Belasan pedagang asongan di kompleks Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur mendatangi gedung DPRD Kabupaten Magelang, Rabu (29/06/2022).
- Nikmati Seduhan Kopi Lokal Purbalingga di Amazing Coffee Corner AGF 2023
- Dampak Syawalan, Okupansi Penginapan Demak Capai 100 Persen
- Festival Muria Jazz Kudus Hadirkan Nuansa Unik dan Menarik View Pegunungan
Baca Juga
Sebelumnya, mengadu kepada Gubernur Jateng Ganjar Pranowo tetapi belum ada tindak lanjutnya.
Mereka meminta bantuan wakil rakyat untuk memperjuangkan nasib mereka agar bisa diizinkan kembali berjualan di depan Museum Karmawibangga seperti yang dijalani sejak belasan tahun silam.
Menurut Ketua Serikat Pelaku Pariwisata Borobudur (SP2B) Wito Prasetyo, ada 340 pengasong yang dilarang berjualan. Larangan bagi penjual 14 komoditas itu diumumkan menjelang Lebaran lalu.
"Mereka dilarang berjualan di sana tanpa alasan yang jelas. Selam Pandemi Covid-19 mereka tidak berjualan, padahal harus menafkahi keluarga," katanya, di depan Wakil Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Magelang, Suroso Singgih Pratomo.
Wito menepis anggapan para pedagang asongan sulit diatur. Karena sebenarnya, pedagang mau diatur oleh manajemen pengelola destinasi wisata bertaraf internasional tersebut.
"Saya pikir yang tidak tertib itu justru manajemen pengelola TWC. Mereka melarang pengasong berjualan tetapi memberi tempat pada perusahaan besar untuk membuka usaha di zona dalam," ujarnya.
Para pedagang pun menyatakan siap dipertemukan dengan manajemen TWC Borobudur, maupun Komisaris TWC Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko.
Auduensi difasilitasi Komisi I dan diikuti unsur Bagian Tata Pemerintahan, Dinas Parpora, Dinas Dikbud, Dinas Permades, dan pengurus Lembaga Adat Desa Borobudur.
Di forum itu pula, Lembaga Adat Desa Borobudur mempertanyakan keabsahan Sertifikat Tanah Kas Desa Borobudur di kompleks TWC Borobudur oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Diduga proses penerbitan sertifikat Hak Pakai yang "dikuasai" Balai Konservasi Borobudur (BKB) tersebut tanpa melalui standard ketentuan yang berlaku. Karena itu perlu ditinjau ulang.
"Kami menduga terjadi mal-administrasi dalam proses penerbitan sertifikat tanah seluas tujuh hektare tersebut," kata Aji Luhur, dari Lembaga Adat Desa Borobudur.
Wakil Ketua Komisi I, Suroso Singgih Pratomo, mengatakan, pihaknya tidak bisa mengambil keputusan atas aspirasi pedagang asongan maupun aspirasi dari Lembaga Adat Desa Borobudur.
Dia justru menawarkan, untuk dibentuk sebuah tim yang melibatkan para pihak terkait. Tugasnya, mengidentifikasi berbagai persoalan yang dirasakan masyarakat Borobudur tersebut.
"Kalau kita bisa menginventarisasi segala persoalan yang timbul setelah ada penetapan Borobudur sebagai Kawasan Super Prioritas Nasional, itu akan menjadi entry point tersendiri," kata Grengseng Pamuji, anggota Komisi I.
- Edupark Intan Pari Catat Peningkatan Pengunjung Signifikan
- Seluruh Tempat Wisata di Jateng Buka, Warga Wait and See
- Polda Jawa Tengah Siaga Di Tempat-tempat Wisata