Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPP) BMT Mitra Ummat, Jl Dr Wahidin, Kota Pekalongan, digeruduk tiga debiturnya. Ketiganya merasa dicurangi dalam hal laporan keuangan finansial dan nonfinansial.
- Terkena OTT KPK, Kalapas Sukamiskin Diganti
- Lima Mahasiswa Politeknik Ilmu Pelayaran Ditangkap
- Pemuda di Brati Grobogan Diamankan Polisi Curi Handphone Milik Saudara
Baca Juga
Ketiganya datang bersama kuasa hukum dari LBH Adhyaksa Putra yaitu Zainudin dan Didik Pramono.
"Kedatangan kami ini, ingin menanyakan kekurangan Utang. Selama ini sudah mengangsur. Namun tidak ada kejelasan dan bukti rekening korannya," kata Zainudin, Senin (5/6).
Kedatangan mereka sia-sia, sebab hanya ditemui satpam KSPP BMT Mitra Umat. Alasannya, pimpinan manajemen masih bertugas ke luar kota.
Zainudin menjelaskan Ada kejanggalan dalam surat perjanjian akad jual beli secara angsuran. Informasi yang didapatnya, kuasa hukum KSPP BMT Mitra Ummat hendak menemui, serta audensi dengan para korban pada Rabu (7/6).
"Para korban sebenarnya hanya ingin mengetahui sisa pinjamannya berapa?juga menanyakan terkait dengan perjanjian - perjanjian akad kredit yang diduga ada kejanggalan," jelasnya.
Sebelumnya, Warga Kabupaten Pekalongan, Ronipan (34) sebuah lembaga keuangan syariah di Kota Pekalongan melalui merasa dicurangi. Sudah mencicil hingga Rp 1 miliar, tapi angka kreditnya justru terus melonjak hingga Rp 4,1 miliar.
"Selama masa angsuran ini enggak pernah dikasih namanya kwitansi pembayaran atau kuitansi cicilan angsuran tidak pernah itu pun saya minta ke pihak sana enggak pernah dikasih," katanya saat ditemui, Kamis (1/6).
Kronologi jeratan utang lembaga koperasi syariah di Kota Pekalongan itu berawal pada 2017. Saat itu pihaknya meminjam Rp 1,7 miliar untuk usaha kavling dalam tempo 6 bulan, lalu diperpanjang dan seterusnya.
Ronipan menjaminkan sertifikat hak milik 28 bidang kapling miliknya sebagai agunan. Ia selalu mengangsur meski kadang agak terlambat.
"Angsuran itu saya mencicil dari nominal Rp 100 juta terus 270 juta, terusan banyaklah, itu apa terhitung kurang lebih Rp 1 miliar. Lebih malah," ucapnya.
Pelunasan itu dibuktikan dengan penarikan sertifikat hak milik yang diagunkan. Total ada delapan sertifikatnya yang sudah kembali. Sisa 20 sertifikat.
Saat hendak akad kredit kedua, ia menanyakan sisa pinjaman yang harus dibayarnya. Ronipan kaget, karena pinjamannya tidak berkurang sama sekali.
"Cuma giliran pas waktu saya tanyakan mau di akad kedua ini kok hutang saya masih tetap di angka Rp 1,7 miliar, makanya ini yang saya merasa tercurangi," jelasnya.
Ia berkali-kali menanyakan rincian kreditnya, tapi pimpinan lembaga keuangan syariah itu selalu menghindar. Beberapa kali ke kantor koperasi syariah, tapi pimpinannya selalu beralasan keluar.
Karena sudah tidak kuat, kakak berinisiatif mengambil alih kreditnya. Ada dua penjamin saat proses pengambil Alihan.
"Kok pas akad (pengambil Alihan) nominal berubah lagi menjadi Rp 2,3 kilometer. Padahal waktunya ini enggak terlalu jauh pas waktu saya ngecek. Dari Rp 1,7 miliar menjadi Rp 2,3 miliar itu hanya dua Minggu," jelasnya.
Proses pengambilalihan itu pun tidak disertai penjelasan mengapa ada selisih Rp 600 juta. Tidak ada penjelasan apapun.
Seiring berjalannya waktu, kakaknya serta pihak keluarga juga ingin menutup utangnya. Bukannya ditemui di kantor, pimpinan lembaga keuangan syariah itu justru meminta bertemu di luar.
Hal yang membuat kaget dirinya adalah katanya untuk pelunasan harus di nominal Rp 3,1 miliar. Itupun baru kavling ruko, belum yang lain.
"Kalau mau dilunasi semuanya harus menjadi Rp 4,1 miliar. Tapi itu hanya lisan," ucap Ronipan.
- Polda Jawa Tengah: Kami Akan Selidiki Dulu, Harap Jangan Mudah Terprovokasi
- Alami Kelainan Seksual Dan Tertangkap Basah, Pria Pedagang Siomay Di Banyumanik Curi Ratusan Celana Dalam
- Patah Tulang Kepala Bawah, Ini Penyebab Kukuh Tewas