Menyikapi perkembangan yang terjadi di Myanmar, Presiden AS Joe Biden akhirnya menyetujui perintah eksekutif untuk memberikan sanksi baru bagi mereka yang bertanggung jawab atas proses kudeta militer di negara tersebut.
- Presiden Rusia Vladimir Putin Tepis Tudingan Peristiwa Bucha
- Tidak Ada Pemutakhiran Kasus Insiden Penembakan Migran Indonesia
- Presiden AS Dievakuasi Gara-gara Pesawat Pribadi Terbang di Atas Kediamannya
Baca Juga
Menyikapi perkembangan yang terjadi di Myanmar, Presiden AS Joe Biden akhirnya menyetujui perintah eksekutif untuk memberikan sanksi baru bagi mereka yang bertanggung jawab atas proses kudeta militer di negara tersebut.
Biden mengatakan, perintah itu memungkinkan pemerintahannya untuk segera memberi sanksi kepada para pemimpin militer yang mengarahkan kudeta, termasuk kepentingan bisnis mereka, serta anggota keluarga dekat.
Selain sanksi pada para pelaku kudeta, Biden juga mengatakan pihaknya akan membekukan aset Myanmar dan memberlakukan kontrol kuat atas impor mereka. Namun demikian, sanksi tersebut mengecualikan bidang lain termasuk dukungan kesehatan.
Kami juga akan memberlakukan kontrol ekspor yang kuat. Kami membekukan aset AS yang menguntungkan pemerintah Myanmar. Tetapi kami tetap mempertahankan dukungan kami untuk perawatan kesehatan, kelompok masyarakat sipil, dan bidang lain yang secara langsung menguntungkan rakyat Myanmar," kata Biden di Gedung Putih, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (11/2).
"Kami akan siap untuk memberlakukan tindakan tambahan, dan kami akan terus bekerja dengan mitra internasional kami untuk mendesak negara lain agar bergabung dengan kami dalam upaya ini," lanjutnya.
Dilansir Kantor Berita RMOL, selain mengumumkan sanksi, Biden juga kembali mengulangi seruannya agar pihak militer membebaskan mereka yang ditahan dalam proses kudeta 1 Februari lalu. Mereka termasuk pemimpin De Facto Myanmar Aung San Suu Kyi dan sejumlah pimpinan Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).
"Saya kembali menyerukan kepada militer Myanmar untuk segera membebaskan para pemimpin dan aktivis politik yang demokratis," katanya.
"Militer harus melepaskan kekuasaan yang direbutnya," ujar Biden.
Sementara Biden tidak merinci siapa yang akan terkena sanksi baru, Washington kemungkinan akan menargetkan pemimpin kudeta Min Aung Hlaing dan jenderal tinggi lainnya, yang sudah berada di bawah sanksi AS yang dijatuhkan pada 2019 atas pelanggaran terhadap Muslim Rohingya dan minoritas lainnya.
Itu juga dapat menargetkan Myanmar Economic Holdings Limited dan Myanmar Economic Corp, perusahaan induk militer dengan investasi yang mencakup sektor termasuk perbankan, permata, tembaga, telekomunikasi, dan pakaian. [sth]
- Pertemuan Joe Biden dan Paus Fransiskus Diwarnai Hangat dan Tawa
- Minyak Bocor di Teluk Meksiko Usai Badai Ida
- Negara Hadir Bagi WNI di Mesir Selama Pandemi