Boyamin Saiman: Jangan Pajaki Royalti Seniman

Walikota Semarang Hendrar Prihadi menyerahkan piagam gelar pahlawan budaya kepada ahli waris Ki Nartosabdo, Jarot Sabdhono, sekaligus pembayaran royalti atas lagu Kudangan oleh advokat Boyamin Saiman, Selasa (9/11) malam. / Gholib-RMOL Jateng
Walikota Semarang Hendrar Prihadi menyerahkan piagam gelar pahlawan budaya kepada ahli waris Ki Nartosabdo, Jarot Sabdhono, sekaligus pembayaran royalti atas lagu Kudangan oleh advokat Boyamin Saiman, Selasa (9/11) malam. / Gholib-RMOL Jateng

Advokat yang juga pegiat antikorupsi Boyamin Saiman mendesak pemerintah untuk meninjau kembali PP Nomor 56 Tahun 2021 tentang pengaturan royalti, khususnya royalti para seniman.


Menurut Boyamin, tidak ada seniman yang hidupnya kaya raya, apalagi di masa pandemi, mereka terpuruk karena tak bisa berkesenian. 

"Kasihan mereka, sudah hidupnya sudah, mau dipajaki. Saya mendesak pemerintah, jangan dipajaki royalti para seniman," tegas Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) tersebut, di sela-sela acara pembayaran royalti dan penobatan Pahlawan Budaya Ki Nartosabdo, di Angkringan Cuprit, Taman Budaya Raden Saleh, Semarang, Selasa (9/11) malam.

Acara yang digelar Forum Wartawan Pemprov dan DPRD Jateng (FWPJT) Itu, disaksikan Walikota Semarang Hendrar Prihadi.

Pembayaran royalti atas lagu Kudangan karya sang maestro, yang menjadi favorit Boyamin Saiman, kepada ahli waris Ki Nartosabdo, yakni Jarot Sabdhono.

Menurut Boyamin, setelah mempelajari liriknya, Saya memahami dan memaknai bukan sekedar kudangan/harapan terhadap anak, istri atau keluarga, namun terkandung makna kudangan/harapan terhadap akan sosok yang melayani dan melindungi yang mestinya terwujud terhadap Pemimpin. 

"Disepakati pembayaran royalti adalah secara langsung dengan kesepakatan yang saling menghormati tanpa harus adanya surat perjanjian yang mengatur hak dan kewajiban secara rinci terkait gubahan lagu Kudangan dari Bahasa Jawa menjadi versi Bahasa Indonesia. Saya juga tidak akan pernah bersedia menjadi kuasa hukum dari ahli waris untuk royalti karya Ki Nartosabdo," tegas Boyamin.

Jarot Sabdhono mengatakan,  sistem pembayaran royalti selama ini adalah secara langsung dan tidak ada kuasa kepada pihak lain. 

"Sudah semestinya sistem pembayaran royalti secara langsung dan tanpa adanya kuasa karena senyatanya dengan adanya kuasa akan menambah panjang birokrasi serta selama ini adanya kuasa belum mampu mensejahterakan karya cipta seni tradisi," ungkap Jarot.

Boyamin menambahkan, berdasar pengalaman kesulitan membayar royalti karena tidak adanya publikasi, muncul ide untuk melakukan publikasi pembayaran royalti dengan membuat acara seremoni pembayaran royalti. Harapan saya, semakin banyak orang akan membayar royalti karya ciptaan lagu/tembang tanpa harus ditagih ataupun dipaksa membayar royalti melalui jalur hukum," pungkas Boyamin.