GMPK Dorong Kejari Semarang Perdalam Kasus Pungli BPN

Dewan Pembina Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Kota Semarang, Theodorus Yosep Parera mengapresiasi tindakan Kejaksaan Negeri Semarang yang  menetapkan Windari Rochmawati sebagai tersangka atas penangkapan di kantor BPN Kota Semarang.


Yosep mengungkapkan, dalam perkara ini, perlu dilihat kembali apakah kasusnya masuk ke ranah gratifikasi, pungli atau pemberian suap.

Kalau gratifikasi, lanjutnya, maka pejabat terkait memiliki waktu 30 hari untuk melaporkan ke KPK, dengan demikian penanganan perkara untuk ketiganya bisa premature. Berbeda lagi kalau suap dan pungli.

Yang jelas mau Rp 1 jutaan sekalipun tetap bisa diproses sidang, hanya saja biaya sidang memang lebih mahal daripada barang bukti yang diamankan. Cuma keuntungannya para pelaku atau yang ingin melakukan tidak mengulangi perbuatannya," katanya saat dihubungi, Senin (12/3).

Lebih jauh, Yosep menilai, seharusnya tiga orang yang sempat diamankan bisa saja ditetapkan sebagai tersangka. Hal itu terpenuhi kalau, ketiganya benar-benar turut terlibat pada saat penangkapan awal dengan barang bukti uang Rp.32,4 juta.

"Kalau sudah terpenuhi unsurnya, Kejari harus tindak cepat," tegasnya.

Perlu diketahui, penangkapan itu berdasarkan surat perintah penyelidikan No: 593/O.3.10/Fd.1/02/2018 tertanggal 28 Februari 2018. Dalam penangkapan tersebut, Kejaksaan Negeri Semarang mengamankan Windari Rochmawati, S, F, dan J. Setelah dilakukan pemeriksaan, Windari Rochmawati resmi ditetapkan sebagai tersangka sementara ketiga lainnya sebagai saksi.

Atas kasus dugaan pungli dan suap pengurusan dokumen pertanahan di BPN Kota Semarang tersebut untuk Windari dijerat dengan pasal 12 E dan 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor.