Tingkat Kelahiran di Thailand Rendah Picu Kelesuan Ekonomi di Masa Depan

Rendahnya angka kelahiran telah memicu sejumlah kekhawatiran baru bagi Pemerintah Thailand.


Wakil Menteri Kesehatan Masyarakat Thailand, Sathit Pitutecha, mengatakan masalh utama yang akan dihadapi pemerintah terutama pada sektor ekonomi, dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL.

Masalahnya, katanya, berkisar dari kekurangan tenaga kerja hingga kelesuan sosial dan ekonomi.

Sathit mengatakan solusinya mungkin mendorong orang untuk memiliki lebih banyak anak dengan mempromosikan persalinan sebagai cara untuk berkontribusi pada masyarakat.

"Ini adalah upaya jangka panjang yang perlu kita lakukan, terlepas dari siapa yang bertanggung jawab atas pemerintah," katanya, seperti dikutip dari Bangkok Post, Selasa (15/2).

Direktur Jenderal Departemen Kesehatan, Suwannachai Wattanayingcharoen, mengatakan penurunan jumlah penduduk dapat ditelusuri kembali ke kebijakan keluarga berencana yang pertama kali diluncurkan pada tahun 1970.

Pada 2019, populasi Thailand tumbuh kurang dari 600.000 orang untuk pertama kalinya. Tahun lalu, populasi meningkat 544.570, membawa tingkat kesuburan total (TFR) negara itu turun menjadi 1,3 - jauh di bawah rata-rata global 2,5.

Kantor Dewan Pembangunan Ekonomi dan Sosial Nasional mengatakan jika tren ini terus berlanjut, pada tahun 2040, anak-anak hanya akan mencapai 12,8 persen dari total populasi, dengan orang tua menyumbang 31 persen.

Suwannachai mengatakan peningkatan jumlah warga lanjut usia akan berdampak pada individu usia kerja, yang jumlahnya secara bertahap menyusut.

Sementara sejumlah ahli berpendapat bahwa berkurangnya populasi usia kerja juga akan berpengaruh pada pendapatan pajak bagi pemerintah, yang dapat menyebabkan kekurangan dana untuk merawat orang tua.

Witthaya Thithapan, presiden Royal Thai College of Obstetricians and Gynaecologists, mengatakan meski banyak pasangan infertil tertarik pada perawatan yang mereka harapkan akan memungkinkan mereka untuk hamil, perawatan semacam itu sangat mahal di Thailand.

"Dikombinasikan dengan tingkat keberhasilan yang rendah sekitar 30 persen, banyak yang tidak mampu menjalani pengobatan," katanya.

Sementara Somsak Lolekha, presiden Royal College of Paediatricians of Thailand mengatakan, semakin banyak orang yang terlambat memulai keluarga mereka.

"Banyak yang sekarang memilih untuk menunggu sampai mereka lulus dari universitas dan merasa mereka aman secara finansial untuk memiliki bayi," katanya.

"Jika tren saat ini berlanjut, populasi negara itu mungkin turun dari 66 juta saat ini menjadi 40 juta dalam waktu dekat," ujarnya.

Tongjai Suthas Na Ayutthaya, asisten sekretaris tetap untuk tenaga kerja, mengatakan negara menawarkan bantuan yang akan membantu orang tua membesarkan anak-anak yang diharapkan mendorong mereka untuk memiliki lebih banyak bayi, seperti sudut menyusui dan pusat penitipan anak di pabrik.

Ladda Sae Lee, wakil sekretaris jenderal Kantor Jaminan Sosial, juga mengatakan bahwa kantornya telah meningkatkan subsidi persalinan menjadi 15.000 baht per kelahiran. Para ibu juga mendapat jaminan cuti hamil selama 90 hari, di samping tunjangan bulanan untuk membesarkan anak.