Hantaman Pandemi Covid-19 awal Tahun 2020 meluluhlantahkan sendi semua sektor ekonomi. Gelombang PHK terjadi dimana-mana, pengangguran merajalela, bahkan banyak masyarakat yang mendadak miskin.
- Nasabah Berlipat Ganda, Bupati Wihaji Apresiasi Undian BKK Batang
- BCA Berkomitmen Menjaga Data Nasabah Lindungi dari Kejahatan Perbankan
- Pemkot Semarang Beri Diskon 40 Persen Pembayaran BPHTB
Baca Juga
Untuk mencegah terjadinya kelaparan, pemerintah berupaya memberikan bantuan paket sembako, sehingga hampir semua anggaran pemerintah dicurahkan untuk menangani persoalan Covid-19.
Tidak hanya itu, dunia wisata seperti perhotelan, obyek wisata, tempat hiburan dan lainnya harus tutup dengan konsekuensi pemerintah memberikan stimulan berupa keringanan pajak, penundaan pembayaran pajak yang akhirnya mengakibatkan APBD terseok-seok.
Namun, upaya tersebut tidak membuat masyarakat tenang tapi justru sebaliknya. Mereka dihantui bayang-bayang kelaparan. Karena bantuan paket sembako hanya bisa dinikmati dua sampai tiga hari.
Pemerintahpun menyadari keterbatasan APBD dalam menghidupi rakyatnya, maka gandeng berbagai pihak, mendirikan dapur umum, membuat program jogo tonggo, alhasil sedikit membantu beban pemerintah.
Untuk tetap memenuhi kebutuhan masyarakat, pemerintah terus berupaya menangani persoalan "perut" warganya dengan menggaungkan Gerakan Urban Farming atau pertanian perkotaan.
Pemerintah mengedukasi warganya memanfaatkan lahan kosong didekat rumahnya untuk menanam sayuran, buah-buahan, padi sampai perikanan.
Bahkan di kantor Balaikota, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, manyulapnya menjadi lahan pertanian, mulai padi Gogo sampai buah anggur dan hasilnya bisa dinikmati bersama.
Gerakan Urban Farming terus digaungkan oleh Pemkot Semarang melalui Dinas Pertanian, bahkan Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu membentuk Kelompok Wanita Tani di 16 Kecamatan.
"Kita bentuk Kelompok Tani Wanita di seluruh kecamatan di Kota Semarang. Mereka kita berikan edukasi bagaimana membentuk ketahanan pangan sendiri dengan memanfaatkan lahan kosong di sekitar mereka," ujar Wakil Wali Kota Semarang, belum lama ini.
Hal ini lanjut Mbak Ita, panggilan akrabnya, sebagai upaya Bergerak Bersama mengatasi persoalan pangan di Kota Semarang ditengah hantaman pandemi.
"Salah satu motivasi untuk masyarakat, kita lombakan Urban Farming dan hasilnya memang luar biasa. Kita bisa menekan angka Covid-19 bahkan hingga sekarang di level 1, Urban Farming menjadi senjata andalan untuk terus bangkit meski pandemi entah kapan berakhir," tandas Mbak Ita.
Tidak hanya Kelompok Wanita Tani, Mbak Ita juga memberikan edukasi kepada anak-anak dan memberikan lahan khusus untuk mengenalkan urban farming kepada anak-anak.
"Dengan urban farming, bisa menjadi kegiatan outdoor anak yang sehat dan menyenangkan, ternyata disambut antusias," ujarnya lagi.
Mananam Padi Tidak Harus Di Sawah
Jika biasanya tanaman padi dibudidayakan di lahan persawahan, berbeda dengan yang dilakukan Mbak Ita, ia menanam padi jenis Inpago di lahan kosong rumahnya seperti yang ada di balaikota.
Ini juga sebagai contoh kepada masyarakat memanfaatkan lahan kosong untuk menanam berbagai macam tanaman holtikultura dan sayur mayur sehat. Tak hanya itu, bahkan ia juga menanam padi di dalam pot maupun polibag.
"Ide ini muncul setelah melihat banyaknya lahan perumahan maupun lahan kecil disekitar rumah tidak dimanfaatkan secara maksimal, sehingga melihat hal tersebut saya mulai menanam berbagai macam tanaman sayur mayur sehat bahkan menanam padi dalam pot maupun polibag dengan memanfaatkan lahan sekitar," ujar Ita.
Menurut Ita, selain di Balaikota, penanaman padi dalam pot ini bisa diimplementasikan oleh masyarakat dan petani kota dengan memanfaatkan lahan sekitar.
"Selama ini konotasi menanam padi itu harus di sawah, becek dan banyak membutuhkan lahan karena harus ada pembibitan dan sebagainya. Tapi kami buktikan, bahwa menanam padi itu mudah cukup di dalam pot. Kami juga sedang mencoba menanam di dalam Polibag," katanya.
Ita menjelaskan, padi yang dibudidayakan dalam pot berjenis Inpago atau singkatan dari Inpari Padi Gogo, merupakan salah satu padi berkualitas di Indonesia yang bisa dibudidayakan dengan baik di lahan luas maupun dengan media dalam pot.
"Cara menanam padi Inpago ini sangat mudah, dengan masa penanaman 106 hari dan rumpunnya dibuat 172 rumpun dengan jumlah setiap rumpun 14-20 anakan. Medianya pun hanya tanah, pupuk kandang dan sekam. Sama seperti tanaman sayuran tapi airnya sedikit lebih banyak saja," terang Ita.
Menurutnya, perawatan menanam padi di pot ini terbilang cukup mudah, masyarakat hanya perlu menjaga kadar air dan memberi jaring agar tidak ada hama tanaman yang menyerang.
Kampung Organik
Upaya Pemkot Semarang dalam mewujudkan ketahanan pangan dilakukan secara masif. Bahkan Pemkot terus mengajak petani milenial untuk terus mewujudkan kedaulatan pangan.
Alhasil, petani milenial berhasil menciptakan Kampung Organik Wonolopo yang dimotori oleh Kommunitas Petani Milenial.
Di Kampung Organik tersebut, berbagai kegiatan positif dilakukan para petani milenial, mulai dengan menghijaukan area dengan menanam berbagai pohon, sayuran dan bunga ditepi sawah, mereka juga menanam padi hingga memelihara ikan.
"Awalnya saya melihat disini banyak anak muda yang karena pandemi tidak bisa bersekolah dan hanya sekolah daring. Melihat hal itu, muncul keinginan membuat anak-anak berkegiatan positif. Beruntung ada pak Sudili, Ketua RW 3 Wonolopo yang mencetuskan ide dibentuknya petani milenial. Akhirnya kami diajari pak Dili menanam sampai memelihara ikan," cerita Bilal yang juga merupakan Koordinator Petani Milenial.
Tak berhenti disana, petani milenial juga melakukan hal positif lain dengan membuat makanan siap saji yang dibuat dari hasil tanam dan pemanfaatan sekitar.
"Karena padi ini organik, kami kalau sore cari keong yang notabene merupakan hama. Kami kumpulkan dan dimasak. Ada juga ikan hasil mancing. Setiap hari Jumat kami bagikan untuk Jumat berkah pada warga yang membutuhkan," ujar Bilal.
Bilal berterimakasih kepada Wakil Wali Kota Semarang yang memberikan perhatian terhadap para petani milenial di Wonolopo.
Menurutnya, area yang dimanfaatkan para petani milenial tersebut merupakan lahan milik Pemkot Semarang seluas 1,5 hektar yang awalnya hanya digunakan sebagai embung buatan.
- Bambang Sutantio Memberdayakan Peternak Indonesia dengan Konsep Creating Shared Values (CSV)
- Ini Tampilan Uang Kertas Baru
- BI Tegal Buka Layanan Tukar Uang di 8 Rest Area Tol Batang-Brebes