Polisi Gerak Cepat Tangani Kasus Istri Kabur ke Singapura usai Aborsi Janinnya

Ahmad Triswadi SH mendampingi kliennya usai diperiksa penyidik Polda Jawa Tengah.
Ahmad Triswadi SH mendampingi kliennya usai diperiksa penyidik Polda Jawa Tengah.

Tim Penyidik Polda Jawa Tengah bergerak cepat menangani kasus dugaan aborsi yang dilakukan seorang istri asal Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus. Polisi juga menelusuri jejak Jumarni yang kini kabur ke Singapura.


Kasus ini mencuat setelah Eva Henri Darmawan, sang suami melaporkan istrinya yakni Jumarni alias Ester Lily yang mencurigai tindakan aborsi terhadap janin mereka. Henri telah diperiksa sebagai pelapor oleh Unit 1 Subdit IV/ Renakta (Remaja, Anak, dan Wanita) Polda Jateng pada 31 Juli 2024.

Dalam pemeriksaan yang berlangsung selama tiga jam, Henri dicecar dengan 21 pertanyaan oleh penyidik. Ia menjawab semua pertanyaan dengan jujur dan transparan, menjelaskan latar belakang keberangkatan istrinya ke Singapura. 

Meski dalam keadaan hamil, kata Henri, Jumarni nekat pergi ke Singapura untuk bekerja sebagai pekerja rumah tangga. Padahal untuk bisa bekerja di Singapura, pekerjaan migran wanita tidak boleh dalam kondisi hamil.

"Saat meninggalkan rumah, Jumarini tidak membawa Buku Panduan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta paket vitamin pemberian bidan dari Puskesmas," ujar Henry.

Menurut Henri, Jumarni pergi hanya membawa kartu ATM dari sebuah bank di Singapura. Hal ini semakin menambah kecurigaan Henri bahwa istrinya lebih memprioritaskan bekerja di Singapura daripada mementingkan keselamatan janin yang dikandungnya. 

Henri menyebut pada awal Maret 2024, Jumarini tiba di Singapura dengan kondisi perut yang tidak lagi buncit. Hal itu berbeda dengan kondisi saat Februari 2024 lalu, ketika janin yang dikandungnya dalam keadaan sehat.

Ia menduga Jumarini telah mengaborsi janinnya sebelum masuk ke Singapura demi memenuhi syarat bisa bekerja sebagai pekerja rumah tangga di sana. 

Bahkan foto-foto Jumarini yang diterima Henri dari Singapura sejak Maret hingga Juni 2024, menunjukkan tubuhnya yang langsing tanpa tanda-tanda kehamilan. Padahal jika dihitung dari awal kehamilan, seharusnya saat ini usia kandungan istrinya sudah mencapai sembilan bulan.

"Kami sangat berterima kasih atas respons cepat dari pihak Polda Jateng. Penyidik juga menyampaikan bahwa mereka segera memanggil saksi-saksi yang mengetahui kehamilan Jumarini, termasuk bidan yang menangani pemeriksaan kandungannya dari Desember hingga Februari 2024 sebelum ia pergi ke Singapura," ujar Ahmad Triswadi, SH, penasehat hukum Henri.

Triswadi berharap agar laporan kliennya tersebut dengan nomor: 001/LAPDU/EHD/VI/2024 tanggal 14 Juni 2024 ini, dapat segera dituntaskan oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jateng. 

"Kami berharap pihak berwenang dapat menindaklanjuti kasus ini dengan serius karena ini menyangkut hak hidup seorang janin yang tidak berdosa," pintanya.

Jika terbukti bersalah, kata Triswadi, maka Jumarini dan pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan aborsi ini bisa dikenakan hukuman. Yakni sesuai Pasal 75 Ayat (1) dan (2) yang dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 194 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, atau bisa juga dijerat dengan Pasal 340 KUHP. 

"Kami menduga kuat bahwa ada pelanggaran serius terhadap hukum yang berlaku, dan kami berharap keadilan dapat ditegakkan. Ini bukan hanya tentang pelanggaran hukum, tetapi juga tentang moral dan kemanusiaan," tegas Ahmad Triswadi.

Untuk diketahui, saat ini Polda Jateng sedang mengumpulkan bukti-bukti tambahan dan akan memanggil saksi-saksi yang relevan untuk memperkuat kasus ini. 

Pihak keluarga Henri berharap proses hukum dapat berjalan lancar dan cepat, sehingga kebenaran dapat terungkap dan keadilan dapat ditegakkan. 

Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan dugaan tindak pidana aborsi dan pelarian ke luar negeri oleh terlapor. Polda Jateng akan bekerja sama dengan pihak berwenang di Singapura untuk menangani kasus ini, termasuk kemungkinan ekstradisi Jumarini untuk menjalani proses hukum di Indonesia.