Selamat Datang Penjabat Penjabat Kepala Daerah (3-bersambung)

Gubernur Harus Punya Keberanian Mengganti Jika Tak Becus

Publik masih lumayan segar mengingat cuitan Trimedya Panjaitan, anggota DPR Ri Komisi III yang menyorot soal kiprah Ganjar, khususnya terkait syahwat nyapres pada suksesi 2024. Ketika itu Trimedya menyoroti rekam jejak tokoh berambut perak, yakni prestasi Jateng di PON XX Papua. Dia merasa perlu memberikan warning karena gara gara prestasi Jateng, notabene representasi buah karya sang Gubernur ternyata tak maksimal.


Sepanjang sejarah PON inilah prestasi terburuk Jateng posisinya kalah dengan Bali. Tragis baru kali ini Jateng berada di urutan ke-6. Sebelumnya meski kedodoran menghadapi DKI, Jabar, Jatim posisinya masih bertengger di lima besar. Karenanya Trimedya setengah berang melihat manuver Gubernur Jawa Tengah terkait pencapresan.

Klasemen Medali PON Papua 2021

1. Jawa Barat: 133 emas, 105 perak, 115 perunggu

2. DKI: 110 emas, 91 perak, 100 perunggu

3. Jawa Timur: 110 emas, 89 perak, 88 perunggu

4. Papua: 93 emas, 66 perak, 102 perunggu

5. Bali: 28 emas, 25 perak, 53 perunggu

6. Jawa Tengah: 27 emas, 47 perak, 64 perunggu

7. Kalimantan Timur: 25 emas, 33 perak, 42 perunggu

8. Riau: 21 emas, 25 perak, 21 perunggu

9. NTB: 15 emas, 11 perak, 12 perunggu

10. Lampung: 14 emas, 10 perak, 12 perunggu

Ya, hasil PON, meski tak menjadi representasi utuh Ganjar, tetapi secara obyektif adalah wajah Olah raga Jawa Tengah. Dalam konteks ini Ganjar layak berguru dengan Ridwan Kamil Gubernur Jawa Barat. RK begitu Ridwal Kami akrab disapa tak tanggung tanggung menggulung DKI, Jawa Timur dan tuan rumah Papua. Jateng, lebih tepat Ganjar mestinya malu dengan Bali, meski hanya selisih satu keping medali, tetapi mampu bertengger di posisi LIMA BESAR.

Menilik logika ini, wajar jika Trimedya mencuatkan fakta itu ke hadapan publik. Sebelumnya BPS juga merilis angka fakta lain yang mengejutkan, yakni soal angka kemiskinan. Lagi lagi Jateng prestasinya jeblok. Betapa tidak, dibanding provinsi lain di Jawa posisinya baling buncir, alias bontot. Dua indikator itu, karena indikator lain bisa saja juga jadi catatan menjadi penanda prestasi Ganjar memimpin Jateng tak begitu kinclong.

Kalau prestasinya nggak kinclong amat, ngapain juga Ganjar ngebet nyapres, begitulah kira kira substansi kritik dari Trimedya Panjaitan. Membandingkan dengan pemimpin sebelumnya, Bibit Waluyo dan Mardiyanto dengan segala plus dan minus publik dapat menilai sendiri. Dalam konteks ini saya setuju kritik Mbak Puan ketika di Wonogiri, rakyat perlu kritis tidak boleh gampang ‘kepincut’ pesona tokoh, siapapun itu yang pandai memoles citra di media sosial.

Sentilan Bambang ‘Pacul’

Teranyar pada pertemuan konsolidasi dan rapat koordinasi di Panti Marhen, persisnya akhir pekan lalu (18/9/22). Ini untuk kesekian kalinya Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo tak diundang saat Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Puan Maharani mengumpulkan seluruh kepala daerah asal PDIP untuk persiapan Pemilu 2024 di Semarang, Jateng. 

Sebelumnya Ketua DPD PDI Perjuangan Jateng itu juga sudah melakukan hal serupa. Inti seruan Pacul minta focus mengurus Jawa Tengah. "Kalau prestasinya mencorong, spektakuler, rakyat Jateng dan stakeholder lain juga mengusulkan pasti Partai tidak akan menutup mata. Pengalaman ketika PDI Perjuangan mencalonkan Pak Jokowi bisa jadi kaca benggala," ujar tokoh di Partai Banteng Mencereng ini.

Nah, substansi inilah yang, kata BP, panggilan untuk Bambang Pacul, yang masyarakat dan publik perlu memahami. "Kalau memang berprestasi dan rakyat menghendaki titah partai tidak akan ke mana mana," tegasnya. Jadi, timpalnya lagi, kalau sampai Ketua DPR RI Puan, tokoh sentral di DPP (PDI Perjuangan) ikut juga menyentil, artinya ada sesuatu.

Penunjukan Penjabat Wali Kota Salatiga

Memijakkan pada ilustrasi di atas, menyangkut kebijakan Ganjar juga menunjuk Penjabat Kepala Daerah pilihannya syarat dugaan tak merepresentasikan harapan publik menjadi catatan khusus saya di Catatan ini. Memijakan pada portofolio yang ada, raport juga tidak cukup gemerlap, khususnya menyangkut keolahragaan. Karenanya pilihan Ganjar ini menurut hemat logika sederhana saya jelas tak tepat.

Apalagi komentar juga tanggapan, seperti DPRD Jawa Tengah menilai hal serupa. Intinya penunjukan dan penempatan Sinoeng di Salatiga termasuk blunder. Salatiga adalah representasi Indonesia kecil di Jawa Tengah. Dinamika kota itu relatif tinggi, apalagi Salatiga dengan UKSW sebagai medan magnet kaya dengan beragam pemikiran plural. 

Kualifikasi itu memerlukan figur yang matang, serta memiliki kebijakan yang visioner. Saya orang yang pesimis Sinoeng mampu menorehkan prestasi di Salatiga.  Karenanya sebagai langkah yang fair tidak ada masalah Sinoeng diberi kesempatan untuk membuktikan kiprah dan kepemimpinannya. Dengan catatan jika kurun waktu 100 hari tak mampu memenuhi harapan publik Salatiga maka Gubernur harus berani menggantinya dengan yang lain.

Catatan untuk Sinoeng yang menjadi catatan khusus saya di sini adalah kurang mampu membangun komunikasi dialogis. Kritik dan perbedan pendapat disikapi secara kaku. Seorang wartawan senior koran terkemuka di Jawa Tengah mengeluh nomornya diblok karena miskomunikasi yang terjadi. Jujur saya kaget dengan cara Sinoeng seperti itu, karena perlakuan serupa juga saya alami. (bersambung)

Drs Jayanto Arus Adi, MM

Adalah Pemimpin Umum RMOL Jateng, Direktur JMSI Institute, Dewan Pertimbangan Unnes, dan Mahasiswa Program Doktoral Manajemen Kependidikan (MK) Unnes. Jayanto arus Adi, juga akif menjadi Tenaga Ahli Komisis II DPR RI, dan Komunitas Satu Pena Indonesia. Satu Pena adalah Lembaga yang bergerak di bidang Kebudayaan secara umum, dan Civil Society. Lembaga ini dipimpin Denny JA, salah satu pioner Lembaga Survei di Indonesia. 

Tulisan, atau Catatan Jayanto Arus Adi adalah opini dan pendapat pribadi, tidak merepresentasikan institusi atau pun Lembaga Lembaga yang di dalamnya ikut menjadi penggiat juga pengurus.