Untuk pertama kalinya daÂlam beberapa tahun, warga Kota
Raqqa di Suriah dapat meÂnikmati bulan Ramadan tanpa tertekan. Selama
lebih dari tiga tahun, penduduk Raqqa merasa tersiksa menjalani
interpretasi ketat hukum Islam, yang diterapkan Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) selama Ramadan.
- Pelaku Bisnis Kuliner di Italia Langgar Aturan Covid-19
- Haiti Diguncang Gempa
- Jet Israel Gempur Wilayah Padat Penduduk di Gaza Selatan
Baca Juga
"Kami bebas puasa atau tidak puasa," kata Ahmad Al-Hussein peduduk Raqqa, kota kekhalifahan ISIS.
Dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Senin (21/5), saat masih dikuasai ISIS, siapa pun yang tertangÂkap basah makan atau minum di Raqqa akan menjadi sasaran hukuman yang kejam.
"Mereka yang tidak berÂpuasa dikunci di kandang besi di lapangan umum, di bawah terik matahari, dan di depan semua orang, untuk dijadikan tontonan," imbuh Hussein.
Dia mengaku sangat berseÂmangat di Ramadan kali ini. Ia kembali melakukan kebiasaan lama dengan keluarganya, yaitu berkumpul menonton serial drama yang disiarkan khusus selama Ramadan.
Selama ini, ISIS telah memÂblokir segala bentuk hiburan di televisi, yang dianggap bertenÂtangan dengan agama. Kami meÂrindukan tradisi Ramadan ini.
"Selama empat tahun di bawah ISIS, kami dilarang menonton serial ini," kata Hussein.
Kekalahan ISIS di Raqqa masih menyisakan banyak masalah. BeÂberapa warga harus kehilangan nyawa karena terkena ledakan bom yang ditinggalkan militan dan belum sempat diledakkan.
Pertempuran antara ISIS dan pasukan koalisi pimpinan AS juga telah meratakan seluruh permukiman, dan upaya pemÂbangunan kembali berjalan dengan lambat. Banyak wilayah yang masih belum mendapatÂkan aliran listrik atau air yang mengalir, dan hampir tidak ada pekerjaan bagi penduduk.
Masih banyak warga Raqqa yang tidak mampu membeli maÂkanan berbuka puasa. Di salah satu pasar, Huran Al-Nachef (52). Dia hanya bisa membeli beberapa tomat, mentimun, dan kentang untuk membuat sajian makanan sederhana.
Anak-anaknya turut mencari pekerjaan sambilan setiap hari untuk mencoba memenuhi keÂbutuhan keluarga mereka.
"Mereka yang memiliki uang dapat menyiapkan makanan unÂtuk berbuka puasa, tetapi mereka yang miskin seperti saya menghadapi kesulitan," ujar Nachef.
Nadia Al-Saleh, penduduk lain, mendatangi sebuah toko roti yang ramai untuk membeli maarouk, kue yang di dalamnya terdapat biji wijen. Kue jenis ini ada di mana-mana selama Ramadan.
"Kami membeli beberapa kue kering untuk membuat anak-anak bahagia, membuat mereka merasakan semangat Ramadan," kata Saleh.
"Kami masih tunawisma. Kami tinggal dengan orang lain, suami saya tidak punya pekerjaan. Situasi kami sangat sulit," tambah dia.
Akan tetapi Hanif Abu Badih yang berprofesi sebagai tukang roti merasa optimistis. "Meskipun semua hancur, orang-orang sangat senang akhirnya mimpi buruk sudah berakhir," kata Abu Badih.
- Pelancong dari Australia ke Selandia Baru Ditangguhkan
- YouTuber Korea Utara Jin Hui Yang Sempat Diblokir Muncul Kembali Dalam Dua Video Terbaru
- Bangladesh Longgarkan Pembatasan Covid-19 Selama Sepekan Demi Sambut Iduladha