Warga Raqqa Suriah Jalani Ramadan Tanpa Tertekan

Untuk pertama kalinya da­lam beberapa tahun, warga Kota Raqqa di Suriah dapat me­nikmati bulan Ramadan tanpa tertekan. Selama lebih dari tiga tahun, penduduk Raqqa merasa tersiksa menjalani interpretasi ketat hukum Islam, yang diterapkan Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) selama Ramadan.


"Kami bebas puasa atau tidak puasa," kata Ahmad Al-Hussein peduduk Raqqa, kota kekhalifahan ISIS.

Dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Senin (21/5), saat masih dikuasai ISIS, siapa pun yang tertang­kap basah makan atau minum di Raqqa akan menjadi sasaran hukuman yang kejam.

"Mereka yang tidak ber­puasa dikunci di kandang besi di lapangan umum, di bawah terik matahari, dan di depan semua orang, untuk dijadikan tontonan," imbuh Hussein.

Dia mengaku sangat berse­mangat di Ramadan kali ini. Ia kembali melakukan kebiasaan lama dengan keluarganya, yaitu berkumpul menonton serial drama yang disiarkan khusus selama Ramadan.

Selama ini, ISIS telah mem­blokir segala bentuk hiburan di televisi, yang dianggap berten­tangan dengan agama. Kami me­rindukan tradisi Ramadan ini.

"Selama empat tahun di bawah ISIS, kami dilarang menonton serial ini," kata Hussein.

Kekalahan ISIS di Raqqa masih menyisakan banyak masalah. Be­berapa warga harus kehilangan nyawa karena terkena ledakan bom yang ditinggalkan militan dan belum sempat diledakkan.

Pertempuran antara ISIS dan pasukan koalisi pimpinan AS juga telah meratakan seluruh permukiman, dan upaya pem­bangunan kembali berjalan dengan lambat. Banyak wilayah yang masih belum mendapat­kan aliran listrik atau air yang mengalir, dan hampir tidak ada pekerjaan bagi penduduk.

Masih banyak warga Raqqa yang tidak mampu membeli ma­kanan berbuka puasa. Di salah satu pasar, Huran Al-Nachef (52). Dia hanya bisa membeli beberapa tomat, mentimun, dan kentang untuk membuat sajian makanan sederhana.

Anak-anaknya turut mencari pekerjaan sambilan setiap hari untuk mencoba memenuhi ke­butuhan keluarga mereka.

"Mereka yang memiliki uang dapat menyiapkan makanan un­tuk berbuka puasa, tetapi mereka yang miskin seperti saya menghadapi kesulitan," ujar Nachef.

Nadia Al-Saleh, penduduk lain, mendatangi sebuah toko roti yang ramai untuk membeli maarouk, kue yang di dalamnya terdapat biji wijen. Kue jenis ini ada di mana-mana selama Ramadan.

"Kami membeli beberapa kue kering untuk membuat anak-anak bahagia, membuat mereka merasakan semangat Ramadan," kata Saleh.

"Kami masih tunawisma. Kami tinggal dengan orang lain, suami saya tidak punya pekerjaan. Situasi kami sangat sulit," tambah dia.

Akan tetapi Hanif Abu Badih yang berprofesi sebagai tukang roti merasa optimistis. "Meskipun semua hancur, orang-orang sangat senang akhirnya mimpi buruk sudah berakhir," kata Abu Badih.