Transformasi Layanan Kesehatan Jiwa Harus Didukung Semua Pihak

Program layanan kesehatan jiwa harus konsisten ditingkatkan lewat transformasi sistem dan kebijakan yang mudah diakses dan dipahami masyarakat, untuk menjawab ancaman dampak berbagai krisis global yang terjadi saat ini terhadap kesehatan jiwa masyarakat. 


"Dampak krisis global terhadap keseharian masyarakat dapat berimbas terhadap banyak hal. Tidak hanya di sisi ekonomi dan politik, dampak krisis juga berpotensi menghantam sektor kesehatan masyarakat, termasuk kesehatan jiwa," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Senin (10/10) dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Jiwa Dunia setiap 10 Oktober. 

Apalagi, ujar Lestari, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun di Indonesia mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) adalah salah satu riset skala nasional yang berbasis komunitas dan dilaksanakan secara berkala setiap lima tahun oleh Badan Litbangkes Kemenkes RI. 

Berdasarkan data tersebut, Kementerian Kesehatan RI, melalui Direktur Kesehatan Jiwa Kemenkes bertekad untuk meningkatkan akses dan mutu layanan sekunder serta tersier bagi program kesehatan jiwa melalui transformasi layanan kesehatan. 

Tekad Pemerintah itu, menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, harus didukung realisasinya oleh semua pihak, mengingat potensi peningkatan jumlah masyarakat yang mengalami gangguan kesehatan jiwa di tengah sejumlah dampak krisis global saat ini cukup besar. 

Ancaman terhadap sektor kesehatan jiwa itu, ujar Rerie, harus dijawab dengan transformasi layanan kesehatan yang lebih baik agar mampu mengeliminasi gejala dan memulihkan kesehatan, serta fungsi sosial penderita gangguan kesehatan jiwa.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap upaya transformasi layanan kesehatan jiwa dari Kemenkes itu mendapat dukungan penuh dari masyarakat dalam merealisasikannya. 

Karena salah satu hasil dari upaya memulihkan kesehatan jiwa, ujar Rerie, yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, adalah kembalinya fungsi-fungsi sosial penderitanya. 

Sehingga, tegasnya, penting juga bagi masyarakat untuk memahami norma atau berbagai faktor yang mampu mendorong kesembuhan, ketika penyintas gangguan kesehatan jiwa mulai bersosialisasi di tengah masyarakat.

Jadi, ujar Rerie, upaya transformasi layanan kesehatan jiwa tidak semata harus didukung dengan kemudahan akses layanan lewat perbaikan secara teknis manajerial semata. 

Lebih dari itu, tambahnya, membutuhkan dukungan masyarakat lewat kolaborasi dalam penerapan program transformasi layanan kesehatan jiwa yang lebih baik.