Benny Mamoto: Banyak Kearifan Lokal di Indonesia Bisa Dipakai untuk Penyelesaian Restorative Justice

Ketua Harian Kompolnas, Benny Mamoto mengungkapkan, Indonesia memiliki banyak kearifan lokal di setiap daerah yang bisa dipakai untuk menyelesaikan konflik atau kasus hukum secara Restorative Justice (keadilan restoratif).


"Di Minahasa, misalnya ada ritual adat untuk menuntaskan konflik antarwarga, demikian pula Papua, di mana suku-suku di sana biasa mendamaikan konflik atau meredam perang antarsuku dengan upacara ritual adat. Belum lagi hal serupa di berbagai daerah di tanah air. Kearifan lokal itu adalah kekayaan kita untuk penyelesaian restorative justice," papar Benny Mamoto, saat hadir secara virtual dalam diskusi hukum bertajuk "Restorative Justice antara Harapan dan Kenyataan" di ruang multimedia Menara Universitas Semarang (USM), Kamis (31/3).

Diskusi yang digelar FWPJT, Lindu Aji Institut dan USM itu menghadirkan pembicara Benny Mamoto, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jateng Kombes Djuhandani Raharjo Puro, Rujito (Kasi Tindak Pidana Orang dan Harta Benda Kejati Jateng), Agus Rusianto (Ketua PN Semarang),  dan Sugeng Teguh Santosa (Ketua Indonesia Police Watch-IPW).

Benny meminta aparat kepolisian mengedepankan penyelesaian secara restorative justice pada tahap awal laporan. Cara tersebut diyakini Benny dalat meminimalisir kasus-kasus yang ditangani karena selama ini ada ribuan kasus yang sedang ditangani.

Dia juga menyoroti penanganan kasus-kasus pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Benny meminta aparat kepolisian memedomani Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 229 Tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021, Nomor KB/2/VI/2021 tentang Pedoman Implementasi Atas Pasal Tertentu Dalam UU ITE yang telah ditandatangani Kapolri, Jaksa Agung dan Menkominfo beberapa waktu lalu.

"Sehingga dapat mengurangi penyimpangan yang mengundang reaksi publik yang kurang baik. Kasus-kasus pelanggaran UU ITE sangat sensitif dan viral sehingga apabila tindakan aparat tidak tepat, maka reaksi publik akan masif," katanya.

Untuk penyelesaian restorative justice, kata Benny, untuk Polri, harus menyiapkan kompetensi penyidik yang memiliki kemampuan mediasi dengan para pihak.

Menurut Benny, SKB dan Peraturan Kapolri soal penyelesaian restorative justice dapat menjadi payung hukum bagi penyidik untuk menyelesaikan kasus hukum di lapangan secara adil, efektif dan efisien.

"Saya ingatkan, jangan sampai Restorative justice dipakai untuk menekan satu pihak, untuk memenangkan pihak lain. Bayangkan, sudah berapa dana yang dikeluarkan negara untuk memproses kasus hukum mulai dari PN sampai Lapas? Dengan restorative justice, masyarakat diharapkan memperoleh keadilan," tegas purnawirawan Polri ini.

Kombes Djuhandani Raharjo Puro mengatakan, penyelesaian restorative justice merupakan impian penyidik Polri sejak lama.

"Mendapati laporan kasus pencurian sandal jepit, misalnya, kami penyidik juga miris. Tapi karena waktu itu belum ada payung hukumnya akhirnya jalan terus sampai pengadilan," ungkapnya.

Para penyidik, kata dia, dalam menyelesaikan perkara juga diawasi oleh propam dan inspektorat pengawasan. Karenanya, penyidik harus hati-hati betul melakukan mediasi dengan pihak terlapor, pelapor, advokat kedua pihak dibawah pengawasan dari propam dan inspektorat pengawasan.

Saat ini, kata dia, Polda Jateng menangani 239 kasus restorative justice, yakni 55 kasus penipuan, 70 kasus penganiayaan, 41 kasus perlindungan anak, 53 kasus pencurian, 9 kasus perzinahan, 5 kasus pemalsuan dan 6 kasus UU ITE.

Rujito menambahkan, jaksa juga terbantu kasus-kasus hukum yang lebih dulu difilter oleh penyidik kepolisian.

Untuk penyelesaian kasus hukum secara Restorative justice, jaksa kata Rujito telah dipedomani oleh Peratutan Jaksa Agung (PerJA) No 15 Tahun 2020. Saat ini, Kejati Jateng menangani 30 kasus yang direstorative justice-kan. 

"Tapi, jaksa sangat hati-hati betul, dan dapat memilih perkara yang benar-benar kasuistik," tegasnya.

Ketua IPW Sugeng Teguh Santosa meminta penyelesaian kasus hukum secara Restorative justice harus betul-betul dilaksanakan secara sungguh-sungguh oleh aparat penegak hukum, agar masyarakat mendapat keadilan yang dinginkan dan penanganan kasus secara murah, mudah, cepat dan efisien.