Mantan Kepala Perhutani Unit Satu Jawa Tengah, Teguh Hadi Siswanto dituntut penjara selama tiga tahun. Tuntutan tersebut dibacakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK, Wawan Hermanto di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (14/3).
- Motor Curian Kembali Ke Tangan Pemilik, Polres Kota Tegal Tak Pungut Biaya
- Taman Mutiara Salatiga Disiapkan Sebagai Kampung Antinarkoba Pertama di Salatiga
- Kepergok Curi Kotak Infaq Masjid, Warga Wonogiri Nyaris Dihakimi Warga
Baca Juga
Kepada ketua majelis hakim, Ari Widodo, jaksa menuntut supaya terdakwa dinyatakan secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan melanggar hukum melakukan tindak pidana korupsi.
Hal itu, lanjutnya, sesuai dengan Pasal juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 sebagai perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
"Menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa berupa penjara selama tiga tahun, dikurangi masa tahanan. Dan memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan," kata Wawan membacakan amar putusan.
Selain itu, Wawan juga menuntut hakim menjatuhkan denda kepada terdakwa sebesar Rp. 200 juta. Dengan ketentuan, apabila denda tidak dibayarkan, maka diganti dengan pidana penjara selama 3 bulan.
"Membebankan biaya perkara, kepada terdakwa sebesar Rp. 10 ribu," imbuhnya.
Wawan juga menjelaskan, permintaan terdakwa sebagai Justice Colaburatore ditolak oleh jaksa. Pasalnya, lanjut Wawan, terdakwa selama menjabat sebagai Kepala Perhutani Unit Satu Jawa Tengah, telah nyata menyalahgunakan wewenang secara sadar.
"Meski demikian, sikap terdakwa mau kooperatif selama persidangan menjadi pertimbangan meringankan dari kami," ungkapnya.
Wawan menambahkan, terdakwa diperintahkan untuk membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp140 juta sesuai yang diterimanya. Namun, terdakwa sudah mengembalikan uang yang diterimanya itu kepada KPK.
Atas tuntutan tersebut, Teguh melalui penasehat hukumnya menyatakan jika dirinya akan mengajukan pembelaan pribadi.
"Kami akan mengajukan pembelaan pribadi, yang mulia," kata Teguh.
Bukan hanya terdakwa Teguh, Wawan juga menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana penjara kepada Direktur Utama PT Berdikari periode 2012-2013 Librato El Arif, berupa pidana penjara selama 5 tahun. Tak hanya itu, Arif juga dikenai denda sebesar Rp. 200 juta subsider 3 bulan penjara.
Dugaan korupsi itu bermula saat Perhutani mengadakan pupuk urea tablet pada tahun 2012 dan 2013. Pengadaan itu dilakukan dua kali dalam setahun.
Pada pengadaan pertama tahun 2012, Perhutani membeli pupuk sebanyak 1,9 juta ton senilai Rp. 10,3 miliar. Selanjutnya, pengadaan sebanyak 1,5 juta ton dengan harga mencapai Rp. 8,2 miliar. Pada tahun 2013, pembelian pupuk mencapai 638 ribu ton dan 814 ribu ton dengan harga Rp. 3 miliar dan Rp. 4,4 miliar.
Dalam pengadaan itu, terdakwa menyetujui penunjukkan langsung PT Berdikari sebagai rekanan pengadaan pupuk. Padahal, pengadaan di atas Rp. 5 miliar harus mendapat persetujuan dari Direktur Utama Perhutani.
Dari pengadaan itu, PT Berdikari menjanjikan fee sebesar Rp. 450 perkilogram. Dari jumlah fee yang dibagikan, terdakwa Teguh memperoleh uang Rp. 140 juta. Berdasarkan perhitungan BPK, kerugian negara akibat tindak pidana tersebut mencapai Rp14,5 miliar.
- Proses Banding Polisi Pelaku Penembakan Pelajar Semarang, Masih Ditinjau Penyidik
- Tahanan Polres Salatiga Over Kapasitas
- Mahasiswi Pembuang Bayi Jalani Observasi di Rumah Sakit