Terdakwa Tagihan Fiktif Pelabuhan PLTU Batang Tolak Dakwaan Jaksa

Terdakwa dugaan kasus tagihan fiktif pelayanan pelabuhan PLTU Batang, Rosi Yunita menolak dakwaan jaksa penuntut umum. Hal itu disampaikannya saat sidang eksepsi di Pengadilan Negeri Kelas I B Pekalongan.


Humas PN Pekalongan, Fatria Gunawan mengatakan inti eksepsi adalah menganggap PN tidak berwenang menangani sidang.

"Terdakwa minta PN tidak berwenang terkait kompetensi relatif.  Menurut terdakwa dan penasihat hukumnya ini kewenangan PN Batang," katanya, Selasa (20/9).

Pihak terdakwa berpendapat locus atau tempat kejadian perkara di Kabupaten Batang karena pelabuhan di lokasi tersebut. 

Lalu, surat dakwaan yang tidak sah. Menurut terdakwa serta kuasa hukum karena tidak diberi tanggal dan ditandatangani penuntut umum.

"Kemudian obsecure libel atau kabur tidak jelas, tidak cermat," tuturnya.

Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Pekalongan, Diah Purnamaningsih SH mendakwa 

Rosi bersalah dalam tuduhan itu. Rosi didakwa membuat tagihan fiktif ke PT Sparta Putra Adhyaksa (SPA).

"Sementara, PT Sparta Putra Adhyaksa (SPA) merasa tidak mendapat pelayanan. Akibatnya, PT Sparta Putra Adhyaksa (SPA) mengalami kerugian hingga sekitar Rp260 juta," katanya dalam sidang, Selasa (13/9).

Jaksa menggap Rosi melanggar pasal 263 KUHPidana ayat 2 dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun. Selain itu juga pada 53 juncto pasal 378 KUHPidana.

Sidang pertama dengan agenda pembacaan dakwaan itu dipimipin majelis hakim Mukhtari, SH MH dan didampingi halim Fatria Gunawan, SH MH dan hakim Budi Setyawan, SH. Sidang berlangsung melalui online.

Terdakwa, Rosi Yunita didampingi dua penasihat hukum yaitu Angga Setiawan, SH dan Suparno, SH. Pihak terdakwa merasa keberatan dengan dakwaan.

Dugaan kasus tagihan bodong atau fiktif senilai ratusan juta rupiah terjadi di pelabuhan khusus di wilayah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang.