Dianggap Merendahkan Jurnalis, Presiden Didesak Minta Maaf

Kemen PANRB
Kemen PANRB

LBH Pers mempersoalkan kelakar Presiden Prabowo yang menyebut hubungan antara jurnalis dengan pejabat publik seperti anak dan orang tua. Kejadian tersebut terjadi saat berlangsung sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, pada Rabu 27 Januari 2025.

Ade Wahyudin, Direktur Eksekutif LBH Pers, menyebut bahwa kelakar tersebut dianggap merendahkan peran jurnalis sebagai pilar keempat demokrasi. 

“Hal tersebut juga mengabaikan pemenuhan hak atas informasi sebagaimana diatur dalam Pasal 28F UUD 1945 dan Pasal 4 ayat (3) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers,” ujar Ade di Jakarta, Senin (27/1). 

Ade menjelaskan, sebagai penyelenggara pemerintahan yang transparan, akuntabel dan demokratis, negara wajib menjamin terpenuhinya informasi yang menjadi hak asasi manusia. Sementara, pers memiliki kebebasan untuk mencari, memperoleh dan menyebarluaskan informasi.  

Lebih lanjut Ade menyebut pers merupakan penghubung antara unsur legislatif, yudikatif dan eksekutif dengan masyarakat. Untuk itu Presiden tidak sepatutnya merendahkan institusi lainnya.

Di sisi lain LBH Pers dapat memahami permintaan Presiden agar jurnalis meningalkan ruangan saat rapat tertutup. “Sebagaimana Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1951 tentang Dewan Menteri, ada rapat-rapat Dewan Menteri yang tertutup dan bersifat rahasia," jelasnya.

Namun, menurut Ade, cara presiden berkelakar dianggap merendahkan jurnalis dan menunjukkan arogansi juga sikap antipati terhadap pers. 

“Sikap tersebut ridak hanya mencerminkan ketidakpahaman terhadap pers sebagai pengawas demokrasi. Dan justru memperlihatkan kesan otoriter yang dapat mengancam kebebasan pers dan ruang demokrasi di Indonesia,” terangnya.

Untuk itu LBH Pers mendesak Presiden Prabowo untuk menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada insan pers, khususnya jurnalis yang hadir pada 22 Januari 2025 yang lalu. 

Selain itu LBH Pers juga meminta komitmen Presiden untuk melaksanakan amanat UUD 1945 dan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. 

Ade mengungkapkan bahwa selain kejadian tanggal 22 Januari, Presiden Prabowo sudah menabung catatan ketidakharmonisannya dengan pers. Dalam pandangan Ade, Presiden kerap kurang bijak bersikap dan terkesan merendahkan kerja jurnalis.

“Antara pernyataan dan tindakan Presiden harus sejalan dengan penghormatan terhadap demokrasi dan HAM. Negara wajib menjamin kebebasan pers dan hak atas informasi, bukan justru menghambat,” harap Ade.