Film Sayap Sayap Patah yang mengangkat kisah kerusuhan berdarah di Mako Brimob pada tahun 2018 yang lalu, mulai ditayangkan di sejumlah Gedung Bioskop di seluruh Indonesia.
- KSP Optimis LRT Jabodebek Siap Soft Launching Pertengahan Juli 2023
- Secara Serentak, Ditlantas Polda Jateng Terapkan Materi Ujian Praktik Terbaru di Jateng
- FKSPN Gelar Mimbar Bebas "Buruh Jateng Panggil Penguasa"
Baca Juga
Yayasan Gema Salam, sebagai Yayasan yang intens membina para Eks Narapidana Teroris, bersama Densus 88 berinisiatif mengajak sejumlah eks napiter dan keluarganya untuk menyaksikan film yang disutradarai Rudi Soedjarwo.
"Acara ini kami gagas bersama Kadensus 88 Irjen Pol. Martinus Hukom, ada 9 eks napiter mitra kami bersama dengan keluarganya bisa menyaksikan film ini bersama sama. sedangkan Kepala Densus, yang sekiranya turut hadir sore ini mendadak ada tugas di Bali, sehingga beliau tidak bisa menyertai kita," kata Jack Harun Ketua Pengurus Yayasan Gema Salam, usai menyaksikan film di di XXI Solo Square, Sabtu (3/9/2022) malam.
Diketahui 2 dari 9 orang eks Napiter yang ikut nobar, merupakan orang yang menjadi saksi mata saat kejadian kerusuhan di Mako Brimob yang menjadi latar film tersebut, yakni H. Sumarno yang juga merupakan Bendahara YGS dan Hasan Al Rosyid yang merupakan Sekretaris YGS.
Diakui film ini memang tidak seperti aslinya, hanya mengambil salah satu korban dari pihak petugas Densus yang menjadi Korban kerusuhan dari 5 korban yang ada, meski demikian film ini sangat bagus untuk mengedukasi masyarakat, khususnya tentang dedikasi seorang anggota Polisi yang mempertaruhkan segalanya saat bertugas, demi bangsa dan negara rela mempertaruhkan jiwa dan raganya.
"Setelah melihat film ini, Saya salut dan bangga dengan Polri, terutama Detasemen Khusus 88 yang sudah mewakafkan jiwa raganya untuk perdamaian Indonesia, Salut saya," kata Jack Harun.
Sementara Hasan Al Rosyid, yang ada saat kejadian kerusuhan di Mako Brimob, mengatakan bahwa saudara-saudara kita yang terjebak menjadi anggota teroris itu tidak semua memiliki pemahaman sama, ada diantara mereka yang cuma ikut-ikutan, ada diantara mereka yang hanya terpaksa dan bahkan ada juga yang tidak tahu menahu, yang mana akhirnya disaat-saat tertentu hati nurani yang bicara.
Hasan yang saat kejadian kerusuhan di Mako Brimob saat itu tidak tahu menahu apa yang terjadi, dirinya saat itu membantu menyelamatkan seorang Polwan, walaupun akhirnya dipaksa oleh pihak perusuh untuk menghentikan pertolongan tersebut atau akan dianiaya, hingga saat itu tidak mampu berbuat apa-apa, kejadianya sangat kompleks.
"Film ini kalau mengangkat kisah nyata dari kejadian Kerusuhan Mako Brimob secara keseluruhan tentunya tidak baik, terutama bagi keluarga korban, meski demikian film ini sudah sangat baik, selain sedikit menggambarkan kisah nyata salah satu korban yang merupakan petugas Densus 88, kita juga dapat mengambil pelajaran baik dari film ini, khususnya mengenai Kesetiaan, dedikasi, pengorbanan dan juga sisi-sisi lain petugas kepolisian saat bertugas, khususnya dalam berinteraksi dengan terorisme," tambah Hasan.
"Saya sarankan kepada teman-teman eks. Narapidana Teroris khususnya dan kepada masyarakat pada umumnya untuk menonton film ini, saya pastikan tidak rugi, banyak pelajaran yang dapat kita ambil, dan tentunya saya berharap kerusuhan-kerusuhan baik yang dipicu oleh terorisme, atau kerusuhan apapun kita harus lebih waspada, dan mari kita Ciptakan Kasih Sayang antara Keluarga dan Masyarakat, Sebab Kasih Sayang adalah Pondasi Perdamaian. Perdamaian adalah Solusi dan Solusinya adalah Perdamaian," tandasnya.
- MPR RI : Perbaikan Pengelolaan Museum Perlu Dukungan Semua Pihak
- Hendi Inisiasi Gerakan Bantu UMKM Bantu Sesama
- Transaksi Tokopedia E-Samsat Di Jawa Tengah Meningkat Empat Kali Lipat