Proses penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di era Presiden Joko Widodo dianggap semakin tidak jelas. Sebab, aparat penegak hukumnya tidak mau memberantas korupsi yang dilakukan oleh para calon kepala daerah dan atau para petahana yang masih bertarung selama proses Pilkada Serentak 2018 berlangsung.
- Kapolres Sukoharjo Siap Dukung Pendataan dan Deradikalisasi Eks Napiter
- Ponpes At Tauhid Sudah Terkenal Sejak Dulu Menjadi Tempat Penyembuhan Pengguna Narkoba
- Duh Ngerinya, Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan Meroket di Bumi Kartini Jepara
Baca Juga
Dengan sikap aparat penegak hukum Indonesia seperti itu, maka penegakan hukum dan pemberantasan korupsi dianggap hanya dagelan dan permainan semata.
"Kami mempertanyakan sikap aparatur hukumnya Presiden Jokowi yang seperti itu. Tindakan itu menciderai penegakan hukum dan menghambat pemberantasan korupsi di negeri ini. Kami melihat, justeru tindak pidana korupsi dilegalkan selama proses Pilkada Serentak. Sebab, money politics, penyelewengan anggaran dan penggunaan fasilitas negara akan kian massif dalam Pilkada. Pelanggaran demi pelanggaran dibiarkan tanpa proses hukum. Aneh sekali," jelas Koordinator Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum Veni Vidi Vici (LBH Vedici) Josep Pangaribuan di Jakarta, Jumat (16/3) seperti dilansir Kantor Berita Politik RMOL
Menurut Josep, para petinggi institusi hukum di Indonesia saat ini sudah sangat tidak tahu malu. Mereka Mempermainkan penegakan hukum demi memuluskan syahwat kekuasaanya dan melabrak berbagai ketentuan perundang-undangan.
"Lucunya negeri ini. Bisa pula pemberantasan korupsi dan penegakan hukum cuti demi Pilkada Serentak. Enggak beres nih aparat hukum seperti ini," ujarnya.
Dia menolak, adanya cuti atau penundaan yang diinginkan oleh aparat penegak hukum dalam memroses para koruptor yang diduga dilakukan oleh para pemain politik di tingkat lokal yakni para calon ataupun incumbent yang bertarung di Pilkada.
"Negeri ini kian ecek-ecek. Malu kita dengan sikap penegakan hukum yang dicuti-cutikan begitu. Itu harus ditolak. Proses pemberantasan hukum harus berjalan terus, mau Pilkada kek, mau Pilpres kek. Semua harus dibersihkan," ujarnya.
Justru, kata Josep, dengan dibiarkannya cuti proses hukum, maka membuka peluang dibiarkannya calon kepala daerah yang korup dan serakah itu berpeluang menang di Pilkada dan akan memuluskan aksi-aksi korupsinya di masa mendatang.
"Harus dihentikan dong. Justru mereka harus disikat dari sekarang, supaya yang terpilih menjadi kepala daerah nantinya bukanlah koruptor," pungkasnya.
Jaksa Agung Republik Indonesia HM Prasetyo menyampaikan, pihaknya tidak akan memroses para koruptor yang maju sebagai Calon Kepala Daerah dalam Pemilihan Pilkada Serentak 2018 ini. Penundaan proses hukum kepada para calon dan kepala daerah yang mengikuti Pilkada Serentak itu untuk menjaga kondusitivas politik di berbagai daerah.
Penundaan itu juga, dijelaskan eks politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu, selain untuk mendukung proses pelaksanaan Pilkada yang lancar, penundaan proses hukum kepada para calon kepala daerah yang sedang bertarung akan dilanjutkan setelah proses Pilkada Serentak selesai dilangsungkan.
"Ditunda pelaksanaan proses hukumnya. Nanti setelah Pilkada selesai ya proses hukumnya kita teruskan kembali," Kata Prasetyo, di kantornya.
Selain itu, dia menyampaikan bahwa proses hukum tidak akan berhenti, asalkan proses Pilkada sudah selesai terlaksana.
"Kedua, proses hukumnya bisa kita lanjutkan setelah Pilkada. Nanti setelah Pilkada selesai nanti proses hukumnya diteruskan kembali. Jadi ini selama Pilkada ditunda. Dengan dilakukannya penundaan ini, sekali lagi penundaan ya, bukan penghentian. Kiranya bisa dua-dua proses berjalan dengan baik. Proses pilkada bisa berjalan baik, dan nantinya setelah pilkada, proses hukumnya juga bisa berjalan baik," demikian Prasetyo.
- Oknum Dosen Diamankan Polisi
- Diwarnai Aksi Kejar-kejaran, Tim Patroli Perintis Presisi Samapta Polrestabes Semarang Amankan Puluhan Pebalap Liar
- Bocah Perempuan di Semarang Tewas Tak Wajar