Meski raganya telah tiada hampir lima abad silam, pemikiran, karya dan syiar Sunan Kalijaga tetap menginspirasi sekaligus menjadi suluh atau ‘englightening’ bagi kita. Rahmatan lil alamin.
Sosok yang juga disebut sebagai Sang Jaga Kali adalah seorang wali, filsuf, budayawan, juga seniman yang memiliki kharakter kuat. Menyumbang dan berkontribusi besar peradaban Islam, bahkan peradaban secara universal.
Terlahir membawa darah biru, namun keberpihkan dan kepedulian pada kelompok marginal begitu nyata. Syiar dan keteladanannya tetap menjadi enigma yang menginspirasi umat.
Dunia tidak akan pernah melupakan sosok besar ini. Ibarat mata air dia adalah sumber energi semakin didulang pancarannya justru bertambah dahsyat.
Malam ini, Minggu (16/6) Sunan Kalijaga seperti terlahir kembali. Manusia dari berbagai lapisan meriung, membahana menjadi satu. Gema shalawat, dan takbir menyatu bersama lantunan kidung kidung karya Sunan Kalijaga. Demak bertakbir, Demak bershalawat dan Demak bersenandung dalam lantunan Kidung.
Menyaksikan prosesi sejak dari siang, berbagai elemen bergotong royong untuk menghadirkan hajatan yang luar biasa. 99 tumpeng ‘Raja Kaya’ yang khusus diracik dari hasil bumi Demak, sayur dan buah buahan menjadi manifestasi simbolis berucap syukur.
Total jendral buah dan sayur yang dipersiapkan menjadi suguhan untuk khalayak yang turut berkhikmat acara ini mencapai lebih dari satu ton.
"Tumpeng 99 ‘Raja Kaya’ menjadi manifestasi kami, manifestasi kita mensyukuri karunia Allah SWT, sekaligus ikhtiar menyalakan pelita ajaran beliau (Kanjeng Sunan Kalijaga). Kami yakin beliau beliau (Kanjeng Sunan Kalijaga dan Kanjeng Sultan Fatah) tahu apa yang terkandung maksud dari ikhtiar ini," urai KH Afief Mundzir, Kepala Kantor Kementerian Agama Demak inisiator Tumpeng Raja Kaya 99, semalam.
Gerebeg tahun ini berbeda dari tahun tahun sebelumnya. Semangat menghadirkan kolaborasi diracik sedemikian rupa. Pemerintah Kabupaten Demak diujung tombaki Dinas Pariwisata bersinergi dengan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Demak, dan Kasepuhan Kadilangu. Hadirnya Tumpeng Raja Kaya 99 dan Ancakan 521 merupakan buah unjuk gawe bersama di atas.
"Tumpeng Raja Kaya 99 diinisasi Kantor Kementerian Agama Demak, sedang Ancakan 521 menjadi racikan dari Kasepuhan Kadilangu," kata Endah Cahya Rini, Kepala Dinas Pariwisata Demak yang menjadi leading sektor acara ini usai mengikuti prosesi arak tumpeng dan menikmati ‘Ancakan’.
Prosesi Grebeg Besar
Semua khalayak hadir, sejak awal prosesi dimulai dari Pendopo, kemudian rombongan berjalan kaki menuju Masjid Agung Demak dan sebagai pamungkasnya di Ndalem Notobraten Kadilangu.
Sungguh aura khikmat memayung bumi Demak dan semua kuyub menemalikan ikatan bathinnya dengan Sang Founding Father Sunan Kalijaga. Semua pemangku kebijakan yang merupakan stakeholder Kota Wali Demak hadir membersamai perhelatan khusus ini.
Srikandi Demak, Bupati dr Hj Esti’amah SE tampak suntuk menyapa tetamu yang hadir. Sementara itu dari Kasepuhan Kadilangu H H Mohammad Cahyo Iman Santoso tak lupa membersamai sejumlah tokoh yang hadir di Ndalem Notobratan. Acara demi acara dan prosesi yang berlangsung semalam terasa begitu rancak pada puncak kebeningan hening yang membumbung ke langit. Harapannya segala ikhtiar dunia terangkai dengan takdir sang penguasa langit.
Lir ilir, lir ilir
Tandure wis sumilir
Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar
Cah angon-cah angon
Penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu penekno
Kanggo mbasuh dodotiro
Dodotiro-dodotiro
Kumitir bedhah ing pinggirar
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore
Mumpung padhang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Yo surako
Surak iyo….
Mengiringi perhelatan menapak, sayup sayup lirih tetapi begitu terasa lantunan kidung di atas membahana. Karya yang begitu agung.
Sejenak kita menepikan bathin, betapa sebagai maestro Kanjeng Sunan Kalijaga begitu dalam olah karsanya. Memaknai kata demi kata mengkristal penghayatan yang dalam dan impresif.
Karenanya terus menjaga pelita dan nyala api keteladanan yang beliau ajarkan menjadi asa yang bijak. Demak akan menapaki kembali kejayaan tatkala spirit luhur yang telah disemai berabad abad silam dapat direvitalisasi kembali.
Ikhtiar menghadirkan Tumpeng Raja Kaya 99 dan Ancakan 521 menjadi sebuah investasi spiritual yang harus senantiasa diusung dengan segenap jiwa raga.
"Jangan pernah menilai secara nominal untuk sebuah langkah membangun peradaban. Semoga setiap gerak mereaktulisasi keteladanan dan syiar belia (Sunan Kalijaga) akan melahirkan manfaat serta keberkahan yang berlipat," pesan KH Afief Mundzir yang juga Ketua BKM Demak.
Secara khusus Afief juga mengungkapkan tidak ada niatan lain dari semua ikhtiar ‘nguri nguri’ hajad luhur ini, kecuali sebentuk wasilah kepada Sang Wali, Sunan Kalijaga.
"Beliau telah meninggalkan kita, menjadi syuhada atas Bumi Demak Bintoro berates tahun lalu, tetapi keberkahan begitu luas melimpah pada kita," paparnya.
Artinya gotong royong secara lahir bathin dengan penuh ketakziman adalah sebagai wasilah di atas.
Namun dalam konteks membangun peradaban, semoga menjadi momentum renaissance bagi kebangkitan bersama kepada MURI kita layak memberikan sematan apresiasi yang tinggi.
"Terima kasih kepada MURI untuk pencatatan sebagai sebuah prestasi edukatif. Semoga capaian capain ini dapat menjadi duta peradapan ke depan," imbuh orang nomor satu di jajaran Kantor Kementerian Agama Demak ini.
Sosok Lengkap Sunan Kalijaga
Terlahir sebagai putra bangsawan, artinya berdarah biru Sunan Kalijaga bernama asli Raden Mas Said. Dia merupakan putra dari Adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta (Raden Sahur) dan Dewi Nawangrum.
Tahun kelahirnnya secara pasti masih menjadi perdebatan sejarah, namun menurut sumber Pustaka yang ada Sunan Kalijaga lahir sekitar tahun 1450 M, Sunan Kalijaga suka melakukan perjalanan atau kelana.
Dalam kelananya itulah beliau bertemu dengan Sunan Bonang hingga menjadi muridnya. Sunan Bonang adalah seorang wali yang juga putra Sunan Ampel. Sunan Bonang lah yang membimbing Raden Said menjadi seorang muslim yang kaffah.
Bukan itu saja, Raden Said juga menjelma menjadi seorang ulama besar yang bijaksana. Namanya pun berubah menjadi Sunan Kalijaga setelah bertapa tiga tahun di pinggir sungai. Bertapa atau laku tersebut merupakan perintah dari Sunan Bonang sekaligus merupakan ujian.
Setelah menjadi Wali, Sunan Kalijaga berdakwah dengan cara kreatif. Ia tidak memaksakan syariat Islam secara keras.
Sebaliknya, ia menggunakan pendekatan yang lembut, bijaksana, dan menyentuh hati. Sunan Kalijaga menghormati budaya lokal dan mengadaptasinya dengan nilai-nilai Islam.
Lagu atau tembang suluk Llir ilir dan Gundul-gundul Pacul juga dianggap sebagai hasil karya seni Sunan Kalijaga. Ia menggunakan wayang, gamelan, tembang, dan tari sebagai media dakwah.
Sejumlah ahli sejarah mengungkap, beliau tokoh mumpuni baik di bidang politik, arsitektur, ahli strategi (militer).
Menurut sejumlah sumber pernah menikah, di antaranya dengan Retna Siti Jainah putri dari Sunan Gunung Jati, dan terlahir seorang putra Pangeran Panggung.
Namun sumber lain mengungkapkan, pernikahannya dengan Dewi Sarah binti Maulana Ishaq. Pernikahan dengan Dewi Saah dikarunia tiga anak, yakni Raden Umar Said (Sunan Muria), Dewi Sofia dan Dewi Rukayah.
Ikhwal yang menarik tentang biografi Sunan Kalijaga adalah tentang sebutan sebagai Sunan Kali.
Riwayat itu berhubungan dengan pendapat yang berkembang dari kalangan Kejawen, penganut Jawa mistik. Konon pada suatu waktu Sunan Kalijaga pernah disuruh oleh Sunan Bonang untuk bertepi di kali selama tiga tahun.
Tokoh kharismatis ini mangkat atau meninggal dunia tahun 1580 M karena sakit. Sejatinya, tidak ada keterangan pasti waktu Sunan Sunan Kalijaga wafat. Namun, menurut sejarawan Sunan Kalijaga wafat sekitar tahun 1580 M, karena sakit.
Tentang kapan wafatnya, setidaknya ada tiga versi, Pertama, Sunan Kalijaga berumur 142 tahun. Lahir pada tahun 1450 M dan wafat pada tahun 1592 M. Ini adalah perkiraan berdasar buku berjudul Sunan Kalijaga (Raden Said) karya Yoyok Rahayu Basuki.
Kedua, usia Sunan Kalijaga adalah 139 tahun. Ia lahir pada 1430 dan wafat pada 1549 M. Perkiraan ini berdasarkan buku berjudul “Sunan Kalijaga dan Mitos Masjid Demak” karya Dr Fairuz Sabiq.
Ketiga, Sunan Kalijaga berumur lebih dari 200 tahun. Dasarnya adalah catatan Babad Tuban. Catatan menyebut, Sunan Kalijaga pernah bertemu dengan Raja Majapahit terakhir, Prabu Brawijaya V.
Terdapat dua pendapat tentang lokasi makam Sunan Kalijaga. Ada yang menyebut makamnya di Demak, Jawa Tengah dan ada juga menyebutkan berada di Cirebon, Jawa Barat, karena dulu beliau pernah tinggal di Cirebon semasa hidupnya.
Sejarawan dan peneliti tentang Wali di Indonesia, DR Sariat Arifia mengatakan, berdasarkan risetnya Kadilangu Demak adalah tempat beliau dimakamkan. Sunan Kalijaga wafat setelah menyelesaikan pembangunan Masjid Agung Demak.
Ia dimakamkan di Kadilangu, yang menjadi bukti bersatunya para ulama dan umara. Kadilangu dan Masjid Agung Demak seakan tak terpisahkan dengan sejarah Islam di Jawa.
Munculnya kontroversi tentang makam terjadi karena persoalan politik, dan upaya penyesatan yang sengaja dilakukan sejumlah pihak, utamanya pemerintah kolonial Belanda.
Sejarah Indonesia sendiri banyak dikacaukan oleh keterangan yang dilakukan Snouck Hourgrunhe. Orientalis ini sengaja diberi tugas pemerintah kolonial menyebarkan dan membuat opini yang tidak sesuai dengan fakta, untuk kepentingan mereka.
Jayanto Arus Adi Adalah Wartawan Senior, Ahli Pers Dewan Pers juga Pemimpin Umum dan Redaksi RMOL Jateng. Aktif di Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) duduk sebagai Ketua Bidang Pendidikan dan Litbang. Seorang akademisi, dosen di berbagai perguruan tinggi di Jawa Tengah. Saat ini sedang menempuh program doctoral di Program Pasca Sarjana Universtias Negeri Semarang (Unnes). Tulisan merupakan opini atau pendapat pribadi, tidak mewakili lembaga dan institusi di atas.
- Wisma Mustika Sembilan Andalan Peziarah Sunan Kalijaga
- Makam Sunan Kalijaga Tembus Top 10 Destinasi Wisata Lebaran
- Kejaksaan Negeri dan Kantor Kemenag Demak Lakukan MoU Bersama