Pekerjaan itu Panggilan Hati

Siapa tak kenal dengan artis kondang Soimah Poncowati? Artis kelahiran Pati Jawa Tengah ini adalah pembuktian tentang idiom yang dipopulerkan Tukul Arwana, yakni kristalisasi keringat. Sukses adalah kristalisasi keringat. Tidak ada hasil yang mengkhianati proses. Ikhwal ini tak luput menjadi testimoni empirik perjalanan karier Tukul Arwana sendiri.


Dalam sebuah wirunggan santai dengan Mbah Joened, juru kunci Lawang Sewu Semarang, saya kembali menebalkan ikhwal lakon tersebut. Hidup adalah sebuah lakon, seperti drama tragedi yang kini sedang dipentaskan oleh Mario Dandy Prasetyo. Anak Baru Gede, putra Rafael Alun Trisambodo seperti menghipnotis publik dengan selancar akrobatik ugal-ugalannya.

Suatu waktu, saya menepikan bathin memilin cerita tentang warna warni kehidupan itu bersama Mbah Djoened. Hidup itu katanya laku. Tetapi melakoninya dengan hati. Seperti Mbak Soimah ujarnya, dia sesungguhnya tengah memancarkan energi kehidupan yang dijalani. Jangan memandang sebelah mata dengan sinden. Sinden pun ketika dijalani sebagai panggilan jiwa, panggilan hati, dan dicintai, maka jadilah ‘bintang’ Soimah.

Saya terkesima, tercenung, tercerahkan dengan ungkapan reflektif Mbah Joened. Karena itu, saya berbagi di sini.  Sekali tempo, silakan singgah sekalian menikmati destinasi wisata heritage di Kawasan Tugu Muda Semarang. Tak susah mencari Mbah Joened, lelaki tambun yang usianya menapaki kepala lima. Meski dipanggil Mbah, dia sebenarnya masih terbilang muda. Mungkin karena banyak berdialog dengan sepi, juga mereka yang tak kelihatan mata bathinnya jadi terasah.

Ungkapan yang juga jadi ‘grenengan’ Mbah Joened adalah ontran-ontran negeri ini. Pageblug dan bebendu yang datang silih berganti terjadi karena makrokosmos diperdaya oleh mikrokosmos. Jagad gedhe ditindih oleh jagad cilik. Maka yang terjadi adalah ketidakseimbangan. Drama Rafael dan Mario adalah tabir pembuka kesemestian diperkosa oleh ketidaksemestian.

Alam semesta bukanlah benda mati, tetapi dia adalah realitas simbolik dari dzat yang maha kuasa. Karenanya,  ketika angkara murka dan ketidakadilan dipaksa menjadi pranata yang mengatur alam semesta itu sendiri, maka yang muncul kemudian adalah bebendu, pageblug, dan jika tidak menjadi pelajara kiamat yang datang.

Kiamat Kecil

Kiamat kiamat kecil adalah cara Tuhan mengingatkan umat manusia. Nah, di sinilah berjalanlah pada jalurnya, jangan menyalahi kodrat. Menilik sesanti luhur bahwa ‘kawula mung saderma, mobah-mosik kersaning hyang sukmo.' Lakukan yang kita bisa, setelahnya serahkan kepada Tuhan. 

Dan bekerjalah dengan hati, bekerja sebagai manifestasi ibadah. Soimah Poncowati, Tukur Arwana adalah sebentuk pelajaran tentang hidup, bahkan lebih dari itu, yakni teladan. Allah karuniakan manusia dengan akal dan pikiran yang luar biasa. Kuncinya adalah manjada wajada. Siapa yang sungguh-sungguh pasti akan bisa, berhasil, dan sukses.

Apa pun itu, ketika ditekuni dan istiqomah menjalani, ibarat orang berjalan akan sampai pada tujuan menjadi niatnya. Di jagad sepakbola misalnya,  Christiano Ronaldo adalah atlet dengan karakter luar biasa, sebagai seorang pemain bola. Dedikasi, disiplin, totalitas, dan visi tentang profesinya sebagai seorang atlet layak kita teladani. 

‘’Saya diberi Tuhan kemampuan bermain bola, maka inilah jalan, tujuan, dan cara Tuhan menjadikan manusia yang berguna,’’luar biasa, begitu kira kira filosofi hidupnya. Buat kita adalah pelajaran. Melengkapi serena tokoh-tokoh legendaris, di sini saya ingin menukil kiprah yang sangat menginspirasi, yakni Ratana Indraswari Ibrahim. Novelis kelahiran Malang ini sungguh pribadi yang sangat layak mennadi teladang. Sebelum berpulang di usia 62 tahun tokoh ini, meski seorang penyandang disabilitas, tetapi prestasi diabadikan oleh sejarah.

Ya, bekerjalah dengan hati, dengan cinta maka kita akan dapat memetik kebagiaan. Ada pepatah Jawa yang sederhana, namun menginspirasi juga ‘Nek wes niat kerjo iku ojo golek perkoro, nek wes diniati golek rejeki iku ora usah golek rai’. Artinya, "kalau sudah niat bekerja itu jangan cari perkara, kalau sudah diniati cari rezeki itu tidak usah cari goro goro". 

Memaknai sesanti ini, kita layak mendalamkan bathin, ketika menyaksikan kasus Fredy Sambo, Tedy Minahasa, dan ‘kisah’ anak polah bopo kepradah kasus Rafael Alun Trisambodo. Alamlah yang hadir dengan hukumnya sendiri. Andai tidak ada ulah begajulan ala Mario Dandy Prasetyo, mungkinkah skandal patgulipat yang melibatkan 134 pegawai pajak bakal terungkap?

Akumulasi nilainya pun fantastis sekali, menurut pernyataan Menkopolhuman tidak main main, yakni Rp300 Triliun! Alakadabra. 

Maaf, sedikit melebar dan biarlah sesanti Mbah Doened Lawang Sewu membekas di benak kita semua. Mari kita resapi kalimat berikut, apalah arti digdaya, kampium, kondang, dipuja puji sanjung, dan orang berdecak kagum,  geleng geleng kepala, ketika akhirnya sirna. 

Kisah Sambo adalah tragedi pahit seperti mimpi saja. Begitu pun Rafael Alun Trisambodo, juga putra kesayangannya Mario Dandy Prasetyo, mereka telah memutarbalikkan Nasib karena memperkosa mereka yang tak berdaya. Menjadi catatan akhir di sini sekaligus memungkasi dialog, adalah ketika kehidupan menjadi alat pemuas birahi dan angkara murka, maka jagal pamungkas yang akan menyelesaikan adalah dirimu sendiri.

Drs Jayanto Arus Adi, MM.

Adalah Pemimpin Umum RMOL Jateng, Direktur JMSI Institute, Ketua Bidang IT JMSI Pusat, Penggiat Satu Pena Indonesia – Jawa Tengah, Dosen STIE Bank Jateng, Dosen dan Mahasiswa S3 Manajemen Kependidikan Unnes.

Tulisan adalah pendapat dan opini pribadi, tidak merelasikan dan mewakili insitusi atau lembaga di atas.