Tawuran Maut Pemalang Libatkan 5 SMP, Polres Pemalang: Satu Siswa Ditetapkan ABH

Konferensi pers Polres Pemalang
Konferensi pers Polres Pemalang

Kepolisian Resor (Polres) Pemalang menetapkan satu anak berkonflik dengan hukum (ABH) dalam tawuran yang menewaskan seorang pelajar. Pihak Polres juga memeriksa sembilan saksi.


Peristiwa tawuran di  terjadi pada Selasa dini hari (7/11), sekitar pukul 00.30 wib,  di  jalan persawahan, masuk Desa Banjaran,  Kecamatan Taman, Pemalang. Selain satu pelajar tewas, dua lainnya luka-luka.

"Tawuran ini melibatkan lima sekolah, SMP,  tapi korbannya sekolahnya di SMK,"kata  Kapolres Pemalang AKBP Yovan Fatika Handhiska Aprilaya di Mapolres, Rabu (8/11).

Kapolres pengungkapan kasus tawuran itu berasal dari petugas keamanan di IGD rumah sakit. Petugas melaporkan ada korban tawuran yang dibawa oleh sejumlah pelajar.

Sesampainya di IGD sebuah rumah sakit Islam, korban sudah dinyatakan meninggal dunia. Korban adalah LD (15) Pelajar SMK Texmako Pemalang Kelas X, warga  Desa Majalangu, Kecamatan Watukumpul, Pemalang. Korban mengalami luka tusuk di dada sebelah kiri.

Menerima informasi itu,  jajaran Satreskrim langsung melakukan pemeriksaan sejumlah saksi. Sejumlah teman korban yang mengantarkan korban ke rumah sakit.

“Kami melakukan pemeriksaan saksi serta barang bukti secara marathon," jelasnya.

Pada siang harinya,  pihaknya sudah berhasil mengidentifikasi anak berkonflik dengan hukum. Pihaknya melakukan penahanan selama 15 hari untuk proses penyidikan.

Kronologi tawuran itu bermula dari saling tantang dua kelompok pelajar melalui media sosial. Kedua kelompok sebelumnya justru tidak saling kenal.  

Yovan menyebut kedua kelompok menentukan tempat pertemuan dan teknis dari kedua kelompok ini. 

"Awalnya sparing tiga lawan tiga. Terkait pembuatan konten di medsos, kita akan dalami lagi,” kata Yovan.

Kapolres menyebut pihaknya sudah memanggil para orangtua dan pihak sekolah. Pihaknya meminta para orangtua lebih mengawasi anak-anaknya dalam pergaulan maupun saat bersosial media.

Adapun  anak yang berkonflik dengan hukum dijerat dengan pasal 80 UU RI nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak atau pasal 170 KUHP.

Ancaman hukuman pidana maksimal lima belas tahun penjara, dan denda paling banyak 3 miliar rupiah.