JPU Tuntut Terdakwa Kasus Tagihan Fiktif Pelabuhan PLTU Batang 1,5 Tahun Penjara

Terdakwa kasus dugaan tagihan fiktif di Pelabuhan Khusus PLTU Batang, Rosi Yunita, dituntut hukuman penjara satu tahun enam bulan.


Jaksa Penuntut Umum (JPU) menganggap terdakwa terbukti bersalah membuat surat tagihan palsu pada PT Sparta Putra Adhyaksa (PT SPA). 

"Menjatuhkan pidana penjara pada terdakwa selama 1 tahun 6 bulan dikurangi masa penahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan," kata salah satu Jaksa Penuntut Umum (JPU), Bayu Murti, Selasa (8/11). 

Jaksa menyebut perbuatan Rosi terbukti berdasarkan fakta-fakta persidangan serta analisis fakta. Terdakwa melanggar hukum sesuai dakwaan JPU yang menjerat Rosi dengan pasal 263 (2) KUHP Pidana pasal 378 yo 53 ayat 1 KUHP. 

Isinya, barang siapa, dengan sengaja menggunakan surat palsu atau dipalsukan seolah-olah surat itu asli. 

"Menuntut terdakwa bersalah melakukan tindak pidana menggunakan surat palsu seolah-olah asli dan tidak dipalsukan karena bisa mendatang kerugian,"tuturnya dalam sidang dengan agenda tuntutan.

JPU dipimpin oleh Kasi Pidum Kejari Batang Adi Wibowo. Tim JPU terdiri atas Fahrurozi, Diyah Purnamaningsih, Bayu Murti, dan Ida Nurliana. 

Terdakwa adalah operator radio PT Aquila Transindo Utama (ATU) yang bertugas memandu kapal yang akan bersandar. PT ATU merupakan Badan Usaha Pelabuhan (BUP) yang mengelola Pelabuhan Khusus PLTU Batang. 

Dalam surat tuntutan, Jaksa menyebut bahwa antara Agustus sampai Oktober, PT Sparta tidak menerima jasa layanan Pandu tunda dari PT ATU.  Namun terdakwa telah mengirimkan 17 invoice dengan 267 juta. 

Berdasarkan keterangan saksi Agus Pujo, selaku satu-satunya kapten pandu dan tunda PT ATU, tidak pernah melakukan pandu dan tunda yang diageni oleh PT SPA. 

"PT Sparta telah memberi tahu pada PT ATU apabila kapalnya yang bersandar di pelabuhan Batang tidak pernah dilayani pandu tunda oleh PT ATU sehingga meminta pada pihak lain untuk melakukan tunda dan pandu," katanya. 

Lalu, terdakwa telah dengan sengaja mengirimkan invoice pada PT Sparta untuk meminta pembayaran jasa pandu tunda yang tidak pernah diberikan oleh PT ATU. Invoice dibuat menggunakan dasar formulir pelayanan pandu tunda yang isinya sudah dipalsukan. 

Isinya tidak sesuai fakta yang sebenarnya seolah-olah telah ada pelayanan pandu tunda padahal PT ATU tidak melakukan layanan Pandu tunda pada PT SPA.

"PT SPA merasa dirugikan dan melaporkan ke pihak berwajib," jelasnya. 

Sidang pidana itu dipimpin majelis hakim yang diketuai Mukhtari dengan hakim anggota Budi Setyawan dan Hilarius Grahita.  

"Terdakwa diberi hak untuk melakukan pembelaan. Penasehat hukum akan menyampaikan pledoi secara tertulis. Sidang ditunda hari Selasa 15 November 2022," kata ketua Majelis Hakim, Mukhtari.