DPRD: Jika Tidak Ada Solusi, Pengangkatan 2.953 PPPK Membuat Beban APBD

Sebagian PPPK Pada Jajaran Pemkab Rembang Yang Sudah Menerima Surat Keputusan (SK). Yon Daryono/RMOLJawaTengah
Sebagian PPPK Pada Jajaran Pemkab Rembang Yang Sudah Menerima Surat Keputusan (SK). Yon Daryono/RMOLJawaTengah

Rembang - Belanja pegawai di jajaran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rembang yang sudah melebihi 30% dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) bisa menjadi bom waktu.

Apa lagi, jika nanti ditambah pengangkatan 2.953 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang saat ini masih dalam proses seleksi, kemungkinan APBD II Rembang jebol.

Selain potensi beban APBD, Pemkab juga terancam sanksi karena belanja pegawai melebihi ambang batas 30% dari ketentuan.

Anggota DPRD Rembang Puji Santoso saat dikonfirmasi RMOLJateng Selasa (07/05) membenarkan kondisi di atas.

Politikus Gerindra itu menyatakan, belanja pegawai di Kabupaten Rembang saat ini sudah mencapai 39,5% dari APBD sekitar Rp1,9 triliun - Rp2 triliun.

Angka tersebut semakin mengkhawatirkan dengan adanya seleksi PPPK saat ini yang jumlahnya mencapai 2.953 formasi.

Jika jumlah tersebut diangkat seluruhnya, presentase belanja pegawai diprediksi bisa mencapai 46% dari APBD. Sebab jika PPPK sebanyak itu diangkat semua akan menelan dana sekitar Rp240 miliar per tahun.

"Saat ini belanja pegawai sudah mencapai 39,5%. Sehingga beban keuangan daerah sangat berat. Belum lagi jika nanti ditambah jika PPPK hasil seleksi saat ini, diangkat. Maka baban itu makin berat. Sebab gaji dan tunjangan PPPK baru sekitar Rp140 miliar, sehingga jumlah belanja pegawai mantinya akan mencapai antara Rp600-Rp700 miliar," terang Puji Santoso.

Oleh karena itu, imbuh Puji, Pemkab harus bisa menekan posisi alokasi anggaran untuk belanja pegawai tersebut dalam waktu dua tahun. Jika tidak, akan ada sanksi dari pusat.

Puji Santoso menjelaskan, prosentase belanja pegawai yang sudah mencapai 39,5% dari APBD itu sudah Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).

Dalam regulasi tersebut disebutkan  pembatasan proporsi belanja pegawai maksimal 30 persen dari total belanja pemerintah daerah.

”Implementasinya diberi waktu lima tahun sejak diundangkan. Yaitu tahun 2027,” jelasnya.

Apabila sampai tahun 2027, Pemerintah Kabupaten Rembang belum bisa memenuhi amanah Undang-undang HKPD, maka akan ada sanksi yang diberikan.

"Dalam Undang-Undang itu disebutkan sanksinya antara lain penundaan dan atau pemotongan dana transfer ke daerah yang ditentukan penggunaannya," jelasnya.

Proporsi belanja pegawai itu bisa ditekan, salah satunya dengan cara menaikkan pendapatan. Hanya saja, Puji pesimistis dengan opsi ini. Sebab, jika harus menggenjot  Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka yang terkena dampaknya juga masyarakat.

"Saat ini PAD Rembang hanya sekitar Rp360 miliar sampai Rp400 miliar. Artinya baru 20 sampai 25% dari APBD kita. Sementara dari Pemerintah Pusat menghendaki adanya kemandirian daerah," katanya.

Puji mengakui, hal ini menjadi buah simalakama bagi Pemkab Rembang. Satu sisi pemerintah pusat memerintahkan Pemkab Rembang untuk pengadaan atau mengangkat PPPK untuk mengisi kekurangan pegawai, namun perintah itu tidak diikuti dengan penambahan atau kenaikan dana transfer.