Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng menetapkan tiga orang pelaku tindak pidana korupsi Dana Pensiun Perusahaan Pelabuhan dan dan Pengerukan (DP4) yang merupakan anak perusahaan BUMN, PT Pelindo II.
- Viral di Instagram, Polres Sragen Janji Dalami Lokasi yang Diduga Jadi Tempat Penjagalan Anjing
- Kasus Kematian dr. AR Terus Diselidiki, Polda Jateng Gunakan Voice Note sebagai Barang Bukti
- Soal Mafia Tanah, Dede Indra Permana: Hukum Harus Berlaku Adil untuk Semua Orang
Baca Juga
"Ketiga tersangka memiliki peranannya masing-masing, dari pihak DP4 ada IW selaku Dirut periode 2011-2016, selanjutnya ada US, Manajer Perencanaan dan Investasi yang menjabat sejak 2006-2019. Sedangkan satu tersangka lain masih dalam DPO yakni JA, Ia berperan sebagai broker dalam pengadaan tanah yang sedianya akan dibangun untuk perumahan," ungkap
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jateng Kombes Pol Dwi Subagya, Rabu (27/9).
Dwi Subagys mengatakan, kasus korupsi ini terjadi tahun 2013, pembelian tanah di Kota Salatiga senilai Rp, 13,7 miliar seluas 37.436 meter persegi. Namun ternyata tanah itu merupakan tanah zona pertanian kering tidak bisa dijadikan sebagai perumahan sehingga ada masalah dalam prosesnya,” paparnya.
Dwi menyebutkan, JA menjadi pihak ketiga dalam proses pengadaan tanah dan menerima keuntungan sekitar Rp 4,9 miliar. Terlebih, tersangka JA tidak kooperatif dengan mengabaikan panggilan dari pihak kepolisian yang akan melakukan pemeriksaan.
"Kerugian negara sekitar Rp 4,9 miliar, sekarang JA sendiri menjadi DPO karena tidak mengindahkan panggilan dari kami dua kali. JA akan dijerat UU yang berlaku yakni pasal 21 Tipikor dan 221 KUHP,”imbuhnya.
Kasubdit III/Tipikor Ditreskrimsus Polda Jateng AKBP Gunawan menambahkan, saat ini masih mendalami dugaan aliran uang hasil korupsi kepada dua tersangka yakni IW dan US yang kini sudah dilimpahkan ke Kejaksaan.
“Kami indikasikan ada dugaan aliran dana,” imbuhnya.
Dari hasil penyelidikan, uang senilai Rp 13,7 miliar yang dibayarkan DP4 ke JA, selanjutnya dibayarkan ke pemilik tanah. Dalam prosesnya, ada biaya pengeluaran sertifikat tanah dan itu tidak masuk dalam kerugian negara.
“JA harusnya menerima 2 persen dari harga asli tanah yang dia makelari itu. Saat auditor dari BPKP masuk diketemukan ada kerugian Negara mencapai Rp 4,9 miliar. Sampai sekarang JA masih dicari keberadaanya,” pungkasnya.
- Dua Pejabat Polres Grobogan Bertukar Posisi
- Rugikan Tempat Kerja Sampai Rp 51 Juta, Karyawan KSP Masuk Bui
- Pilih Pertahankan Rumah, Sekeluarga Terdakwa di Pekalongan Tolak Tawaran Pihak Pelapor