Pengusaha Percetakan Tak Siapkan Strategi Khusus Sambut Pemilu

Karyawan Frans Printing saat memanasi mesin cetak. RMOL Jateng
Karyawan Frans Printing saat memanasi mesin cetak. RMOL Jateng

Sejumlah percetakan di Kudus menyiapkan strategi tidak terlalu menebar promosi menjelang tahun politik 2024 demi memperpanjang usia usaha. 

Frans Printing di Tanjung Karang, Kecamatan Jati Kudus tak begitu minat tebar promo untuk narik minat konsumen dari politikus yang bakal mencetak banner pencalonan di pemilu 2024.

Pemilik Frans Printing, Frans mengatakan, jika terlalu mengejar konsumen di saat pemilu, maka akan bisa terjebak dengan kondisi yang ada. Yaitu dikhawatirkan banyak yang nunggak pembayaran percetakan tersebut.

"Kita tak ada promo harga untuk cetak banner politik (calon DPR, Presiden dan sejenisnya,red). Yang jelas kita samakan dengan kondisi-kondisi sebelumnya saja. Supaya nantinya tidak terlalu berat di akhirnya (nunggak),"paparnya.

Dia mengaku, usaha didirikan sejak 2014 hanya menerima banner politik dari kalangan dikenal saja.

"Kecuali saya kenal. Apakah itu dari tim suksesnya, ataupun calonnya sendiri. Bisa dibayar saat sudah siap diambil. Maka kita layani. Jika kita tidak kenal, maka akan kita kenai biaya di depan atau cash. Itu akan menghindari tunggakan biaya di belakang,"ucap dia.

Saat ditanya soal kenaikan pesanan dari ajang perpolitikan, Frans pun menjawab hingga saat ini diperkirakan hanya ada sebanyak 10an orang saja.

"Menurut saya, yang besar itu yakni biaya pemasangannya di jalan-jalan. Sebab menggunakan jasa orang ya (langsung bayar). Sehingga mereka (pemesan) akan mengenyampingkan pembayaran di percetakannya,"ujar dia.

Dia pun lantas bercerita pengalaman didapat dari beberapa perusahaan percetakan lain yakni hanya mengejar omzet jika di tahun politik ini.

"Ada juga pemain baru (percetakan) yang secara besar membeli alat, lalu tebar promo dan lainnya. Nah itu malah nanti bisa terjebak di kondisi musiman itu. Sebab pemilu kan hanya musiman 5 tahunan kan. Kalau cash sih ndak apa, tapi kalau ada kekurangan bayar. Malah repot semua," ucapnya.

Untuk harga, Frans mematoknya dengan besaran Rp15 ribu hingga Rp25 ribu per meter tergantung jenis dan bahannya. Sehingga nominal itu disama ratakan saat kondisi sebelumnya maupun di tahun politik seperti ini.

Berbeda dengan Nashr Print Advertising Loram Kudus. Percetakan itu menerapkan DP sebesar 50 hingga 70 persen bagi konsumen politikus memesan alat peraga kampanye berupa banner atau sejenisnya.

Karyawan Nashr Print Advertising Loram saat bekerja. RMOL Jateng

Hal itu dilakukan karena ada pengalaman sebelumnya yakni pemesan dari politikus membayar pelunasan dengan tempo sangat lama.

"Sistem bayar di awal dulu sebanyak 50-70 persen. Tapi kita rata ratakan di angka 70an persen dulu lah. Untuk menghindari itu (telat pelunasan)," kata Supervisor Nashr Print Advertising Fidha Muliana.

Ia berpendapat, uang muka itu diperuntukan untuk caleg atau politikus sudah menjadi langganan atau dikenal sebelumnya. Namun untuk caleg baru, akan dikenakan biaya tunai dan lunas.

"Kalau caleg baru atau baru kenal ya lunas di depan saja. Di tahun 2014 lalu kita ada sih. Ya satu dua orang lah (pemesan) yang sempat bayarnya lama banget temponya dari coblosan. Maka dari pengalaman itu, kita harus bisa me-manage lagi di tahun politik ini," akunya.

Tak hanya itu, jika ada konsumen menawar harga percetakan juga menerapkan diskon. Namun, tetapi harus sesuai dengan perjanjian terlebih dahulu.

"Berbeda lagi soal harga. Harga umum Rp20 ribu sampai Rp25 ribu per meter. Jika pesanan di saat pemilu (alat kampanye) maka deal-dealan dulu. Pasti nanti kita diskon di bawah harga umum. Sebab mereka pesannya lebih dari satu atau dua kan," ungkapnya.

Jumlah pemesan dari kalangan politikus, Nashr Print Advertising sendiri sudah mengantongi sebanyak 5 sampai 10an caleg baik tingkat kabupaten, provinsi dan pusat. Sedangkan di kalangan partai politik jumlahnya juga sama.