‘’Lha Rak Tenan, Enak Zaman Ku To’’


Bung Karno mewariskan Tri Saktinya. Berdikari secara politik, mandiri secara ekonomi dan berkepribadian secara budaya. Itu sudah setengah abad lewat. Indonesia percaya diri, memimpin New  Emerging Force, memimpin gerakan nonblok, dan menjadi macan Asia Afrika.

Ibarat balap sepeda kita menkreate veldromnya sendiri. Jadi medan atau palagannya kita jualah yang menguasai. Kalau tidak, analoginya adalah, bisakah kita menjadi kepala rumah tangga, kemudian kita mengatur rumah tangga orang lain, meski itu tetangga sekalipun?! Kalau ada bilang bisa itu keblinger, ngawur, lebih konyol edan!

Seperti sekarang, globalisasi, demokrasi, itu ibarat permainan, merekalah yang menguasai medan!!. Ya jelas keblinger kita masuk arena (wilayah)  itu (orang lain). Demokrasi kita itu Pancasila, musyawarah mufakat, gotong royong. Mikul duwur, mendhem jero. Bukan, ‘asu gedhe menang kerahe’.

Jadi aneh bin keblinger malah juga kebablasan. Ini bukan demokrasi, tapi prima interpares, sopo siro, sopo inngsun. Bisakah demokrasi macam begini, ya pasti susahlah, jadinya maju tak gentar membela yang bayar.

Artinya ‘yak ono uwit, yak obos’ tidak ada uang tidak ada demokrasi. Bagaimana tidak, rakyat masih lapar, karena itu benahi ekonomi, tingkatkan kesejahteraan, hadirkan keadilan. Lha ini tanpa babibu kok ujug ujug demokrasi, apalagi reformasi.

Ya jelas keblinger. Apalagi UUD 45 pakai di amandemen jga. Wuaduh, ya ciloko. Boleh boleh  saja demokrasi, kalau Kota dan Desa bukan jadi antitesa atau sebuah diametral dari peradaban. Kalau sekarang, cobalah berkaca,masak Desa (orang desa) tiba tiba dipukul rata. Budaya Kota tiba tiba ditetapkan di Desa. Ya jelas keblinger. Ya kebabalasan, apalagi Indonesia, bagian  Barat disamarata dengan Timur.

Benar saja ada anekdot, ‘’Lha rak tenan, isih penak zamanku to…?”, kira kira begitu. Siapa pun lah, mau SBY, juga Jokowi, Prabowo juga mana tahan!!. Sistem politik yang acakadul begini ya kasihanlah Pak Presiden. Coba Pak Wapres diminta teriak teriak lagi, ‘’Pak Prabowo, Pak Prabowo, tenang saja, tenang saya sudah jadi Wakil Presiden’’. Pasti dijawab, preeeeet?!

Tidak bisa awur awuran, seperti di atas? Menilai, membandingkan prestasi masing masing ada tolok ukur dan metodenya tidak boleh ngawur. Waah ini keblinger. Nanti ada yang bilang, ‘’Pak Jokowi, yok ngono, padahal kalau tidak ada PDI Perjuangan kasiaan deeeh….’. Nanti dijawab, siapa hayo yang  bongkar Petral, BBM satu harga di Papua, juga infrastruktur gila-gilaan.

Ya nggak bisa main kayu begitu. Soal Gibran dan Boby Nasution biar saja.  Soal Politik Dinasti sudah tidak musim, jadi olok olok tidak mutu. Politik ya begitulah.

Rakyat sudah pinter. Biar saja mereka tanam porang dan majukan pertanian. Atau kalau mereka mau demo bareng anak anak SMK juga boleh saja. Lha wong demo sekarang juga dapat bayaran. Bos judi di Semarang malah membiayai demo para gangster, untuk mengalihkan isu. Maaf, mereka itu benar benar yang teriaknya ‘kaing kaing’ alias as…..??. Lha kelakuan mereka kayak hewan itu. Membiayai kok tawuran, hukumannya biar di-massa ramai ramai saja.

Sama dengan bos judol di Semarang, kelakuan tiga hakim di Surabaya yang membebaskan Edward Tanur pantas dibegitukan. Terima kasih, terima kasih Mahkamah Agung akhirnya membatalkan putusan PN Surabaya.

Pak Prabowo rakyat menunggu realisasi dari pidato yang membahana. Mantap Pak Prabowo, kita dukung, dan gas poll, juga cinta NKRI. Rawat persatuan dan semai terus kebersamaan. Jangan lagi mau jadi komoditas politik, jangan sampai terjadi Poso jilid 2, krisis Ambon jilid berikut. Atau mengadu Dayak dengan Madura. Keblinger ini.

Agama itu ibarat kendaraan menjadi  orang baik, tahu norma, agar masuk surga. Khan tidak ada agama mengajak berbuat jelek. Sudah.....,sudah tidak musim lah beda agama lantas bentrok, nggak keren. Sekarang Amerika sudah malu, karena kena getahnya sendiri. Dulu Pak Prabowo tidak diizinkan masuk Amerika. Apa tidak malu sendiri Amerika, hayoooo??.

Duuuh kok sudah nglantur ke mana mana. Tetiba saya pengin jadi Menteri membantu Pak Prabowo. Karena saya ingin menjadikan Indonesia berswasegalanya. Gak globalisasi gak pateken. Gak modern gak pateken. Eladalah kapir kapir saya malah keblinger sendiri. Malah kebablasan sendiri. Takbir takbir takbir.

Gedokbrak, astaghfirullah saya terbangun. Ternyata tadi mimpi buruk.  Bersyukur saya masih di desaku yang permai. Desa Kaliharjo, Kecamatan Kaligesing, Purworejo, Jawa Tengah, Indonesia, hidup Ganjar,  eeeh salah, Hidup Prak Prabowo…hehehe! Apa hubungannya ya??

Yaaaah namanya juga mimpi. Padahal di mimpi sudah jadi menteri dan kumpul bareng Bu Mega, Pak Jokowi, bahkan ada Kim Jong Un juga Donald Trump. Ciloko. Grag greg semua. Sontoloyo. Angel aturanmu. Hahahahah. Merdeka.

Jayanto Arus Adi, Wartawan Senior, Ahli Pers Dewan Pers. Saat ini aktif di JMSI Pusat (Konstituen Dewan Pers), duduk sebagai Ketua Bidang Pendidikan dan Litbang. Ketua Umum MOJO (Mobil Jurnalis Indonesia) organisasi yang berkhikmat pada peningkatan kapasitas penulis dan jurnalis dengan Mobilie Phone sebagai medianya. Melola RMOL Jateng, Political Online Media paling berpengaruh di Jawa Tengah sebagai Pemimpin Umum dan Redaksi. Aktif mengajar jurnalistik di beberapa perguruan tinggi. Selain menulis dan mengajar saat ini aktif sebagai Konsultan Media dan Politik.