- Dari Kejayaan Hingga Konflik: Penyerbuan Demak Terhadap Portugis Di Malaka
- Dibalik Kejayaan Demak: Patih Unus dan Sunan Kudus Pendukung Setia Raden Trenggono
- Kejayaan Demak: Kepemimpinan Strategik Visioner Raden Trenggono
Baca Juga
(Tulisan Ini Bagian Dari Historiografi Sejarah Islam Dan Hukum Islam Di Nusantara)
Konstruksi Tokoh Islam Dan Qadhi Di Pulau Muria
Merekonstruksi figur tokoh Islam awal dan institusi hukum (seperti Qadhi) di wilayah Pulau Muria (Jepara, Tedunan, Pati, Rembang) pada abad ke-15 hingga ke-16 menghadapi tantangan sumber. Namun, berdasarkan catatan sejarah yang telah ada:
Pati Unus. Sumber utama adalah Pires menggambarkannya sebagai Pate Jepara yang sangat kuat, ambisius, berani menyerang Malaka, dan memiliki jaringan kekerabatan luas (menantu/ipar Pate Rodim Demak, keponakan Pate Orob/Morob). Saya tidak mengartikan gelar Pangeran Sabrang Lor sebagai orang yang gugur di sebrang, tapi ia adalah orang yang memang berasal dari Sebrang. Pires menjelaskan bahwa dengan prestasi Pati Unus yang begitu fenomenal dalam melakukan penaklukan negeri-negeri lain, maka ia menjadi buah bibir penguasa penguasa lain di Jawa. Ia adalah figur sentral kekuasaan Islam maritim di wilayah yang sangat strategik. Sebagai sebuah gambaran, berdasarkan deskripsi yang diuraikan oleh Pires, kemungkinan besar kakenya berasal dari Pulau Laut di Kalimantan. Tokoh ini amat sangat berelasi dan merupakan bagian dari jaringan Malaka (estimasi tahun 1513).
Pati Orob/Morob (Penguasa Tedunan). Digambarkan Pires sebagai paman Pati Unus, tokoh bijaksana yang dihormati, namun negerinya lebih kecil. Menunjukkan adanya elit muslim yang dituakan, lebih senior daripada yang lain. Dia berlaku seperti penasehat baik kepada Patih Raden atau Raden Trenggono atau pun kepada Pati Unus. Dalam babad tanah Jawi, tokoh di maksud di sebut dengan nama Sunan Kudus. Tokoh ini juga amat sangat berelasi dan merupakan bagian dari jaringan Malaka. Hanya saja, bila di teliti mendalam maka tokoh tokoh keagamaan di Malaka, akan bersumber dari Pasai. Dalam Prasasti di Menara, Sunan Kudus di sebut sebagai Qadhi dan menggunakan Nama Ja’Far Shadiq (estimasi tahun 1513).
Deskripsi Pires mengenai Pate Orob/Morob sebagai figur senior dan bijaksana yang menjadi penasihat bagi penguasa Demak dan Jepara memang signifikan. Identifikasi tokoh ini dengan Sunan Kudus (Ja'far Shadiq). Salah satu Wali Songo, yang juga disebut sebagai Qadhi dalam tradisi dan prasasti lokal, memberikan dimensi penting mengenai integrasi otoritas politik, keagamaan, dan hukum dalam ekosistem Muria-Demak.
Sebagai seorang Qadhi, ia tentu memiliki jaringan keilmuan yang terhubung ke pusat-pusat Islam lain, termasuk kemungkinan ke Malaka dan sumber awalnya di Pasai (sebagaimana argumen Ayang Utriza Yakin tentang peran Pasai). Keterlibatannya dalam lingkaran kekuasaan Demak-Jepara yang melawan Portugis di Malaka (minimal sebagai penasihat/pendukung Pati Unus) menempatkannya dalam jaringan yang sama.
Falatehan atau Qadhi Muhammad. Dalam catatatan Joao da Baros dalam Decadas Da Asia, atau dalam Naskah Wangsakerta disebut Fatahillah atau Fathullah (secara kaidah Bahasa) atau Qadhi Muhammad (Hakim Islam): Tokoh ini berasal dari Pasai. Pascakedatangannya ke Jepara, kemudian ia ke Banten kemudian menjadikannya pelabuhan Islam terbesar pada masanya (estimasi tahun 1520-27).
Barros mengidentifikasinya sebagai Mouro de Pacem (Muslim dari Pasai), dan baru saja pulang dari Mekkah.
Pada titik ini saya mau menyampaikan hal yang mungkin saja tidak tercatat dalam catatan sejarah kita, bahwa dengan peristiwa jatuhnya bandar penting orang-orang Islam di Pasai, dan penguasaan Malaka sebagai bandar terbesar di Asia Tenggara, maka ada Keputusan-keputusan besar yang diambil oleh para pembesar-pembesar Islam pada masa itu di Mekkah.
Keputusan-keputusan ini yang melibatkan banyaknya jaringan dagang islam pada masa itu. Kemudian keputusan ini dibebankan kepada sosok Fatahillah untuk datang ke Jepara dan menyampaikan kepada Qadhi yang ada di tanah Jawa yaitu Sunan Kudus atau Patih Orob.
Sebagai seorang Qadhi pada masa itu sebagaimana dijelaskan tadi, terkoneksi dengan jaringan yang luas termasuk hingga Mekkah. Harusnya kemudian ketika Fatahillah datang sebagai Qadhi dari Pasai yang membawa keputusan yang diambil di Mekkah kepada qadhi yang ada di Pulau Muria, maka bergeraklah seluruh jaringan dagang Islam pada masa itu ke Jepara dan Demak dalam jumlah yang luar biasa besar.
Keputusan dari Mekkah itu adalah membentuk bandar baru di Banten, sebagai pilihan akhir dan oleh karenanya tidak boleh tidak, Portugis tidak boleh membuka benteng sama sekali di Sunda Kelapa dan di Banten.
Itu sebabnya dalam naskah naskah lokal dalam babad, Fatahillah walau pun baru datang namun langsung diangkat sebagai Panglima Komando Gabungan di tanah Jawa. Ia bertindak sebagai panglima penting di bawah Sultan Demak. Tindakannya menaklukkan Sunda Kelapa dari kekuasaan Raja Sunda (pagan) dan kemudian secara aktif mencegah armada Portugis pimpinan Francisco de Sá mendirikan benteng di sana (sekitar 1527), bahkan membunuh beberapa orang Portugis (sumber: 4820-4821), menunjukkan secara jelas sikap anti-Portugis dan perannya dalam ekspansi kekuasaan Islam (Demak/Cirebon) ke Jawa Barat.
Keberhasilan Fatahillah membendung Portugis di Sunda Kelapa merupakan bagian penting dari upaya menjaga jalur perdagangan agar tidak dikuasai Portugis, yang sejalan dengan kepentingan jaringan Malaka pra-Portugis.
Nyi Pambayun dalam naskah Itenerario Pinto, tidak disebut secara spesifik tapi setelah kedatangannya, Raja Sunda atau Banten mengirimkan pasukan besar besaran ke Jepara untuk penyerbuan Panarukan. Deskripsi Nyi Pambayun pada naskah ini, merupakan gelar dan sekaligus julukan untuk Perempuan (estimasi Tahun 1546).
Kutipan dari Fernão Mendes Pinto menyebut Nhay Phombaya sebagai seorang utusan perempuan (janda?) dari Raja Demak kepada Tagaril (Fatahillah?) di Banten. Misinya adalah meminta Tagaril mengirim pasukan untuk membantu Demak menyerang Pasuruan. Yang saya maksudkan disini, besar kemungkinan bahwa Nyi Pambayun ini adalah seorang janda di Jepara yang merupakan saudara dari Raja Demak.
Rainha da Japara yang di tulis oleh Diego de Couto. Dalam bukunya yang berjudul Decadas da Asia, ia menyebut Rainha da Japara sebagai senhora poderosa e rica (Ratu Jepara adalah seorang perempuan yang kaya dan berkuasa besar). Rainha Da Japara disebut di dalam babad dengan nama Ratu Kalinyamat. Diego de Couto menyebut Ratu Kalinyamat meneruskan upaya merebut Malaka hingga dua kali, (1550 -1574).
Yang paling signifikan adalah catatan bahwa Ratu Kalinyamat melanjutkan perlawanan terhadap Portugis di Malaka dengan mengirimkan armada besar untuk membantu Sultan Johor (1550) dan kemudian Kesultanan Aceh (1574) dalam upaya merebut kembali Malaka (sumber: 5021-5022). Ini adalah bukti paling kuat mengenai konsistensi sikap anti-Portugis yang diwarisi dan diteruskan oleh penguasa Jepara setelah era Pati Unus.
Mempelajari garis besar tokoh-tokoh yang disebut di Kawasan Pulau Muria termasuk Jepara ini maka kita bisa merangkai bahwa tokoh-tokoh yang berpusat di kawasan Pesisir Muria-Demak dan Banten ini, mulai dari Pati Unus (~1513), penasihatnya yang diidentifikasi sebagai Sunan Kudus/Qadhi Ja'far Shadiq (~1513), Fatahillah sang penakluk Sunda Kelapa (~1527), hingga Ratu Kalinyamat (~1550-1574), menunjukkan adanya kesinambungan yang luar biasa dalam sikap politik dan militer melawan dominasi Portugis di Malaka.
Kita tidak bisa menutup mata dan tidak bisa memilah-milah satu tokoh saja. Semua harus dilihat sebagai satu bagian utuh.
Konsistensi Perlawanan. Dimulai dari serangan frontal Pati Unus, dilanjutkan dengan keberhasilan Fatahillah membendung Portugis di Sunda Kelapa dan Banten (yang vital bagi akses ke pedalaman Jawa dan jalur rempah alternatif), hingga dua kali ekspedisi besar yang dikirim Ratu Kalinyamat puluhan tahun kemudian.
Ini bukan insiden sporadis, melainkan sebuah kebijakan politik maritim yang konsisten dari kekuatan Islam utama di pesisir utara Jawa yang berpusat di ekosistem Muria-Demak (termasuk Jepara sebagai basis utama angkatan lautnya) dan meluas ke Banten.
Afiliasi Jaringan Malaka. Perlawanan terus-menerus terhadap Portugis ini dapat diinterpretasikan sebagai bukti kuat bahwa para tokoh dan kekuatan politik ini melihat diri mereka sebagai bagian dari atau berafiliasi dengan jaringan politik-ekonomi-keagamaan pra-Portugis yang berpusat di Malaka.
Perebutan Malaka oleh Portugis pada 1511 adalah sebuah pukulan telak bagi jaringan ini. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Demak, Jepara, Banten (di bawah Fatahillah), Johor, dan Aceh untuk merebut kembali Malaka atau setidaknya melawan hegemoni Portugis menunjukkan adanya kepentingan bersama untuk memulihkan atau setidaknya menandingi tatanan lama di Selat Malaka. Mereka mewarisi semangat perlawanan dan jaringan dari Kesultanan Malaka yang digulingkan. Hubungan kekerabatan, aliansi militer (Jepara-Johor, Jepara-Aceh), dan asal-usul tokoh (Fatahillah dari Pasai, salah satu sumber keislaman Malaka) semakin memperkuat argumen afiliasi ini.
Dengan demikian, rekonstruksi figur-figur ini tidak hanya penting untuk memahami sejarah lokal Jepara atau Banten, tetapi juga krusial untuk melihat bagaimana kawasan Pesisir Muria-Demak berfungsi sebagai pusat perlawanan maritim yang konsisten terhadap kekuatan kolonial Eropa pertama di Asia Tenggara, didorong oleh afiliasi mereka pada jaringan Malaka yang lebih luas.
Tulisan Bagian Pertama Dapat Dibaca Pada Tautan Berikut:
Historiografi Sejarah Islam dan Hukum Islam di P. Muria (1)
Rekonstruksi Islamisasi Berdasarkan Grounded Research Dan Tipologi Nisan Dan Sebaran Nisan
Dalam perjalanan ketika kita melakukan rekonstruksi maka kita menemukan temuan-temuan yang signifikan dalam penelitian nisan yang kita lakukan yang di lapangan.
Berikut ini adalah data perjalanan saya, yang telah saya inventaris. Perjalanan dan rekonstruksi bersama sama dengan teman teman lain wabil khusus Kyai Aslim, Gus Ulil, Mas Ridwan, Mas Taufik, Pak Jayanto dan rekan rekan lain di Jawa Tengah.
Sebagaimana gambaran di awal, bahwa minimal ke 4 tempat ini memiliki ekosistem bersama yaitu Jepara, Kudus, Pati dan Demak. Ke empat tempat ini berbagi kesamaan model nisan dan pengaruh bersama pada masa abad 16.
Jepara
- 3 Juni 2021, Pelabuhan Rakyat Jepara, Kali Wiso, Makam Ratu Kalinyamat dan Masjid Mantingan.
- 4 Januari 2023 Kompleks Makam Ratu Kalinyamat, Mantingan, Kompleks makam Auliya Daeng, Krapyak.
- 25 Januari 2023, Benteng Belanda Fort Jepara – Kali Wiso sebelah kanan, Makam Muslim Ujung Batu (dekat benteng Belanda), Makam Pangeran Syarif dan Mbah Ujung Para, Saripan Jepara, Benteng Portugis Jepara Banyumanis, Donorojo, Jepara.
- 15 Maret 2023, Muara Tedunan, Makam Mbah Jogo Laut Jepara.
- 18 Juli 2023, Komplekss Makam Tedunan, Makam Mbah Dero, menyusur muara, Sungai Serang hingga Tedunan.
- 25 Mei 2024, Pameran tosan aji di Alun-Alun Jepara, Pendopo Kabupaten Jepara.
- 26 Mei 2024, Pameran tosan aji di Alun-Alun Jepara, Pendopo Kabupaten Jepara, Ratu Kalinyamat.
Kudus/Tedunan
- 2 Desember 2021, Komplekss Makam Sunan Kudus, 3 Januari 2023, Komplekss Makam Sunan kudus, Langgar Bubrah Demangan.
- 14,15,16 Maret 2023, Komplekss Makam Sunan Prawoto, Demasan, Sukolilo, Pati. Kompleks Makam Sunan Kudus, Bagian atas Menara Kudus, Masjid Kudus, Masjid Nganguk Wali.
- 20 Mei 2023, Makam sunan Kudus, Masjid Al Aqsho, Makam Sunan Muria.
- 22 Mei 2023, Gapura Paduraksa Masjid, Wali Al Makmur Jipang.
- 18 Juli 2023, Masjid Tua Jepranan, Kudus.
- 27 Mei 2024, Sunan Kudus
Pati
- 11 Agustus. 2024, Pati. Jagan Sukoharjo Margarejo Pati, nisan dengan lambang Muhammadiyah, Situs Makam Pangeran Santiyoga, Jyao Ageng Gada. Kiringan, Punjularjo.
- 14 Februari. Pati, Mbah Ratu, Sekar Kuning, Makam Sunan Makdum, Makam Tondonegoro, Adipati Tambranegara
Demak
- 3 Juni 2021, Kompleks Makam Raden Patah dan Sultan Trenggono dan Museum Demak.
- 2-3 Desember 2021, Masjid Demak, Kompleks Makam Raden Patah, Museum Demak dan Kampung Pandean Bintoro Demak.
- 3-4 Desember 2021, Kompleks Makam Sunan Kalijaga dan Masjid Sunan Kalijaga Kadilangu Demak.
- 24 Januari 2023, Kompleks Makam Raden Patah Dan Sultan Trenggono, demak
- 19 Mei 2023, Sunan Kalijaga
- 21 Mei 2023, Makam Pangeran Widjil, Astana Gendak, Kadilangu, Makam Syekh Brojodento. Demak, Makam Temuan Baru Kali Cilik, Masjid Demak.
- 7- 8 September 2023, Sunan Kalijaga Demak.
- 9 September 2023, Masjid Demak, Masjid Loram Kulon, Masjid Wali Al Makmur Jipang.
- 12 Agustus 2024, Kompleks Makam Demak.
- 11 Desember 2024, Muthhalib, di kali cilik di tengah sawah, (tipologi Pasai dan Ampel), di SD Aisiyah, Tanpa Nama, kali cilik, di Dampo Awang,
- 12 Desember 2024, Makam Botorejo tanpa nama pinggir jalan, Makam Sentono Ratu, Makam Raden Sawunggaling, Makam Mbah Timbul, Makam Tlogoboyo Mbah Makom, Punden Bah Kali Pucang, Makam Kyai Singkil.
Daftar Makam Di Jepara Yang Belum Dikunjungi:
- Makam Sentono Pecangaan.
- Makam Mbah Mboro Desa Sowan Lor.
- Makam Mbah Kopek Desa Sowan Lor.
- Makam Sentono Desa Kaliombo.
- Makam Datuk Joyo Kusumo, Desa Dongos.
- Makam Sentono, Desa Sukodono.
- Makam Tubagus Kafi, Desa Karang Kebagusan.
- Makam Mbah Moliki, Desa Sarifan.
- Makam Mbah Jenggala, Desa Sarifan.
- Makam Sungging Prabangkoro, Desa Mulyoharjo.
Daftar Makam Di Pati Yang Belum Dikunjungi:
- Makam Caruman. (bersambung)
- Masjid Berusia 157 Tahun Yang Dibangun Hanya Dalam 4 Jam, Rahasia Dibalik Pertarungan Melawan Ular Penjaga
- Gercep, Desa Sidorejo Telah Membentuk Koperasi Merah Putih
- Anggota BMT Dinar Mulia Kesulitan Tarik Dana, Gelar Aksi Di Karanganyar