Solo - Penyidik Polri menolak petunjuk Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menjerat pelaku Kasus Pagar Laut dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penyidik Polri tetap memilih menggunakan Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pemalsuan dokumen.
- Ketua Komisi Kejaksaan RI: Produk Jurnalistik Tidak Bisa Dijadikan Delik Hukum
- Peringati Hari Pemasyarakatan, Lapas Batang Turut Dukung Ketahanan Pangan
- Tersangka Kasus Kriminal Lulus Ujian, Polda Jateng Tetap Selesaikan Proses Penyelidikan
Baca Juga
Pakar Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS), Dr. Muhammad Rustamaji, menilai keputusan ini berpotensi melemahkan integritas Polri. Ia menegaskan bahwa jaksa bertanggung jawab dalam persidangan, sehingga penyidik seharusnya mengikuti arah penuntutan.
Dekan Fakultas Hukum UNS ini menilai Kasus Pagar Laut, yang merugikan negara hingga puluhan miliar dengan kepemilikan 260 Sertifikat Hak Milik (SHM) oleh 20 perusahaan, lebih tepat dijerat dengan UU Tipikor.
“Kalau tetap hanya pakai Pasal 263, patut dicurigai. Nama Polri bisa dipertaruhkan,” katanya dalam rilis tertulisnya usai mengikuti diskusi daring Jarcomm Nusantara Series IV, Jumat (02/05).
Dalam kasus ini, Bareskrim Polri menerapkan Pasal 263 KUHP soal pemalsuan dokumen, namun Kejaksaan Agung menyarankan penggunaan UU Tipikor karena ada indikasi korupsi.
Menurut Rustamaji, saran tersebut masuk akal karena kasus Pagar Laut sepanjang 30,6 km diduga merugikan negara puluhan miliar dan melibatkan 20 perusahaan serta 260 sertifikat.
"Kasus sebesar ini tak cukup ditangani dengan Pasal 263 saja, perlu pendekatan pidana korupsi agar penanganannya lebih menyeluruh,” ungkapnya.
Sementara itu, Badrus Zaman, advokat Peradi Jawa Tengah, turut menyayangkan keputusan penyidik yang menolak petunjuk kejaksaan. Ia menilai kasus ini semestinya bisa dikembangkan lebih luas.
“Kalau mengikuti petunjuk jaksa, bisa saja ditemukan tersangka baru. Proses hukum harusnya dijalankan secara terbuka dan profesional,” kata Badrus.
Menurutnya, penting bagi penyidik untuk aktif berkoordinasi dengan kejaksaan, apalagi kasus ini menjadi perhatian publik.
“Kita harus menyelamatkan kepercayaan terhadap sistem hukum. Penanganan kasus sebesar Pagar Laut tak boleh setengah-setengah,” pungkasnya.
- Di Ujung Usia: Renungan Seorang Wartawan
- Puslabfor: Olah TKP Kasus Predator Seks Di Jepara
- Merawat Bahasa Ibu Di Posyandu