Bawaslu Lampung Larang Warga Bawa Handphone Ke TPS

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Lampung melarang warga yang terdaftar sdbagai pemilih untuk membawa membawa handphone atau kamera ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) dalam pelaksanaan Pilgub tahun 2018 besok.


Larangan ini diberlakukan karena dianggap melanggar prinsippemilihan Luber (langsung umum bebas rahasia jujur dan adil).

"tidak boleh apalagi untuk memfoto saat coblosan di bilik suara. Kita nanti akan melakukan pencegahan," kata Ketua Bawaslu Lampung Fatikhatul Khoiriyah kepada wartawan, Selasa (26/6).

Selain tidak Luber,  ia menjelaskan membawa handphone juga melanggar aturan dalam Peraturan Bawaslu Nomor 13 Tahun 2018 tentang  Pengawasan Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

Dalam pasal 17 aturan itu melarang pemilih membawa telepon genggam atau alat perekam gambar lainnya ke bilik suara. Akibat melanggar aturan tersebut,  warga pemilih dapat dikenakan hukuman pidana.

Berdasarkan pemaparannya ini,  ia mengimbau agaf warga yang terdaftar sebagai pemilih,  untuk tidak membawa smartphone atau pun alat perekam lainnya berupa audio dan visual.

Terlebih, dibeberkan pria yang akrab disapa khoir ini, nantinya disetiap TPS bakal ada pengawas yang memeriksa warga sebelum masuk kedalam TPS.

"Ada dua orang pengawas nanti yang akan mengecek warga apakah membawa handphone atau tidak. Jangan sampai handphone tersebut dibawa untuk memoto saat dibilik suara karena prinsip rahasia dalam pemilu jadi tidak tercapai," jelasnya.

Dikabarkan sebelumnya,  memasuki masa tenang masa tenang Pemilihan Gubernur Lampung. Di media sosial beredar intruksi tertulis agar memilih pasangan calon nomor satu M Ridho Ficardo - Bachtiar Basri dalam Pilgub 27 Juni 2018.

Uniknya  intruksi pernyataan tertulis tersebut ini diklaim  "sesuai dengan perintah gubernur kpd eselon 2 dan eselon 3 pada tgl  24 juni di balai keratun maka seluruh pns di propinsi diwajibkan untuk mengajak tetangganya memilih paslon-1. Dalam perintah tersebut dijelaskan oleh Gubernur petahana untuk memilihnya. Selain intruksi Gubernur, ASN juga diminta untuk memberikan bukti foto form C-1 dan dikirim ke BKD melalui what's Apps.

Disebutkan intruksi itu juga,  untuk menunjukkan perolehan suara Paslon-1 di TPS tsb sebagai hasil kerja kampanye PNS tsb di lingkungan tempat tinggalnya. Tidak main-main bahkan dalam postingan di grup media sosial Facebook. Para PNS juga di diancam oleh gubernur bahwa jika perolehan suara paslon-1 tidak bagus maka si PNS harus siap siap non-Job.

Tak hanya itu, dalam Undang-Undang (UU) Nomor: 10 Tahun 2016, Menteri PANRB Asman Abnur juga menegaskan, pasangan calon dilarang melibatkan ASN/Aparat Sipil Negara.

Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, Wali kota atau Wakil Wali kota, lanjut Menteri PANRB, dilarang menggunakan kewenangan program dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon, baik di daerah sendiri maupun di daerah lain.

Terpisah,  Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengimbau masyarakat atau pemilih untuk tidak mengambil gambar saat mencoblos di bilik suara pada Pilkada 2018. Pasalnya, merekam aktivitas di bilik suara baik foto maupun video dilarang dalam aturan perundang-undangan.

Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin mengatakan, hal yang tidak patut itu tidak perlu dilakukan.  Apalagi sejumlah negara maju telah memberlakukan larangan tersebut.

Menurut dia, larangan ini diatur dalam Peraturan Bawaslu Nomor 13 Tahun 2018 tentang  Pengawasan Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota. Pasal 17 aturan itu melarang pemilih membawa telepon genggam atau alat perekam gambar lainnya ke bilik suara.

Afif menyebutkan larangan merekam aktivitas di bilik suara ini untuk mengantisipasi praktik politik uang yang sifatnya pascabayar. Untuk menegakkan aturan itu, Afif berharap petugas tempat pemungutan suara (TPS) harus tegas.

"Apalagi periode milenial sekarang, siapa tahu aktivitas itu dianggap sesuatu yang menarik untuk difoto padahal itu berpotensi ke yang lain (politik uang)," kata Mochammad Afifuddin.

Ketua Bawaslu Abhan pun mencontohkan politik uang bersifat pascabayar. Dia menjelaskan pemilih yang merekam surat suara akan dibayar ketika rekaman tersebut diperlihatkan ke pelaku politik uang.

"Jadi (pemilih) nyoblos dulu, ditunjukkan lalu dibayar. Ini pernah ditemukan di 2015," ujar Abhan.

Menurut Afif, aktivitas itu berbahaya. Pemilih pun akan diedukasi soal masalah ini.

"Pemilih pemula kan belum tentu semuanya tahu bahwa itu adalah kegiatan yang tidak boleh. Maka, kami harapkan jajaran pengawas kami di semua TPS itu tegas kepada pemilih, jika ketahuan melakukan langsung ditindak untuk tidak melakukannya lagi," tegas Afif.

Mengenai penindakan bagi pelanggar aturan itu, diatur dalam Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016. Bagi siapa pun yang melanggar akan dikenai ancaman pidana.