untuk berhubungan langsung dengan Presiden. Formula ini jangan ditafsirkan DP akan menjadi alat kekuasan, tetapi seperti KPK terkait policy budgeting harus ada mekanisme khusus.

Menjadi catatan saat ini adalah karena kebijakan penganggaran bernaung di bawah Kominfo, maka pola kerja Dewan Pers terlalu riweh pada urusan administrasi. Lebih tragis dan menjadi paradoks atas eksistensi lembaga yang notabene episentrum Pers Indonesia, namun pada realitasnya seperti macan ompong. 

Dalam beberapa hal menyangkut tupoksi yang diembannya Dewan Pers harus diakui terjebak pada fungsi Departemen Penerangan di era Orde Baru dulu. Verifikasi Perusahaan Pers yang menjadi mandat Undang Undang, yakni UU No 40 Tahun 1999 sampai detik ini masih menyisakan pekerjaan rumah tersendiri.

 Mekanisme verifikasi yang dilakukan Komisi Pendataan dan verifikasi Media perlu dilakukan evaluasi mendasar.

Saat ini dengan jumlah komisioner sembilan orang Dewan Pers tidak akan mampu menyelesaikan hingga periode pengabdiannya berkahir. Kecenderungan itu terus berlangsung dari periode ke periode. Sebagai gambaran, mengacu data yang ada, dengan 50 ribu lebih, dan media terverikasi belum ada 50 persen, maka masih ada sekitar 25 ribuan media yang belum berstatus. 

Jumlah tersebut meski dikejar sedemikian rupa pastilah tidak akan mampu. Jika demikian lantas siapa yang harus bertanggug jawab ketika masih banyak media yang berlum terverifikasi, apalagi jika pada mereka dilekati predikat abal abal.

Hal yang sama terjadi juga pada Uji Kompetensi Wartawan sebagai syarat untuk mendapatkan Sertifikat Kompetensi Wartawan. Secara nasional berupa puluh ribu warawan belum memiliki SKW – Sertifikat Kompetensi Wartawan. Merujuk pada data dan fakta tersebut Dewan Pers dan Pemerintah tidak bisa tinggal diam, namun harus ada upaya khusus mencari solusi. Kondisi inilah yang menjadi catatan dan rekomendasi bahwa negara belum hadir terkait upaya peningkatan SDM Wartawan.

Mengacu pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang intinya negara menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, maka di situ melekat tanggung jawab negara.

Pers yang meliputi media cetak, media elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan tersebut. Agar pers berfungsi secara maksimal sebagaimana diamanatkan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 kemerdekaan pers harus ada langkah langkah nyata. Fungsi maksimal itu diperlukan karena kemerdekaan pers adalah salah satu perwujudan kedaulatan rakyat dan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. 

Dalam kehidupan yang demokratis itu pertanggungjawaban kepada rakyat terjamin, sistem penyelenggaraan negara yang transparan berfungsi, serta keadilan dan kebenaran terwujud. Pers yang memiliki kemerdekaan untuk mencari dan menyampaikan informasi juga sangat penting untuk mewujudkan Hak Asasi Manusia yang dijamin dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.

Pers yang juga melaksanakan kontrol sosial sangat penting pula untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan baik korupsi, kolusi, nepotisme, maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu dituntut pers yang profesional dan terbuka dikontrol oleh masyarakat. 

Kontrol masyarakat dimaksud antara lain dijaminnya Hak Jawab dan Hak Koreksi, oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti pemantau media (media watch) dan oleh Dewan Pers dengan berbagai bentuk dan cara.  Untuk menghindari pengaturan yang tumpang tindih, undang-undang ini tidak mengatur ketentuan yang sudah diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. 

Kebebasan Pers

Indikator lain yang perlu menjadi telaah untuk melihat poret kemerdekan Pers di Indonesia adalah mengacu data Reporters Without Borders (RSF), sebuah LSM internasional dengan status konsultatif di Perserikatan Bangsa-Bangsa. RSF telah merilis Indeks Kebebasan Pers Dunia 2021, peringkat tahunan kebebasan pers yang mencakup 180 negara di seluruh dunia. 

Menilik rilis tersebut kemerdekaan pers Indonesia belum sepenuhnya bebas, sebab kategorinya adalah cukup bebas.  Hal itu tecermin dari Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) 2022 sebesar 77,88 poin. Skornya naik 1,86 poin dibandingkan setahun sebelumnya yang mencapai 76,02 poin. Kenaikan IKP tertinggi terjadi sebesar 4,71 poin pada 2019. 

Secara global,  peringkat kebebasan pers, yang paling unggul adalah  Norwegia, disusul Finlandia, Swedia, dan Denmark. Posisi Indonesia sendiri secara global berada pada posisi 124. Capaian itu secara sistemik tentu berangkai pada aspek aspek yang mengkait dengan rungsi Dewan Pers, dan juga kehadiran negara.

Artinya secara faktual ikhtiar untuk meningkatkan kapasitas SDM dan penguatan kelembagaan media, melalui verifikasi perusahaa media memiliki urgensi khusus. Karena merujuk angka statistik bahwa masih banyak wartawan yang belum memiliki SKW-sertifikat kompetensi wartawan dan  lolos verifikasi secara kelembagaan berelasi erat dengan produk jurnalistik itu sendiri. 

Buruknya pers tidak hanya menjadi penanda demokrasi yang rapuh, tetapi spirit civil society pasti akan terus tergerus. Di sinilah, maka harus menjadi kesadaran inheren seluruh pemangku kebijakan yang menyangga kehidupan pers Indonesia terkait SKW dan verifikasi perusahaan adalah mutlak tidak bisa ditawar tawar lagi. Dua aspek di atas berelasi dengan standar kualitas dan legal standing atas eksistensi media itu sendiri.

Kontribusi JMSI 

Adalah tugas asosiasi atau institusi, seperti JMSI dapat mengemban amanah yang berat ini. Berat tetapi mulia. Merujuk data sampai detik ini media yang belum melaksanakan amanat Dewan Pers, maka dapat dibayangkan bagaimana kualitas Pers kita. 

Jaringan Media Siber Indonesia sebagai anak bungsu konstituen Dewan Pers ibarat anak ajaib. Menatap rentang pengabdian masa tiga tahun adalah usia yang masig terlalu belia. Namun usia apalagi dikaitkan dengan produktivitas dan prestasi umur tidak dapat menjadi legacy utuh. Secara personal banyak contoh pemimpin menjadi matang oleh tempaan dan kesempatan yang diraih. Secara institusi kita juga dapat melihat prestasi mengagumkan karena lompatan ide yang smart disertasi komitmen dan disiplin tinggi.

 Singapura, Korea Jepang dan Cina merupakan testemoni sukses karena keteguhan visi diramu disiplin yang tidak bisa ditawar tawar. 

Kita perlu belajar dari Cina, mereka mewujudkan mimpi lewat pertaruhan berdarah dengan sumpah mati disiplin adalah kunci. Konsisten menjalankan agenda agenda revolusi menjadi manifestasi Cina menguasai dunia.

Estafet dan alih generasi yang mulus dari Deng Xiao Ping, ke Zhu Rongji dan kini tampuk ada di tangan Xi Jingping mampu menghantarkan Cina jadi jawara dunia. Eropa dan Amerika mencapainya dalam kurun 300 tahun, tetapi Cina mampu mewujudkan hanya dalam waktu 30 tahun .Narasi tentang Cina meski tak serupa persis, namun spiritnya menginspirasi temen temen JMSI. Teguh Santoso sebagai lokomotif mampu menjadi motor pergerakan. 

Untuk diketahui,  CEO RMOL ID ini termasuk inisiator lahirnya SMSI-Serikat Media Siber Indonesia. Teguh sempat menahkodai SMSI. Namun mantan Ketua Bidang Luar Negeri PWI Pusat memilih mundur oleh sebab sebab yang sudah tidak relevan diungkap di sini.

Yang jelas 8 Februari 2020 di Banjarmasin, Kalsel Teguh ikut menjadi pioner lahirya JMSI. Punya pengalaman membidani lahirnya SMSI Teguh tak butuh waktu lama menjadikan JMSI eksis. Luar biasa hanya dalam kurun waktu dua tahun Teguh mampu mengawal skuad JMSI  menjadi konstituen Dewan Pers. Tentu dia tidak mungkin bekerja sendiri, ketika itu ada Rahiman Dani, sekarang menjadi Wakil Ketua Umum dan Mahmud Marhaba di posisi Sekjen yang turut menjadi tandem. 

Kini kiprah JMSI di bawah kepemimpunan Teguh memasuki tahun ketiga. Berbekal pengalaman dan jam terbang yang dimiliki Teguh ingin membawa asosiasi ini lebih percaya diri. Agenda strategis yang diusung menjadi program unggulan adalah sertifikasi media. Program ini dapat menjadi portofolio JMSI sebagai rumah bagi pemilik perusahaan media siber. 

Spirit abadi yang dicanangkan mengiringi lahirnya JMSI, yakni Deklarasi Banjarmasin akan selalu dibawa. JMSI bertekad menjadikan organisasi perusahaan pers ini sebagai sebuah cara yang pantas untuk menyikapi tantangan besar yang tengah dihadapi masyarakat pers khususnya dan bangsa Indonesia secara umum. Dinamika dan turbulensi yang mengguncang organisasi ini bagian dari proses seleksi alam.

Seperti Zhu Rongji, dia teguh dan tegas menegakkan marwah rekvolusi Cina. Teguh Santosa barangkali mendapat inspirasi juga dari pergulatannya dengan tokoh tokoh revolusioner dari berbagai belahan dunia, seperti Ernesto "Che" Guevara. Aktivis pejuang revolusi, dokter, penulis, pemimpin gerilyawan, diplomat, dan pakar teori militer asal Argentina nyaris mewarnai kiprah Teguh Santosa.

Bukan sebuah kebetulan JMSI mampu menjadi konstituen Dewan Pers cukup dalam kurun waktu dua tahun. Kini pria kelahiran 30 Juli 1975 yang pernah menjadi duta putri Proklamator RI, yakni Rachmawati Soekarno putri bertandang ke Korea Utara Oktober 2015 silam. Teguh menyerahkan “Star of Soekarno” untuk Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un yang diterima Presiden Presidium Majelis Tertinggi Rakyat Korea Utara, Kim Yong Nam.

Ya, momen serupa juga bukan sebuah kebetulan. Sesuai namanya dia pribadi yang ‘Teguh’.  Menuntaskan jejak pengabdiannya menahkodai JMSI asa yang dicuatkan, JMSI dapat kukuh menjadi asa dan oase berkhikmat untuk martabat Pers Indonesia. Dirgahayu JMSI – Jaringan Media Siber Indoneia.

Drs Jayanto Arus Adi, MM

Pemimpin Umum RMOL Jateng, Direktur JMSI Institute, Ketua Bidang IT PP JMSI, Ahli Pers Dewan Pers, Konsultan Media dan Komunikasi, dan Mahasiswa Program Doktoral Manajemen Kependidikan Universitas Negeri Semarang.