Jakarta - Laporan G7 yang dijadikan referensi dalam penyusunan kebijakan dan peraturan mungkin dapat dipelajari Indonesia utamanya saat pemerintah Indonesia berencana membangun Pusat Data Nasional, Pusat AI, dan melindungi anak-anak dari kejahatan online.
- Indonesia Gelar Operasi Penyelamatan Ratusan Warganya Dari Kejahatan Eksploitasi Manusia Di Myanmar
- Kementerian Luar Negeri Berjuang Memulangkan 525 WNI Korban TPPO Dari Myanmar
- BRICS: Manfaat Dan Kelemahannya Bagi Indonesia
Baca Juga
Kementerian teknis yang mengatur teknologi di bidang telekomunikasi dan informatika mulai dapat mengumpulkan rujukan penyusunan kebijakan dan peraturan AI.
Bagaimana mengatur jagad internet apalagi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence)? Salah satu dari pedoman yang bisa diperhitungkan adalah Laporan G7 yang mengeluarkan suatu pedoman yang lebih dapat diterima bahkan oleh suatu negara yang hanya bisa menjadi konsumen teknologi seperti Indonesia.
Peliputan tentang berita Kementerian Komunikasi Dan Digital dapat dibaca dalam tautan berikut:
Tanggapi Menkomdigi Meutya Hafid Bangun Pusat AI Dan PDN, Pakar: Perkuat Komitmen Pemerintah
Laporan dari G7 Italia berjudul Artificial Intelligence and Economic and Financial Policymaking: A High-Level Panel of Experts’ Report to the G7 yang diterbitkan akhir 2024 menggunakan pendekatan bersahaja sehingga membuat orang awam dapat memiliki prakiraan sedikit tentang teknologi canggih tersebut.
Berbeda dengan rancangan peraturan Uni Eropa tentang Artificial Intelligence (AI) yang 11 Februari 2025 kemarin ditolak mentah-mental oleh Amerika Serikat, laporan G7 ini sedikit berbeda karena tujuannya memang hanya menjadi rujukan atau referensi bagi para pengambil kebijakan. Panelisnya dibentuk oleh para Menteri Keuangan dan para Gubernur Bank sentral dari negara-negara Anggota G7.
Diakui oleh para penyusun laporan ini bahwa AI adalah suatu teknologi yang bersifat mengubah (transformatif) yang menjembatani berbagai kegiatan manusia dan karenanya berpotensi besar mengubah struktur dan sistem perekonomian dan keuangan secara besar-besaran.
Sebagai latar belakang, G7 adalah kerjasama lintas pemerintah dan perekonomian dari negara Amerika Serikat, Jerman, Britania Raya, Prancis, Jepang, Kanada, Italia serta Rusia. Tetapi belakangan Rusia dikeluarkan pada tahun 2014 karena dianggap melanggar hak asasi manusia dengan agresinya ke Ukraina.
Dalam laporan G7, disebutkan AI jelas harus dikelola dengan baik. Pemerintah juga patut memperhatikan bagaimana dalam mengelola resiko dan menyusun kebijakannya. Pendekatan serba dadakan dan tanpa memperhitungkan berbagai karakteristik sektor yang akan diatur adalah resep kehancuran terutama apabila pemerintah yang bersangkutan adalah berasal dari negara yang hanya mampu mengkonsumsi teknologi dan tidak memiliki sumber daya untuk mengendalikan arah perkembangan teknologi.
Di dalam laporan G7 tersebut disebutkan bahwa ada 3 (tiga) peran Pemerintah. Yang pertama adalah sebagai pemberdaya utamanya dalam hal penelitian dan pengembangan, pendidikan infrastruktur dan pendanaan. Peran berikutnya adalah peran dalam implementasi memerintah wilayah kedaulatannya. Peran terakhir adalah sebagai pembentuk berbagai peraturan dan perundang-undangan berikut pelaksanaannya bagi dunia swasta. Peran terakhir adalah untuk memastikan perundang-undangan yang dikeluarkannya dan prakteknya mendukung tujuan perkembangan ekonomi negaranya sendiri termasuk mendukung stabilitas negara, pengembangan dan kesejahteraan rakyatnya.
Dalam peran pertama yang berkaitan dengan keuangan, dapat dikatakan perpajakan dan kebijakan yang berkenaan dengan penyusunan budget dapat menggunakan kemudahan yang didapatkan dari teknologi AI termasuk dalam mendeteksi penipuan dan mengevaluasi program. Digunakan dengan pendekatan yang memadai, AI dapat membangun kesempatan, efisiensi dalam pasar keuangan, pengelolaan resiko, identifikasi pemalsuan serta mendeteksi ancaman keamanan siber dan lain-lain.
AI sebagaimana teknologi lainnya bersifat netral. Pemerintah suatu negara wajib menyusun kemampuan mereka dalam hal pedoman penyusunan kebijakannya. Para pengambil keputusan di Bank Sentral wajib bertindak dengan segera dalam menghadapi berbagai skenario permasalahan AI. Para pejabat di Bank Sentral, padanannya di Indonesia adalah Bank Indonesia, patut menyadari bahwa perkembangan AI yang mampu menyamai kinerja manusia akan tercapai dalam waktu 20 tahun atau bahkan lebih cepat. Pemerintah juga perlu memperhitungkan kemampuan AI yang mampu mempengaruhi karakteristik dunia keuangan akan tercapai dalam 3-5 tahun.
Dalam laporan setebal Laporan G7 itu menyebutkan bahwa para pejabat pemerintahan untuk mulai:
- Mengadopsi pendekatan yang bersifat proaktif dan luwes di bidang kebijakan pemerintah;
- Memahami unsur tarik-menarik antara masalah teknis dan insentif;
- Segera membangun tingkat keahlian pada orang perorangan;
- Secara terus menerus mempelajari perkembangan AI dan kemungkinan alternatif perkembangannya;
- Mengadopsi penggunaan teknologi untuk mengelola data pemerintahan;
- Memberlakukan prinsip-prinsip keamanan siber sesegera mungkin;
- Menyusun pedoman dalam penggunaan peralatan berbasis teknologi AI;
- Memonitor dampak AI di sektor ketenagakerjaan;
- Meningkatkan kerjasama dengan negara tetangga di bidang yang terimbas dengan AI.
- Inspektorat Rembang Lakukan Investigasi Tentang Carut Marut Seleksi PPPK Tahap II
- Bank Jateng Raih Peringkat Pertama Dalam Survei Layanan Prima BPD 2025
- Tersangka Korupsi Hibah Sapi TM Resmi Ditahan, Penyidikan Masih Berlanjut