Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memeriksa Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol. Iqbal Alqudusy yang membuka ke publik informasi dalam BAP korban pemerkosaan R di Boyolali, Jawa Tengah. Sebab, penanganan hukum berupa penyelidikan dan proses pemeriksaan masih berjalan.
- Ditresnarkoba Polda Jateng Sita 1 Kg Sabu di Demak
- Dalam Waktu 20 Hari, Polres Batang Ungkap Enam Kasus Narkoba
- Warga Grobogan Asyik Judi Dadu Ditangkap Polisi
Baca Juga
Sehingga, dengan mencuatnya isi BAP sebagai sumber berita akan mengganggu proses penyidikan dan pengembangan kepada diduga pelaku tindak pidana. Apalagi, keterangan yang diberikan berakibat menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.
"Dengan kejadian ini, IPW melihat tindakan menyebar informasi keterangan dalam BAP perkara pemerkosaan atas Korban R adalah tindakan unprofesional dan unprosedural, yang sangat menyakitkan perasaan korban R sebagai masyarakat yang mengadu pada polisi. Oleh karena itu, tindakan Polda Jateng selain menjadikan korban R makin terpuruk juga menambah daftar catatan buruk terkait tagar #PercumaLaporPolisi," tandas Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangan tertulisnya.
Menurut Sugeng, dalam pernyataannya, Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol. Iqbal Alqudusy dengan tegas menyatakan Ditreskrimum Polda Jateng telah memeriksa pelapor R terkait pelaporan atas dugaan perkosaan yang dilakukan seseorang di Bandungan, pada Senin (24 Januari 2022). Disebutkan, dalam BAP yang bersangkutan mengakui mengarang cerita adanya pemerkosaan.
"Yang bersangkutan mengakui berhubungan dengan orang tersebut namun dilakukan atas dasar suka sama suka, juga sesuai dengan fakta dan hasil dari visum yang kita lakukan bahwa tidak ada tanda-tanda kekerasan di kemaluan si korban. Kemudian juga fakta-fakta dari CCTV baik itu di hotel maupun di luar hotel yang mengindikasikan bahwa yang bersangkutan itu sudah sangat mengenal kepada laki-laki yang dilaporkan sebagai tersangka pemerkosaan".
Pernyataan publik Kabid Humas Polda Jateng tersebut, disampaikan setelah korban R selesai diperiksa si unit PPA Ditreskrimum Polda Jateng. Tapi, keterangan Pers Polda Jateng ini telah diprotes dan dibantah oleh pelapor R dan kuasa Hukum R Hery Hartono melalui berita di www.cnnIndonesia.com, 26 Januari 2022 dengan judul: "Polisi Klaim Pelapor Perkosaan Boyolali Tak Dipaksa, Pengacara Bantah".
"Untuk itu, IPW melihat keterangan pers Kabid Humas Polda Jateng yang menyebut dalam BAP pemerkosaan dengan korban R ini adalah tindakan unprofesional dan unprosedural dengan alasan-alasan sebagai berikut: pertama, keterangan dalam BAP dalam proses penyelidikan adalah informasi yang bersifat tertutup apalagi terkait dengan kasus-kasus kesusilaan, terdapat kewajiban bagi polisi menyimpan rahasia terkait dengan tugas dalam jabatannya. Bahkan isi pernyataan pers tersebut dibantah oleh pelapor korban R sehingga menimbulkan kegaduhan/kontroversi," terang Sugeng.
Kedua, lanjut Sugeng, keterangan pers disampaikan sesaat pada hari yang sama, Senin 24 Januari 2022 setelah korban R diperiksa. Terlihat sepertinya ada kepentingan mendesak informasi tersebut harus disampaikan ke publik. Hal ini perlu dijelaskan kepentingan mendesak apa?
Ketiga, keterangan Pers ini akan berakibat menghambat dan menghalangi penyidikan karena dengan adanya keterangan pers tersebut ada potensi besar terlapor GWS akan mudah membantah dan berkelit setelah mengetahui keterangan pers yang berpihak pada terlapor. Sementara saat pernyataan pers ini dirilis terlapor belum diperiksa.
"Hal ini, dapat dinilai bahwa polisi telah berpihak pada terlapor sementara dalam kode etik profesi kepolisian terdapat larangan keberpihakan pada pihak-pihak yang berperkara," tandas Sugeng.
Keempat, kasus laporan pemerkosaan korban R masih dalam pendalaman pada tahap penyelidikan yang mana masih ada saksi saksi dan terlapor yg harus diperiksa. Sehingga dengan adanya pernyataan pers ini seakan-akan Polda Jateng telah menyimpulkan bahwa perkara pemerkosaan korban R adalah tidak benar.
Kelima, bahwa hak informasi atas hasil penyelidikan harus disampaikan pada pelapor/ korban melalui SP2HP. Sementara SP2HP tersebut belum diterbitkan, namun Polda Jateng sudah menyampaikan kepada publik lebih dahulu
"Dengan lima alasan ketidak profesionalan diatas, IPW melihat adanya pelanggaran terhadap Peraturan Disiplin Polri dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 dan juga pelanggaran etika yang diatur dalam Perkap Nomor 14 Tahun 2011. Oleh karena itu, IPW mendesak Kapolri menurunkan tim Propam untuk memeriksa Kabid Humas Polda Jateng Kombes Iqbal Alqudusy, Dirreskrimum Polda Jateng Kombes Djuhandani dan termasuk Kapolda Jateng Irjen Ahmad Luthfi agar kepercayaan publik yang sedang dibangun oleh Polri dapat terwujud," pungkas Sugeng.
Lapor LPSK
Sakit hati disebut mengarang cerita, R, warga Desa Simo Kabupaten Boyolali yang menjadi korban kasus pemerkosaan mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Didampingi pengacaranya Hery Hartono, korban R juga mengajak anak bungsunya yang masih balita tiba di Kantor LPSK Jakarta pada Senin (31/1) pukul 11.00 WIB.
"Iya hari ini kami ke LPSK mau minta perlindungan karena sudah disebut polisi Polda Jateng korban mengarang cerita. Apalagi BAP korban dibeberkan di saat proses pemeriksaan masih berjalan," ungkap Hery.
Hery juga menyatakan bila kondisi kliennya semakin trauma dan syok ketika Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Polisi Iqbal Alqudussy membombardir dengan mengirim rilis ke sejumlah media yang membeberkan isi BAP korban R yang menyatakan persetubuhan R dengan terlapor GWS didasari suka sama suka sehingga disimpulkan korban mengarang cerita.
"Trauma dan syok, itu kondisinya sekarang. Keluarga, orang tuanya juga syok. Ini yang tidak dilihat polisi, khususnya Kabid Humas, sama sekali tidak memahami korban rudapaksa", kata Hery.
Hal senada juga dilontarkan organisasi pemerhati perempuan Legal Resource Centre Untuk Keadilan Jender dan HAM (LRC-KJHAM) yang menyayangkan polisi terlalu dini mengambil kesimpulan dengan menyebarkan rilis ke sejumlah media.
Direktur Eksekutif LRC-KJHAM Nur Laila Hafidhoh menjelaskan bila kasus kekerasan seksual selalu berkaitan dengan relasi kuasa, kontrol pelaku terhadap korban. Untuk yang kasus rudapaksa Boyolali, korban yang tidak mengalami luka tidak bisa dianggap suka sama suka, apalagi di BAP tidak muncul kalimat tersebut. Oleh Nur disebut bila kondisi korban di bawah kendali atau kontrol pelaku sehingga korban tidak mampu melakukan penolakan.
"Banyak korban kekerasan seksual dalam kondisi begitu, di bawah kendali pelaku sehingga korban harus menerima perlakuan pelaku, tidak berani lapor, bahkan terjadi selama bertahun-tahun. Kalau kasus Boyolali ini malah berani lapor Polisi, pastinya ini serius dialami korban, jangan disebut mengarang cerita dong," kata Nur Laila.
Seperti diketahui, pada Senin (25/1) kemarin, Humas Polda Jawa Tengah menyebarkan rilis ke media terkait hasil penyidikan sementara kasus dugaan rudapaksa yang dilaporkan R, dengan terlapor WGS.
Dalam rilis yang disampaikan Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Polisi Iqbal Alqudussy menyebutkan bila pengakuan R di depan penyidik berbalik. Iqbal mengatakan bila dalam BAP korban R mengaku perbuatan intim yang dilakukannya dengan WGS yang sebelumnya dilaporkannya sebagai akibat pemerkosaan, diakuinya dilakukan karena suka sama suka. Iqbal juga menegaskan R tak bisa mengelak setelah penyidik Ditreskrimum Polda Jateng menyodorkan sejumlah bukti.
- Muncul Lagi Dan Tawuran, Belasan Kreak-Kreak Di Semarang Utara Dibekuk Polisi
- Asyik Cari Sabu di Rerumputan, Dicokok Polisi
- Dewan Press Dan JMSI Jateng Sepakat Usut Tuntas Perekayasa Informasi