Tim Advokasi Tolak SP3 Pemkab Sintang soal Pembongkaran Masjid JAI

Fitria Sumarni, Ketua Komite Hukum Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) (nomor 2 dari kanan) dalam jumpa pers, yang disiarkan melalui kanal YouTube, Jumat (14/1).
Fitria Sumarni, Ketua Komite Hukum Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) (nomor 2 dari kanan) dalam jumpa pers, yang disiarkan melalui kanal YouTube, Jumat (14/1).

Tim Advokasi untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (TAKBB) menyatakan menolak Surat Peringatan III dari Pemerintah Kabupaten Sintang yang berisi perintah Pembongkaran Masjid Miftahul Huda milik komunitas Muslim Ahmadiyah, di Desa Balai Harapan, Sintang, Kalimantan Barat.


Dalam surat tersebut, Pemkab Sintang akan merobohkan jika jemaat Ahmadiyah tidak merobohkannya sendiri yang diberi tenggat waktu selama 14 hari. Sebelumnya, pada Jumat 3 September 2021 sekelompok massa yang menamakan dirinya Aliansi Umat Islam merusak bangunan masjid tersebut. 

"Tanggal 7 Januari 2022, Bupati mengirimkan SP3 itu, sehari sesudah majelis hakim  PN Pontianak memvonis ringan 21 pelaku pengrusakan masjid. Ini jelas kami tolak. Vonis itu membuktikan lembaga peradilan di negeri ini tidak berpihak pada korban, begitu pula Pemkab Sintang tidak memberi perlindungan bagi para korban dan justru berpihak pada para pelaku," tegas Fitria Sumarni, Ketua Komite Hukum Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI), dalam jumpa pers, yang disiarkan melalui kanal YouTube, Jumat (14/1).

Fitria mengatakan, peradilan terhadap 21 terdakwa dalam kasus pengrusakan masjid itu juga terbilang dagelan, karena justru lebih banyak mempertanyakan keabsahan dari JAI, daripada pidana yang dilakukan para terdakwa.

"Mereka hanya divonis ringan, yakni 4 bulan 15 hari. Esoknya, bupati mengeluarkan SP3 agar warga membongkar masjid, dengan ancaman akan dibongkar paksa Pemda setelah lewat tenggat 14 hari, itu sungguh tidak memihak korban," tegas Fitria.

Tim advokasi Zainal Arifin dari YLBHI mengatakan, pascavonis ringan itu, saat ini warga JAI di desa itu menghadapi situasi tertekan dan ketakutan karena keluarnya SP3 bupati, serta tidak ada jaminan perlindungan keamanan dari tekanan kelompok yang mengatasnamakan Aliansi Umat Islam.

"Situasinya saat ini, seperti sebelum terjadinya pengrusakan September lalu, dimana banyak poster dan spanduk dari kelompok Aliansi Umat Islam di pasang di mana-mana, menuntut pembongkaran masjid," ujar Zainal. 

Masjid Miftahul Huda di Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat dirusak massa pada Jumat (3/9) siang. Masjid ini merupakan tempat ibadah yang digunakan oleh Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI).

Tidak hanya masjid yang dirusak, massa juga membakar bangunan gudang yang berada di sebelah masjid.

Kronologi dan latar belakang perusakan masjid jemaah Ahmadiyah di Sintang, dimulai sejak 14 Agustus 2021, saat Pemerintah Kabupaten Sintangbmengeluarkan surat dari Bupati yang berisi penutupan sementara masjid.

Surat itu keluar lantaran ada desakan dari massa yang mengatasnamakan aliansi umat Islam. Usai penutupan sementara pada 18 Agustus, Bupati juga sempat mengeluarkan surat yang berisi soal siaga darurat konflik sosial isu Ahmadiyah.

Hingga pada pada 27 Agustus 2021, surat berisi penutupan permanen Masjid Miftahul Huda pun menyusul dikeluarkan. Sejak surat penutupan sementara keluar pada 14 Agustus, masjid itu pun disebut sudah tidak digunakan untuk tempat ibadah.

Lalu 2 September 2021, Gubernur Kalbar mengadakan pertemuan tertutup dengan Pemkab Sintang dan aliansi masyarakat Islam. Pada Jumat 3 September 2021, aparat kepolisian telah berjaga di desa dan juga di sekitar Masjid Miftahul Huda sejak pagi. Sekitar pukul 11.00 pagi, mulai ada ajakan dari massa yang hendak merusak masjid.

Kemudian sekitar pukul 12.30 atau setelah ibadah salat Jumat, lebih dari 100 orang massa lalu melakukan apel dan mulai bergerak ke Masjid Miftahul Huda. Massa kemudian berhasil masuk sampai ke bagian depan masjid. Selain itu juga membakar gudang di samping masjid.