Semarang - Pemerintah cabang legislatif mematangkan revisi Undang-undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang telah disahkan menjadi Undang-undang (UU). Kini setelah sah, maka akan ada beberapa tugas tambahan didapatkan institusi TNI di luar tugas utamanya menjaga kedaulatan bangsa dan negara.
- Peringati Hari Pemasyarakatan, Lapas Batang Turut Dukung Ketahanan Pangan
- Tersangka Kasus Kriminal Lulus Ujian, Polda Jateng Tetap Selesaikan Proses Penyelidikan
- Diblender Hingga Dibakar! Kejari Tegal Musnahkan Barang Bukti
Baca Juga
Namun, persoalan ini sekarang jadi polemik karena masyarakat menolak atas dasar merasa khawatir UU TNI bakal merugikan kepentingan umum.
Membahas soal ini, pengamat politik dari Universitas Diponegoro (Undip) Yuwanto PhD menjelaskan, permasalahan itu sebetulnya hanya kekhawatiran masyarakat.
Menurutnya, jika sudah sah ditetapkan, UU TNI juga akan mempertegas peran institusi militer di dalam pemerintahan. Jauh berbeda dari kekhawatiran yang muncul dalam anggapan masyarakat. Masyarakat khawatir bila kebijakan baru akan mengembalikan fungsi TNI layaknya ABRI pada masa Orde Baru dulu.
"Hanya khawatir jika TNI akan berfungsi seperti ABRI di masa Orde Baru karena ada tugas nonmiliter di luar menjaga kedaulatan negara dan elemen bangsa yang malah justru akan merugikan ke sipil. Saya kira pemerintah tidak membuat aturan semacam itu. Jadi undang-undang tidak akan berdampak langsung terhadap masyarakat," jelas Yuwanto, Minggu (23/03).
Bila memperhatikan aturan baru melalui Undang-undang TNI, Yuwanto menilai, masyarakat kita melihatnya terlalu jauh. Padahal, revisi Undang-undang TNI jika dilihat secara menyeluruh, poin-poin baru yang ada juga tidak satu pun bersentuhan langsung dengan kepentingan menyangkut masyarakat.
Namun begitu, Pengamat Politik Undip itu juga setuju jika ada yang tidak dilakukan pemerintah sebelum resmi menjadikan rancangan ini sebagai peraturan perundang-undangan, yakni tanpa terlebih dahulu memberikan pemahaman atas tujuan revisi.
"Maksud pemahaman itu dasarnya untuk apa? 'Kan seharusnya masyarakat berhak mengetahui. Bukan serta merta ada rancangan undang-undang lalu disahkan. (Dalam - red) revisi suatu undang-undang, tentu pemerintah melakukan atas berbagai sudut pandang tujuan dan ada perencanaan krusial menyoroti hal-hal perlu di dalam tugas pemerintahan. Apalagi UU TNI, secara garis besar pemahaman masyarakat akan tertuju pada kedaulatan dan fungsi pertahanan. Sehingga dalam proses pengesahan juga seharusnya ada pemahaman ke publik," jelas pengamat politik dan pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Undip itu.
Oleh karena itu, sebagai saran bagi pemerintah, Yuwanto menekankan, di dalam bagian penyusunan perundang-undangan baru itu, seharusnya sejak awal perlu dilengkapi pemahaman ke masyarakat agar tidak salah kaprah menilai peraturan.
"Perlu sekali dan sifatnya harus ada agar tidak menjadikan salah penilaian di mata masyarakat seperti yang terjadi ini. Jika tidak, dimana-mana masyarakat akan menyoroti jika negara akan kembali menitipkan tugas ke TNI. Ada kepentingan lain sarat makna politik. Padahal sebenarnya tidak seperti itu, pemerintah menggodok suatu RUU ternyata sebenarnya karena ada tuntutan perlu. Jadi agar sejalan pemahaman juga butuh dilakukan," jelas Yuwanto.
- Bank Jateng Komitmen Dukung Program 3 Juta Rumah Untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah Dan Pekerja Informal
- Selain Embung Glebeg, Tim Polda Jateng Sidik 8 Proyek Jalan Di Rembang Yang Putus Kontrak
- Bupati Etik Adakan Pengajian Baitul Hikmah Dan Laporkan Penyaluran Zakat BAZNAS Sukoharjo