Dewasa ini terjadi perdebatan tentang wisuda yang dilakukan dari tingkat sekolah TK hingga SMA. Padahal selama ini wisuda hanya dilakukan pada tingkat perguruan tinggi yang merupakan simbol kelulusan mahasiswa.
- UDINUS Siapkan Mahasiswa Terjun ke Kancah Internasional
- Wali Kota Semarang Nyatakan Kemungkinan Gelar PTM
- Buka Pameran Buku Big Bad Wolf Books, Taj Yasin: Membaca Buku, Mengasah Otak
Baca Juga
Pengamat Pendidikan Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata, Tukiman Taruno mengatakan akhir-akhir ini memang hampir semua jenjang satuan pendidikan mulai dari TK hingga SMA sederajat menyelenggarakan wisuda.
Namun hal tersebut justru menuai perdebatan dan banyak masyarakat yang melihat jika hal tersebut adalah bentuk pemborosan dan membebani sebagian orang tua.
Namun Tukiman justru melihat jika prosesi wisuda sebenarnya adalah keinginan dari orang tua.
Ia bahkan mencontohkan perdebatan tentang penerapan ranking walaupun di beberapa sekolahan sudah ditiadakan.
"Sama halnya dengan wisuda, sebetulnya juga sebagian besar itu permintaan orang tua yang bangga anaknya diwisuda. Bahkan aksesorisnya saja, acara wisuda di jenjang TK sudah meniru perguruan tinggi. Itu semua sebetulnya antara permintaan dan penawaran. Jadi, hukumnya itu hukum ekonomi," kata Tukiman, Kamis (22/6).
Ia mengatakan mengapa bisa disebut hukum ekonomi karena banyaknya penawaran dan permintaan yang membuat sebagian orang membuka jasa.
Misalnya saja seperti jasa penyewaan pakaian, penyewaan toga dan lain sebagainya.
Hingga akhirnya, kegiatan semacam seperti itu menjamur yang kemudian menjadi pro kontra.
"Intinya, saya mau mengatakan bahwa kehidupan dunia pendidikan itu banyak lebih mementingkan aksesoris daripada substansinya. Seperti wisuda itu hanya aksesoris saja, tetapi dianggap sesuatu hal penting. Kemudian disertai dengan biaya yang tak sedikit,” paparnya.
Lebih lanjut, ia menganalogikan jika wisuda ibarat seperti orang menikah. Misalnya, pengantin perempuan yang hendak menikah itu paling subtansial ke pernikahannya.
Tetapi kerap kali, lanjut dia, justru bukan pernikahannya yang dipikirkan matang-matang namun pestanya.
Bahkan, jauh-jauh hari sudah dipersiapkan untuk pesta pernikahan mulai dari pembentukan panitia, konsumsinya dan lain sebagainya.
Tukiman menyebut jika hal itulah yang menghabiskan biasa besar, padahal semuanya hanya aksesoris, substansinya hanya beberapa jam saat menikah.
"Kalau misalnya, menikah di gereja paling hanya 1 jam. Itu sebetulnya yang paling subtansial, tetapi di luar orang berlomba-lomba untuk mengadakan pesta yang besar-besaran. Nah ini sekali lagi, aksesoris sudah menjadi suatu yang penting dibanding subtansinya,” jelasnya.
Sehingga, dia meminta jika sekolah akan menyelenggarakan wisuda untuk bisa dikonsep dengan sesederhana mungkin agar pendanaan tidak terlalu besar.
"Silahkan mau mengadakan wisuda asal biayanya sedikit sajalah, ya pokoknya pengumuman. Kalau mau pakai makan-makan ya sederhana saja di sekolahan, tidak usah di tempat lain. Tidak usah dengan hura-hura yang lain, saya kira itu tidak akan menjadi persoalan. Adanya persoalan ketika kemudian biayanya tinggi, karena diadakan di hotel atau di sebuah tempat yang harus mengelurkan biaya ekstra dan sebagainya,” tandasnya.
- Wali Kota Resmikan Sekretariat Badqo LPQ Kota Semarang
- Moeldoko Bicara Soal Tantangan Ketahanan Indonesia di UKSW Salatiga
- Kwarcab Demak Kerahkan Seluruh Unit Siaga Penanggulangan Banjir Rob